Indonesia Kaya Kelapa Sawit, Tapi Minyak Goreng Masih Langka

author Seno

- Pewarta

Sabtu, 05 Feb 2022 23:49 WIB

Indonesia Kaya Kelapa Sawit, Tapi Minyak Goreng Masih Langka

i

sudirman-saiddok-istimewa_169

Optika.id - Mantan Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) RI Sudirman Said mempertanyakan nalar publik yang sudah langka. Dia kemudian mencontohkan, Indonesia kaya kelapa sawit, akan tetapi masyarakat masih kesulitan mendapatkan minyak goreng. Dengan kata lain minyak goreng dengan harga Rp 14.000 per liter masih langka.

Hal itu disampaikan Ketua Institut Harkat Negeri ini dalam diskusi bertajuk 'Nalar Publik Barang Langka?' seperti dikutip Optika.id dari channel YouTube Survei KedaiKOPI, Sabtu (5/2/2022).

Baca Juga: Sudirman Said: Saya Prediksi JK dan Mega Bertemu Setelah Putusan MK

"Negeri ini, kita ini negara yang sangat kaya dengan minyak sawit, bahkan menjadi salah satu ekspor sawit terbesar, tetapi kenapa masyarakat susah memperoleh minyak goreng dengan harga normal? Sehingga kemarin pemerintah kemarin tunggang langgang memberikan subsidi, pun itu tidak sampai kepada sasaran. Pertanyaannya, apakah ini dapat diterima oleh nalar publik?" kata Sudirman.

Dia juga melanjutkan dengan permasalahan batu bara. Dan mengaku heran saat PLN hampir mengalami krisis batu bara.

"Saya pernah di sektor energi, dan juga semua orang tahu Indonesia adalah pengekspor batu bara terbesar di dunia, kok bisa-bisanya PLN hampir mengalami krisis batu bara? Orang bertanya, ini nalarnya di mana?" herannya.

Pada bidang hukum, Sudirman Said menyoroti proses pembentukan undang-undang. Dia menyebut beberapa undang-undang pembahasannya berlangsung secepat kilat.

"Sebuah undang-undang yang justru sangat menjadi perhatian publik tetapi proses pengundangannya, proses pembahasannya berlangsung secepat kilat tanpa ada keterlibatan publik yang memadai. Sebagai contoh ketika revisi UU Antikorupsi itu cepat sekali," katanya.

"Kemudian UU Cipta Kerja yang belakangan dilakukan judicial review, begitupun Undang-Undang Ibu Kota Negara, itu diproses secepat kilat bahkan cenderung mengabaikan kepatutan, sidang sampai bermalam-malam, sampai begadang demi mengejar tenggat harus diputuskan, sementara publik diabaikan. Apakah ini dapat diterima sebagai nalar bagi publik?" jelas dia.

Dalam beberapa tahun terakhir, menurut Sudirman Said Indonesia dilanda praktik korupsi secara masif. Dia menyebut sekitar 400 pejabat negara terjerat kasus korupsi.

"Contoh lain dalam tahun-tahun terakhir ini negeri kita dilanda praktik korupsi yang sangat masif. Kita punya 7 lembaga tinggi negara, dan dari 7 itu hanya presiden dan Ketua MPR yang tidak masuk penjara. Ketua DPR dipenjara karena korupsi, Ketua DPD masuk penjara karena korupsi, Ketua MK masuk penjara karena korupsi, Sekretaris Mahkamah Agung masuk penjara karena korupsi, Ketua BPK di hari pensiunnya ditetapkan sebagai tersangka. Di luar itu banyak sekali kasus anak-beranak, suami-istri ditangkap KPK. Sekurang-kurangnya ada 480 orang yang dipenjara pejabat korupsi yang korupsi," jelasnya.

Sudirman lalu menyoroti pegawai KPK yang dicopot. Menurut Sudirman, dicopotnya pegawai KPK dengan cara yang tidak menjaga martabat eks pegawai KPK itu.

"Tetapi yang terjadi adalah dalam keadaan demikian justru KPK dipereteli kewenangannya dan para personel tangguhnya dipaksa keluar dengan cara-cara yang tidak menjaga martabat orang-orang itu. Kita bertanya di mana nalar publik kita?" katanya.

Tambang Batu Bara Tanpa Adanya Batasan

Hal senada dikatakan oleh Ketua Akademi Jakarta Seno Gumira Ajidarma. Dia menyampaikan usulan terkait isu-isu terkini yang dihadapi Indonesia.

"Usulan kami itu, ini sebetulnya hal sederhana, mungkin sekarang ditertawakan ya. Misalnya pendidikan, mbok dikembangkan pendidikan holistik, yang menajamkan kesadaran kritis, kecerdasan inovatif, dan pemanfaatan sumber budaya kita sendiri. Orang Indonesia itu tidak pernah kalah dengan budaya mana pun asal digali dan dipraktikkan, jangan minderan gitu loh jadi orang," ujar Seno.

Sastrawan itu kemudian menyinggung pendidikan seni. Dia lalu mengaitkan kepekaan terhadap seni, lantas membuat peka dengan keadaan sekitar.

"Ini tidak untuk menjadikan siapa pun seniman, jangan salah itu, tapi untuk membuat kita itu menjadi manusia. Manusia apa sih kalau dengar musik malah pusing gitu? Ya kan? Saya kira kepekaan itu supaya tidak (hanya) peka terhadap seni, peka terhadap apa punlah. Pada suara daun kek, pada daun kek, dan apa pun di sekitar kita. Begitu tidak indah secara politik, sosial, dan budaya, kita harus segera aware soal ini," jelasnya.

Baca Juga: Anies-Ganjar Akan Temui Prabowo Usai Putusan MK, Ini Kata Sudirman Said

Seno juga menyampaikan usulan dari Akademi Jakarta mengenai lingkungan hidup. Seno mengkritisi tambang batu bara yang dilakukan tanpa adanya batasan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Lingkungan hidup tuh mikir, adanya batu bara, adanya minyak itu, apa iya sih untuk dikeruk sampai habis? Apa iya? Coba, ya setuju saja kalau nanam padi untuk dimakan, oke minyak pakai secukupnya. Tapi tidak dihabiskan total, nanti kita berhenti kalau kita sudah habis saja, kan tidak begitu. Kenapa? Karena keseimbangannya guncang," tuturnya.

Seno berharap sistem ekonomi itu menggunakan paradigma yang ekologis. Dia juga menyoroti ekonomi dikuasai oleh sedikit orang.

"Nah, ekonomi, paradigma ekonomi yang ekologis-lah. Sudah jangan mikir ngeruk-ngeruk lagi. Pikir yang lainlah, masih kurang kreatif kita ini. Memang kalau keuntungan sebanyak-banyak dalam seketika sekarang juga sebesar-besarnya, untuk sedikit orang saja, ya tidak bisa. Saya kira ini justru menantang kecerdasan kita kok. Gimana sejahtera itu bersama, sekarang bukan sejahtera lagi, survive bersama, sudah di situ sekarang ini," sebutnya.

Menurut Seno, semua permasalahan itu bisa diselesaikan dengan nalar. Dia juga berharap masyarakat memiliki sikap kritis.

"Saya kira nalar beres, semua beres, tapi alangkah susahnya kita, pasti ada satu bawah sadar yang buruk karena tidak lagi terkontrol, tidak lagi terkendali sehingga berlanjut menjadi apa yang kita alami semua ini. Saya akhiri semua ini dengan doa, semoga kita tetap kritis," tutur dia.

Politik Indonesia Terjebak Kepentingan

Sementara itu, founder lembaga survei KedaiKOPI Hendri Satrio menyebut politik Indonesia saat ini terlalu dalam terjebak pada hal yang bersifat kepentingan. Dia kemudian memberikan contoh dengan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).

"Kita memang terjebak ke dalam, politik kita terjebak terlalu dalam hal-hal yang bersifat kepentingan. Misalnya pada saat kita berdiskusi pada saat pemindahan ibu kota, yang ada adalah kepentingan, persis seperti yang tadi Mas Seno katakan, kepentingan sesaat, bagi DPR 'yang penting saya sudah selesaikan pembangunan ini, terserah eksekutif nanti bagaimana'," tutur Hensat sapaan akrabnya.

Baca Juga: Hendri Satrio: Gugatan ke MK Cocok untuk Duga Kecurangan!

"Mungkin bagi Pak Jokowi juga demikian ya, 'yang penting saya sudah meninggalkan legacy untuk bangsa ini dan ada undang-undangnya, kalau kemudian pemimpin di depan sana setelah saya tidak akan melanjutkan pemindahan ibu kota, yang mungkin terserah mereka', mudah-mudahan saya salah," imbuhnya.

Menurut Hensat mengenai IKN itu telah menggugah nalar publik begitu jauh. Hensat kemudian menyinggung hal yang tak biasa kemudian dianggap menjadi biasa.

"Nah, hal-hal ini sebetulnya menggugah nalar publik begitu jauh, terlepas dari beberapa hal yang kemudian muncul secara tiba-tiba, yang kemudian menjadi hal yang dianggap biasa, saya sih nggak menganggap biasa, tapi namanya korupsi itu lama-lama menjadi biasa," katanya.

Hensat menilai, saat berbicara politik, selalu ada kaitannya dengan kekuasaan. Begitu pula dengan nalar publik, menurut Hensat, nalar publik biasanya terhenti pada hal-hal yang bersifat kepentingan.

"Karena pada saat kita berbicara politik dan ada kaitannya dengan kekuasaan, nalar publik biasanya terhenti pada hal-hal yang sifatnya kepentingan-kepentingan publik itu. Begitu kita kita bicara kepentingan publik, kepentingannya akan menjadi kepentingan masing-masing," pungkasnya.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU