Optika.id - International Chambers of Commerce (ICC) Singapore atau putusan arbitrase internasional menjatuhkan denda ratusan miliar rupiah ke Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Republik Indonesia terkait soal sewa satelit. Tak terima dengan putusan itu, Kemhan mengajukan perlawanan dengan menggugat putusan ICC Singapura itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Perlawanan itu tertuang dalam gugatan yang dilansir website PN Jakpus, Minggu (13/2/2022). Gugatan itu mengantongi nomor 64/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst dengan tergugat Navayo International AG dan Hungarian Exsport Credit Insurance PTE LTD. Berikut permohonan Kemhan:
Baca Juga: Kemenangan Prabowo = Kebangkitan Orde Baru?
1. Menerima Gugatan Perlawanan Pelawan untuk seluruhnya dan menyatakan bahwa Gugatan Perlawanan Pelawan adalah tepat dan beralasan;
2. Menyatakan bahwa Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 83/2021.Eks jo. Putusan Arbitrase Internasional - International Chambers of Commerce (ICC) tanggal 22 April 2021 Nomor 20472/HTG jo. Nomor 14/ARB-INT/2021/PN.JKT.PST tanggal 30 Desember 2021 Penetapan No:103/2015.eks jo. Putusan Arbitrase Internasional-Putusan Sela Final (Interim Final Award) tanggal 26 Maret 2014 dan Putusan Final (Final Award) tanggal 28 Mei 2014 Jo No 07/PDT/ARB-INT/2015/PN.JKT.PST tidak dapat dieksekusi batal demi hukum.
3. Menyatakan bahwa Putusan Arbitrase Internasional - International Chambers of Commerce (ICC) tanggal 22 April 2021 Nomor 20472/HTG tidak dapat diakui dan tidak dapat dilaksanakan.
4. Menghukum Para Terlawan untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul dalam perkara ini.
Diketahui, kasus bermula saat Satelit Garuda-1 keluar dari slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia pada 19 Januari 2015 . Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit. Apabila tidak dipenuhi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.
Untuk mengisi kekosongan pengelolaan slot orbit 123 derajat BT itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memenuhi permintaan Kemenhan untuk mendapatkan hak pengelolaan slot orbit 123 derajat BT guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).
Baca Juga: Kekuatan Orde Baru Sudah di Pusat Pemerintahan Republik Indonesia
Singkat cerita, Kemhan meneken kontrak dengan sejumlah vendor, yaitu Avanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat meskipun belum tersedia anggaran. Akhirnya Avanti dan Navayo pun menggugat pemerintah Indonesia. Mahfud menyebut sejauh ini negara diwajibkan membayar kepada dua perusahaan itu dengan nilai ratusan miliar rupiah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Kemudian Avanti menggugat pemerintah di London Court of International Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani sehingga pada 9 Juni 2019 Pengadilan Arbitrase di Inggris menjatuhkan putusan yang berakibat negara membayar untuk sewa satelit Artemis ditambah dengan biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling sebesar Rp 515 miliar. Jadi negara membayar Rp 515 miliar untuk kontrak yang tidak ada dasarnya," kata Menko Polhukam Mahfud MD pada 13 Januari 2021.
"Nah, selain dengan Avanti, pemerintah baru saja diputus oleh arbitrase di Singapura untuk membayar lagi nilainya sampai sekarang itu 20.901.209 dolar (USD) kepada Navayo, harus bayar menurut arbitrase. Ini yang 20 juta ini nilainya Rp 304 (miliar)," imbuh Mahfud Md.
Kasus ini sudah diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menemukan apakah ada unsur pidananya atau tidak. Sejumlah nama sudah dipanggil Kejagung, salah satunya mantan Menkominfo Rudiantara.
Baca Juga: Kemana Prabowo Bakal Bawa Demokrasi Indonesia?
"Saksi yang diperiksa yaitu R selaku Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Periode 2014-2019, dan sebagai pemegang hak pengelolaan filling (HPF) Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT), diperiksa terkait Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015 s/d 2021," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangannya, Jumat (11/2/2022). Leonard menyebut Rudiantara sekaligus pemegang hak pengelola filling (HPF) Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT).
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi