Elite Politik Diminta Bahas Isu Substansial daripada Penundaan Pemilu!

author Seno

- Pewarta

Senin, 28 Feb 2022 22:44 WIB

Elite Politik Diminta Bahas Isu Substansial daripada Penundaan Pemilu!

i

kotak-suara-kpu--antaranews

Optika.id - Sekretaris Jenderal Partai Gelora (Gelombang Rakyat) Indonesia Mahfuz Sidik meminta elite politik yang berada di lingkaran legislatif lebih membahas isu substansial dan dirasakan rakyat ketimbang berbicara penundaan pemilu.

Menurut Mahfuz, elite politik di legislatif bisa mengurusi kenaikan harga komoditas pangan yang terjadi sejak akhir 2021 hingga awal 2022.

Baca Juga: Kunjungan Mendikdasmen ke PBNU: Sinergi untuk Pendidikan Lebih Baik

"Tidak usah berpikir penundaan Pemilu, selesaikan saja kasus minyak goreng atau selesaikan kasus tahu dan tempe," kata Mahfuz melalui keterangan persnya, Senin (28/2/2022).

Mantan anggota DPR RI ini, menyebut publik harus diberikan mitigasi mengenai cara mengatasi tekanan ekonomi saat ini. Bukan sebaliknya, diberikan pikiran tidak logis yang bisa memicu krisis sosial dan politik seperti wacana penundaan Pemilu 2024.

"Saat ini begitu banyak kepentingan global yang bermain, begitu kita ada krisis sosial dan krisis politik, kekuatan global akan masuk ke Indonesia untuk memainkan situasi," tutur Mahfuz.

Dinilai Kemunduran Demokrasi!

Wacana penundaan pemilihan umum 2024 dinilai punya banyak konsekuensi. Jika itu benar terjadi, maka bisa menjadi kemunduran demokrasi dan mencederai amanat reformasi di Indonesia.

"Pertama pasti akan mengganggu sirkulasi kepemimpinan, di mana juga akan mencederai amanat reformasi yang telah dijalankan selama ini, bahwa maksimum masa jabatan presiden adalah dua kali (setiap 5 tahun)," ujar Pakar Hukum Tata Negara Universitas Hasanuddin (Unhas), Aminuddin Ilmar dalam keterangannya, Senin (28/2/2022).

Menurutnya, dengan dilakukannya penundaan di Pemilu 2024 maka akan mengganggu sistem lain, misalnya pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Hal ini dinilai akan sangat berimplikasi dan bisa menimbulkan persoalan lain.

Lagi pula, Ilmar mengatakan penundaan Pemilu harus punya legitimasi. Sementara legitimasi tersebut harus didasarkan pada amandemen perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Mungkin saja itu bisa dilakukan tapi bagi saya sebenarnya itu akan mencederai proses demokrasi yang sedang kita jalankan. Adapun berbagai alasan, argumentasi, bahwa keadaan ekonomi, pandemi, dan juga kinerja presiden bagus, itu bukan alasan menurut saya. Persoalan dasarnya kita sudah membangun proses demokrasi sedemikian rupa. Masa kita harus mundur lagi ke belakang dengan hanya berdasarkan argumentasi yang menurut saya tidak bisa diterima secara logika," jelasnya.

Dampak terburuk dari penundaan Pemilu ini pun disebut bisa menimbulkan ketikdakpatuhan rakyat terhadap demokrasi. Sebab mereka bisa saja mengambil contoh dari kebijakan-kebijakan segelintir elite politik yang sedang berkuasa.

"Sistem aturan kita itu sudah kita sepakati bersama bahwa masa jabatan itu tetap tidak boleh berubah-ubah, hanya karena kepentingan segelintir orang, kepentingan kelompok, kepentingan rezim tertentu," tandasnya.

Elite Politik Diminta Biarkan Jokowi Turun Husnul Khotimah

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas meminta kepada elite politik untuk membiarkan Presiden Joko Widodo turun dengan husnul khotimah. Hal ini sebagai respons elite politik mulai menyuarakan perpanjangan periode kepemimpinan Jokowi.

"Oleh karena itu kepada para politisi yang masih punya moral dan hati nurani janganlah kalian tega menjerumuskan Pak Jokowi kepada hal-hal yang tidak kita inginkan," kata Anwar dalam keterangannya, Senin (28/2/2022).

Anwar mengatakan Jokowi telah menyatakan dengan tegas untuk menolak rencana tiga periode atau tambah masa jabatan Presiden.

"Biarkanlah beliau mengakhiri masa jabatannya dengan husnul khotimah karena memang sudah habis waktu bagi beliau untuk memimpin negeri ini sesuai dengan ketentuan konstitusi yang ada yaitu dua periode," ucapnya.

Baca Juga: Meneropong Pilkada Sidoarjo: Ujian Kepercayaan Publik

Bahkan Menko Polhukam, Mahfud MD pun, lanjut Anwar, mengatakan praktek korupsi pada hari ini jauh lebih dahsyat dari zaman orde baru. Karena di zaman orde baru hanya ada korupsi di lembaga eksekutif, namun pada hari ini sudah menjalar ke lembaga legislatif dan yudikatif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Saya rasa Mahfud MD hanya menyampaikan apa yang ada dan apa adanya. Semua rakyat juga sudah tahu hal demikian karena di era digital ini rakyat sudah pada melek dan tidak lagi bisa dibohongi karena lewat informasi yang ada yang bisa mereka akses mereka sudah tahu tentang apa yang sedang terjadi di negeri ini," ujarnya.

Menurutnya, jika seandainya dukungan kepada Jokowi masih sangat besar harus tetap disyukuri. Jokowi dapat turun dari jabatannya dengan terhormat dan disambut dengan derai airmata rakyatnya yang menangis karena sedih akan berpisah dengan pemimpin yang dicintainya.

"Untuk itu hal ini hendaknya benar-benar menjadi perhatian kita bersama sebagai anak negeri yang memang cinta dan sayang kepada bangsa dan negaranya dengan sepenuh hati dan dengan seluruh jiwa raganya," tukasnya.

Perlu Dibahas Bersama

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf, mengatakan perlu dilakukan adanya dialog secara bersama-sama untuk membahas mengenai usulan penundaan Pemilu 2024 tersebut.

Mengingat, sambungnya, ada beragam persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam beberapa waktu terakhir.

"Ada usulan penundaan pemilu dan saya rasa ini masuk akal, mengingat berbagai persoalan yang muncul dan dihadapi bangsa ini," kata Gus Yahya di Pondok Pesantren Darussalam Pinagar, Pasaman Barat, Sumatera Barat, Minggu (27/2/2022).

Gus Yahya menuturkan, usulan penundaan Pemilu 2024 ini dapat didudukkan bersama oleh seluruh pihak untuk mencari solusi terbaik bagi bangsa ini.

Baca Juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!

"Nanti kita lihat apa saja yang perlu dilakukan untuk mengurangi beban bangsa ini," ujarnya.

Dia menyebut, banyak cobaan yang datang bertubi-tubi dan musibah yang harus dihadapi, namun hal itu tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga dirasakan di seluruh dunia.

Di Indonesia, musibah yang terjadi yaitu mulai dari pandemi COVID-19, banjir beberapa waktu lalu, serta gempa bumi pada saat ini.

"Memang keadaan yang sulit bukan hanya Indonesia, namun dunia. Kunci menghadapinya harus luwes dan ulet, supaya bisa mengatasi beban yang ada," katanya.

Apalagi, lanjut Gus Yahya, saat ini pemerintah daerah juga terus menyesuaikan diri dengan APBD karena persoalan bencana tidak terjuklak dengan baik dan harus disesuaikan.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU