Aksi Terorisme Bisa Berasal Dari Segala Penjuru

author optikaid

- Pewarta

Sabtu, 22 Jan 2022 20:02 WIB

Aksi Terorisme Bisa Berasal Dari Segala Penjuru

i

Aksi Terorisme Bisa Berasal Dari Segala Penjuru

[caption id="attachment_12269" align="alignnone" width="130"] Dr. Sholikhul Huda, M.Fil.I (Dosen Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya)[/caption]

Tulisan ini berangkat dari fenomena pro-kontra terhadap wacana pembubaran MUI di masyarakat akibat ditangkapnya salah satu pengurus Pusat MUI oleh Densus 88 Anti Teror Polri, yang dianggap bagian dari kelompok jaringan teroris Jamah Islamiyyah ( JI).
Akibat kejadian tersebut ditanggapi secara pro-kontra oleh masyarakat. Hal itu tampak ramai di jagad media sosial (Medsos) terutama di akun Twitter dengan tagar #BubarkanMUI dan bagi kelompok pembela MUI dengan membuat tagar #dukungMUI.
Tidak hanya di Twitter, polemik ini juga menimbulkan pro-kontra dikalangan tokoh masyarakat di Indonesia.
Polemik tersebut mengingatkan saya, terkait dinamika gagasan antara Prof. KH. Said Aqil Siradj (Ketum PBNU) dan Prof. H. Syafiq Mughni, Ph.D (Ketua PP Muhammadiyah) yang ramai di media sosial (medsos) terkait pintu atau benih awal yang mendorong aksi terorisme/radikalisme di Indonesia.

Baca Juga: Antisipasi Paham Radikalisme, FKPT Jatim Jelaskan Pola Penyebarannya pada Kaum Muda

Polemik tersebut, berawal dari penyikapan keduanya terhadap aksi ledakan bom bunuh diri yang terjadi di depan Gereja Katedral Kota Makasar pada Minggu (28/3/2021). Akibat ledakan bom tersebut satu orang tewas (pelaku) dan melukai 9 orang anggota jemaat dan petugas gereja. (KOMPAS.com, 29/3/2021).

Prof. Dr. KH. Aqil Siradj mengungkapkan, bahwa pintu masuk atau benih gerakan aksi terorisme/radikalisme adalah ideologi Wahabi dan Salafi. Siapapun orang yang masuk ke dalam ajaran wahabi, maka orang tersebut berpeluang untuk melakukan aksi terorisme. Dimana, orang-orang itu sudah berani menghalalkan tindakan pembunuhan, bagi mereka yang dianggap tidak sejalan.

Begitu juga dengan ajaran Salafi, sebuah ajaran yang dianggap ekstrem. Dimana, setiap orang yang melakukan suatu hal tidak sesuai dengan apa yang terjadi di zaman Rasulullah, maka mereka dianggap Bid'ah atau sesat. Artinya, kalau kita benar-benar sepakat, benar-benar satu barisan ingin hadapi atau menghabisi jaringan terorisme dan radikalisme, benih nya dong yang harus dihadapi, benihnya. Pintu masuknya yang harus dihabisin,". Pandangan tersebut disampaikan dalam webinar bertajuk 'Mencegah Radikalisme & Terorisme Untuk Melahirkan Keharmonisan Sosial'. SindoNews.com (30/3/2021)

Pernyataan Prof. Said Aqil tersebut, ditanggapi oleh Prof Syafiq Mughni, bahwa aksi terorisme bisa masuk melalui berbagai pintu, tidak hanya dari pintu Wahabi dan Salafi. Salafi itu bukan mazhab yang monolitik, ada banyak varian di dalamnya. Kalau ada teroris yang berpaham Salafi, tidak berati salafiyah identik dengan terorisme.

Jika ada teroris yang beragama Islam, tidak berarti Islam mendorong terorisme. Jika ada teroris berbangsa Indonesia, tidak berarti bangsa Indonesia itu teroris. Terorisme bisa masuk melalui pintu agama, ideologi, politik, etnisitas, ekonomi, dan lain-lain. (detikNews, 31/3/2021)

Gagasan keduanya di atas, menunjukkan bahwa posisi struktur gagasannya sebagai berikut. Kerangka gagasan Prof Said Aqil cenderung lebih spesifik, lugas dan tegas dengan langsung menyebut ideologi Wahabi-Salafi sebagai benih dan pintu aksi-aksi terorisme selama ini yang semakin marak kembali di Indonesia.

Sementara, kerangka gagasan Prof Syafiq cenderung lebih umum dan luwes dengan tidak langsung menjustifikasi kelompok ideologi tertentu (Wahabi-Salafi) sebagai pintu atau benih utama dari aksi- aksi terorisme yang marak kembali di Indonesia. Tetapi, semua entitas memiliki peluang yang sama untuk melakukan aksi terorisme.

Mencermati kedua gagasan tersebut pada dasarnya tidak menunjukkan sebuah pertentangan, tetapi terbaca lebih pada saling melengkapi. Artinya, gagasan keduanya dapat penulis pahami sebagai berikut:

1) gagasan keduanya ketemu pada aras sama bahwa aksi terorisme merupakan aksi kejahatan kemanusiaan yang "ngeri" berbahaya bagi relasi dan tatanan kehidupan masyarakat yang majemuk atau plural secara Suku, Agama, Ras dan Golongan (SARA) seperti realitas Indonesia.

Realitas Indonesia yang penuh dengan kemajemukan SARA membutuhkan sikap terbuka, toleran, inklusif dan moderat bagi semua elemen yang ada agar dapat hidup berdampingan secara damai.

Sehingga, aksi terorisme yang menebarkan kebencian, ketakutan dan mencederai bahkan menjadikan manusia harus mati dan terbunuh sia-sia merupakan aksi keji yang tidak menghargai kemanusiaan.

Maka kita bersepakat bahwa aksi terorisme harus dilawan, dicegah dan dibunuh sampai akar dan benihnya, sebelum tumbuh bersemi dan mekar. Sehingga, jihad mencegah aksi terorisme adalah wajib untuk menyelamatkan sebuah harga suci kemanusiaan!

2) aksi terorisme ( membunuh orang dengan cara bom bunuh diri) tidak pernah dianjurkan apalagi dihalalkan oleh semua ajaran agama yang ada, termasuk ajaran Islam. Spirit ajaran Islam merupakan rumah besar bagi kedamaian semua makhluk penghuni alam (rahmatan lil 'alamin).

Ajaran Islam tidak pernah mengajarkan spirit kebencian, permusuhan, saling bunuh antar sesama manusia. Bagi ajaran Islam harga satu nyawa adalah berharga dan mahal, maka tidak boleh atas nama apapun untuk dihilangkan, termasuk atas nama Tuhan. Tuhan sangat sayang pada makhluknya.

3) Aksi terorisme dapat berasal dari benih dan berpotensi masuk dari segala penjuru pintu. Pintu tersebut diantaranya:

Pertama, pintu pemahaman ideologi keagamaan. Pemahaman ideologi keagamaan yang literallistik atau skriptuallistik cenderung menampilkan sikap keagamaan yang kaku, ekslusif, fanatisme buta, mudah melakukan justifikasi kesesatan dan pengkafiran kelompok lain yang berbeda paham.

Sehingga, mengganggap orang lain (pemeluk agama lain) adalah musuh yang boleh untuk dibully dari yang paling ringan hingga yang paling berat yaitu halal ditumpahkan darahnya (dibunuh).

Baca Juga: BNPT Klaim Indonesia Negara Satu-Satunya yang Memiliki Program Deradikalisasi Napiter

Pemahaman ideologi keagamaan semacam ini dapat berlaku atau terjadi pada semua agama. Termasuk agama Kristen, Hindu, Budha, Katholik, Khonghucu dan Islam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kedua, pintu kemiskinan atau keterpurukan ekonomi. Ada pepatah yang menggambarkan fenomena tersebut, "Ka'dzal fakru ilal kufri" kemiskinan dapat menjerumuskan kepada kekufuran. Artinya kondisi kemiskinan dapat menjadikan orang melakukan sesuatu yang nekat tanpa berfikir panjang, rasional dan hilang hati nurani untuk melakukan apa saja demi untuk bertahan memenuhi kebutuhan ekonominya.

Mereka dapat saja berpindah keyakinan (murtad), melakukan aksi kriminal (perampokan, begal) hingga berani mengorbankan nyawanya (bom bunuh diri) dalam aksi terorisme.

Prilaku tersebut terkadang dilakukan atas ketidakberdayaan dan kuasa atas dirinya. Terkadang dilakukan atas kondisi lingkungan atau pihak tertentu yang memiliki target tujuan tertentu dengan memanfaat kondisi kemiskinan tersebut.

Ketiga, pintu marginalisasi atau ketertindasan politik pihak penguasa. Setiap entitas atau kelompok masyarakat, dari entitas politik, sosial, budaya, golongan dan agama menginginkan perlakuan yang sama atas kebijakan publik terkait kehidupan atas hak dan kewajiban dari para pemimpin politiknya.

Kebijakan politik para pemimpin yang berorientasi pada kemashlahatan bagi semua entitas berbeda menjadikan kehidupan mereka dapat berdampingan secara harmoni dan damai, karena merasa terlindungi dan merasa memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Tetapi, kebijakan politik sang pemimpin yang penuh dengan diskriminasi (marginalisasi) bahkan penuh penindasan terhadap entitas tertentu (kelompok agama, sosial, politik), dapat mendorong entitas yang merasa termarginalkan tersebut melakukan perlawanan.

Perlawanan tersebut dapat beragam cara, mulai dari perlawanan diam (silent), pembangkangan sipil hingga aksi nekat bom bunuh diri dengan target simbol atau alat kekuasaan (aparat keamanan, tokoh politik, aset pemerintah) dan sebagainya. Aksi tersebut mungkin bagian dari strategi untuk mendapatkan keadilan dan perhatian sang penguasa.

Keempat, pintu alienasi diri dari ketidakmampuan menghadapi arus kehidupan globalisasi-modernisasi.
Arus modernisasi menjadikan pola pergaulan kehidupan lebih cenderung menjadi global atau disebut globalisasi. Globalisasi adalah proses sesuatu yang mendunia bisa berupa informasi, pemikiran, gaya hidup, dan teknologi. Globalisasi terjadi karena banyak faktor, bisa karena kemajuan teknologi internet, infrastruktur telekomunikasi dan transportasi, pertukaran pelajar, dan lain-lain.

Globalisasi secara fisik ditandai dengan perkembangan kota-kota yang menjadi bagian dari jaringan kota dunia. Sedangkan dampak negatif dari globalisasi adalah, pola hidup konsumtif, sikap individualistik, gaya hidup kebarat-baratan serta kesenjangan sosial.

Baca Juga: Diduga Jaringan Jamaah Islam, Densus 88 Tangkap ASN di Madura

Pola hidup konsumtif, individualistik, westernisasi dan kesenjangan sosial menjadikan sebagian kelompok masyarakat tidak mampu beradaptasi dan terjebak pada alienasi dari lingkungannya.

Secara psikologi alienasi yaitu perasaan keterasingan, rasa terlepas dan terpisah. ketiadaan rasa hangat atau relasi persahabatan dengan orang lain. Dan juga merupakan keterpisahan seseorang dari aku sebenarnya, disebabkan oleh keasyikannya
terhadap abstraksi-abstraksi dan kebutuhan untuk konformnitas terhadap kemauan dan harapan orang lain serta ketentuan-ketentuan dari lembaga sosial
(Chaplin, 2008).

Salah satu aspek alienasi adalah social isolation (terisolasi secara sosial) suatu perasaan kesendirian, penolakan dan terpisah dari nilai-nilai kelompak atau hubungan antara anggota kelompok sehingga tidak menutup kemungkinan karena perasaanseperti menjadikan individu yang bersangkutan menarik diri dari kehidupan sosialnya, atau tidak adanya rasa memiliki.

Kondisi tersebut, dapat menjadi pendorong individu melakukan prilaku nekat termasuk bunuh diri dengan beragam cara, termasuk bom bunuh diri. Hal itu dilakukan untuk menunjukan eksiten

Kelima, pintu kebencian teehadap Suku, Agama, Golongan dan Ras (SARA). Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Tuhan beragam Suku, Ras, Golongan dan Agama (kepercayaan) dalam rangka untuk saling berkenalan (li ta'arafu).

Keenam, pintu kepentingan negara (terorisme negara). Negera juga sering menjadikan aksi-aksi terorisme sebagai alat tunggangan kepentingan politiknya. Artinya kelompok kelompok politik yang sedang berebut kuasa negara, menjadikan atau menunggangi aksi terorisme untuk memenangkan kuasa politiknya.

Ketujuh, pintu reaksi terhadap kebijakan diskriminatif negara Barat terhadap dunia Muslim. Kebijakan politik Barat yang diwakili oleh Negara Amerika Serikat sering dianggap pro terhadap Israel dan merugikan Muslim. Sehingga kelompok-kelompok ekstremis Islam membalas kebijakan tersebut dengan aksi-aksi terorisme.

Dari gambaran di atas, dapat kita pahami bahwa aksi terorisme atau aksi kekerasan atas nama agama dapat masuk dari pintu segala penjuru. Sehingga, kita perlu waspada dan berkolaborasi dalam mencegah dan melawan aksi terorisme dengan pendekatan semesta. "Indonesia damai tanpa kekerasan, harga mati".

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU