We will Never Fall, Kecuali….

author optikaid

- Pewarta

Selasa, 25 Jan 2022 16:44 WIB

We will Never Fall, Kecuali….

i

We will Never Fall, Kecuali….

[caption id="attachment_12100" align="alignnone" width="127"] Oleh Dr Sirikit Syah. Jurnalis dan Sastrawan Senior Surabaya[/caption]

Tulisan ini dipicu masih bersliwerannya video kedatangan para TKA (tenaga kerja asing) dari China yang memasuki bandara-bandara dan pelabuhan-pelabuhan besar maupun kecil di Indoneia. Biasanya mereka datang tengah malam, tanpa melalui jalur imigrasi khusus WNA, tetapi langsung lewat pintu lebih khusus lagi, dijemput bus-bus tepat di landasan mendarat pesawat atau berlabuhnya kapal-kapal. Biasanya, mereka datang tengah malam, pindah pesawat kecil menuju kota-kota tujuan di berbagai pulau di tanah air.

Baca Juga: Serba-serbi Imlek: Makna dan Simbolisme Manisan Tanghulu

Mungkin itu video lama yang diputar berulang-ulang. Mungkin juga, peristiwa banjir TKA itu masih berlangsung hingga hari ini. Jadi, yang cemas cuma rakyat. Yang cemas cuma para netizen, yang karena cemasnya sempat-sempatnya mem-video-kan peristiwa yang disaksikannya, bertaruh rasa aman, untuk memberitahu sesama rakyat di berbagai belahan Indonesia. Para pimpinan negara tentu saja tidak cemas, wong itu memang programnya. Program 10 juta lapangan kerja tengah dipenuhi, oleh para TKA. Bagaimana nasib jutaan lulusan S1 dan SLTA pribumi? Tak ada penjelasan.

Banyak insiden terjadi sepanjang 2019 hingga saat ini. Di Halmahera Utara, Kepala Dinas Pendidikan mengganti kurikulum pelajaran Bahasa Inggris anak sekolah dengan Bahasa Mandarin. Alasannya, peluang kerja lulusan dengan keahlian Bahasa Mandarin lebih besar. Di pedalaman Kalimantan, terjadi pembunuhan atau penganiayaan yang dilakukan pemuda-pemuda pribumi terhadap TKA yang dianggap mengganggu (ada dugaan hingga memerkosa) gadis-gadis setempat. 

Ini tak semua ada di ranah pemberitaan media massa, lebih banyak viral di media sosial. Masih di Kalimantan, di kota Singkawang, polisi memberikan pengumuman lewat pengeras suara kepada publik di pasar-pasar dalam bahasa Mandarin. Sungguh suatu keistimewaan. Polisi tak pernah menggunakan bahasa Melayu atau Dayak di wilayah yang didominasi suku Melayu dan Dayak. Bahkan di Jawa, Bali, atau Madura, polisi tidak mengguanakn bahasa daerah pribumi dalam kegiatan resmi semacam pengumuman. 

Ada netizen bertanya, Jangan-jangan nasib kita rakyat Indoneia nanti akan di-Uygur-kan? Uygur adalah nama suku yang ada di China Utara, di wilayah yang dulunya bernama Turkistan Timur (melihat namanya, pasti jajahan Turki di zaman kejayaannya). Penulis pernah berkunjung ke wilayah ini tahun 2010 dan menyaksikan bahwa suku Uyghur sangat berbeda dengan suku Han, mayoritas di China. 

Orang Uyghur berperawakan tinggi, bermata hijau, biru, atau coklat, rambut bergelombang (bila tidak berhijab), beragama Islam. Suku Han rata-rata berperawakan pendek, wajah bulat mata sipit, rambut lurus. Kuliner di sini juga dipengaruhi kuliner Timur Tengah. Yang agak menyedihkan, waktu itu penulis menyaksikan sendiri masjid-masjid yang sangat indah (peninggalan bangsa Turki), kebanyakan kosong alias sepi jemaah, bahkan di hari Jumat. Juga, ada kisah mereka dipaksa kawin campur dengan suku Han. Kisah indahnya, penulis menyaksikan serombongan kecil muslim hendak berangkat menunaikan ibadah haji. 

Namun, penulis tidak bisa membandingkan Indonesia dengan Uyghur. Yang lebih mirip adalah dengan Tibet, bila yang dikuatirkan rakyat adalah upaya pencaplokan. Kisah di Tibet, pemerintah China mengirimkan TKA dan modal/investasi untuk membantu pembagunan negeri kecil di ujung barat-utara China itu. Ternyata para buruh yang dikirim adalah tentara. Begitu proses pembangunan selesai, para tentara memerangi rakyat Tibet yang mayoritas kaum bhiksu. Mereka tidak menyangka-nyangka, sehingga tanpa perlawanan, tanah air mereka pun lepas.

Baca Juga: Kemenkes Tegaskan Pneumonia China Tak Akan Jadi Pandemi Baru di Indonesia

Apakah Indonesia bisa menjadi Tibet? Secara hipotesis sangat bisa. Para buruh (yang diduga eks-Wamil alias berpendidikan tentara) China ini sudah memenuhi kantung-kantung pedalaman Halmahera, Papua, Sulawesi Tengah, Jawa Barat, Riau dan Pekanbaru, dll. Bila memang RRC berniat mencaplok Indonesia, bala tentara mereka sudah siap tepat dari jantung Indonesia untuk menyebar ke wilayah-wilayah yang lebih luas. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, secara pskologis, penulis memiliki harapan sekaligus keyakinan, bahwa rakyat Indonesia tak semudah itu ditundukkan. Penduduk Indonesia di pedalaman tempat para TKA menghimpun kekuatan itu adalah para petani dan pekerja perkebunan yang terbiasa bekerja keras menantang hambatan alam. 

Suku-suku pedalaman memiliki bakat dan naluri petarung yang andal untuk menaklukkan alam. Binatang buas saja bisa ditaklukkan, apalagi cuma buruh eks-Wamil. Belum yang bromocorah, preman, korak, pengangguran putus harapan, tuan tanah yang tanahnya diserobot. Mereka ini petarung-petarung yang kalau marah, bisa memenggal puluhan kepala dalam satu kali sabetan dengan Mandau di kedua tangan (ingat peristiwa Sampit?). 

Karakter mereka jauh berbeda dengan rakyat Tibet yang pada umumnya hanya berdoa di kuil-kuil, memiliki rasa welas asih, hidupnya damai dan bahagia selalu, sejahtera. Mereka tidak terlatih dan tidak prepared/siap terhadap ancaman atau serangan.

Baca Juga: Jajanan Tumis Batu Khas China, Ini Asal Mulanya

Penduduk pribumi dan pedalaman Indonesia, seperti dicontohkan oleh para pejuang pelawan kolonialisme Belanda dulu, tak akan mudah dikalahkan. Jadi, untuk menyemangati para netizen yang cemas, yang mewakili suara rakyat kebanyakan, yang suaranya tidak tertampung di sidang-sidang parlemen atau sidang-sidang redaksi media, penulis mengatakan Indonesia tidak akan pernah jatuh! We will never fall.

Sirikit Syah, 23 Januari 2022    

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU