Optika.id - Rusia melakukan invasi terhadap Ukraina yang dideklarasikan pada Kamis, (24/2/2022). Atas hal itu, Kemenkumham RI langsung mengambil langkah strategis untuk mengamankan warganya dengan menyiapkan paspor khusus bagi 140 WNI di Ukraina.
"Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah menyiapkan langkah dari perspektif tugas keimigrasian guna mempermudah akses lalu lintas WNI di berbagai perbatasan internasional. Dalam fungsi Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM, telah mempersiapkan diri menghadapi kontinjensi dalam rangka evakuasi WNI dari Ukraina," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkumham, Andap Budhi Revianto dalam keterangannya, Jumat (25/2/2022).
Baca Juga: KTT Ukraina Terus Mengupayakan Konsensus, Tapi...
Dalam kondisi normal, setiap orang diwajibkan memiliki paspor. Tetapi dalam situasi kontinjensi, bisa saja paspor itu hilang ataupun rusak.
"Dalam situasi kontinjensi, paspor bisa saja rusak, hilang, atau tertinggal karena kedaruratan. Dalam kondisi tersebut, Imigrasi nanti akan mengeluarkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) sebagai pengganti paspor," terangnya.
Andap kemudian menjelaskan, SPLP hanya bisa berlaku untuk sekali jalan. Setelah kembali ke Indonesia, WNI pemegang SPLP harus mengurus kembali penggantian paspornya yang hilang/rusak dalam keadaan kontinjensi.
SPLP ini sendiri, aturannya tertuang dalam UU No 6/2011 tentang Keimigrasian. Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa SPLP adalah dokumen pengganti paspor yang diberikan dalam keadaan tertentu yang berlaku selama jangka waktu tertentu jika paspor biasa tidak dapat diberikan.
"Imigrasi Kemenkumham bertanggung jawab atas perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, serta pengamanan blanko paspor di dalam dan luar Indonesia. Pada perwakilan Indonesia di luar negeri yang tidak terdapat Atase atau Konsul Imigrasi, maka kewenangan tersebut dilimpahkan kepada pejabat dinas luar negeri yang ditunjuk," tukasnya.
Menurut Andap, rencana ini merupakan wujud kepedulian pemerintah melalui Kemenkumham akan perlindungan terhadap WNI di manapun berada, dan berapapun jumlahnya.
"Jadi jangan lihat apa dan berapa atau siapa mereka. Siapa pun dia, selama tercatat sebagai WNI, Pemerintah ini berkepentingan melindungi keselamatannya meskipun jumlahnya hanya satu orang," tutup Andap.
Diketahui, beberapa negara telah memberikan peringatan agar warga negaranya meninggalkan Ukraina atau area-area konflik yang diperkirakan menjadi pusat peperangan.
Menlu AS Ungkap Bukti Rusia Ingin Kepung Kiev
Baca Juga: Bukan Kemenkumham, Pelaku Pungli Rutan KPK Berinisial H Berasal dari Lembaga Ini
Sementara itu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mengungkapkan, bukti-bukti yang ada menunjukkan Rusia bermaksud mengepung dan mengancam Kiev, ibu kota Ukraina, usai melancarkan serangan ke negara tetangganya itu. Blinken juga menuduh Rusia memiliki rencana-rencana yang disinyalir akan memicu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara luas di Ukraina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"Semua bukti menunjukkan bahwa Rusia bermaksud untuk mengepung dan mengancam Kiev, dan kami meyakini Moskow telah mengembangkan rencana untuk memicu pelanggaran HAM secara luasdan berpotensi lebih buruk terhadap orang-orang Ukraina," ungkap Blinken, Jumat (25/2/2022).
Blinken tidak menjelaskan lebih lanjut soal tindakan yang 'berpotensi lebih buruk' yang mungkin dilakukan Rusia terhadap rakyat Ukraina. Pernyataan Blinken itu disampaikan dalam rapat khusus Organisasi Keamanan dan Kerja Sama di Eropa (OSCE) pada Kamis (24/2/2022) waktu setempat.
"Tindakan Rusia merupakan penghinaan terhadap demokrasi, terhadap HAM, terhadap kesusilaan manusia," sebut Blinken dalam pernyataannya yang disampaikan secara virtual.
"Selama berbulan-bulan, Rusia terlibat dalam kepura-puraan diplomasi sambil bersikeras menyatakan mereka tidak berniat menginvasi Ukraina. Sementara itu, Kremlin mempersiapkan serangan berdarah dingin ini, yang skalanya belum pernah terlihat di Eropa sejak Perang Dunia II," imbuhnya.
"Anggota organisasi ini dan seluruh komunitas internasional sekarang dengan jelas melihat pengabaian dan pelepasan sepenuhnya dari Rusia atas komitmen-komitmen yang dibuatnya kepada dunia, dan kita tidak akan pernah melupakannya," tegas Blinken.
Baca Juga: Rusia: Ukraina Kembali Serang dengan Drone dan Rudal
Diketahui, baik Rusia maupun Ukraina sama-sama negara peserta OSCE. Sebelumnya, otoritas Ukraina diketahui telah menutup wilayah udaranya untuk pesawat sipil. Menlu Ukraina Dmytro Kuleba sebelumnya mengatakan dalam postingan di Twitter bahwa negaranya menghadapi "invasi skala penuh".
Pada Kamis (24/2/2022) tengah malam, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengungkapkan bahwa sedikitnya 137 tentara Ukraina tewas sejak invasi Rusia dimulai pada Kamis (24/2/2022) pagi waktu setempat. Sekitar 316 tentara lainnya dilaporkan mengalami luka-luka.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi