Optika.id - Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengkritisi statement Menko Marves (Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi) Luhut Binsar Panjaitan yang menyebut penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 merupakan aspirasi masyarakat.
Dia meminta, elite politik tak mengklaim adanya big data yang mendukung penundaan tersebut. Menurutnya yang dilontarkan para elite politik adalah sebuah pemufakatan jahat.
Baca Juga: Meneropong Pilkada Sidoarjo: Ujian Kepercayaan Publik
Usulan penundaan pemilu 2024, lanjutnya, menambah beban masyarakat. Dia menegaskan, hal tersebut adalah pemufakatan jahat demi melancarkan kekuasaan oligarki.
"Penundaan pemilu atau pembatalan pemilu 2024. Jadi begini kita melihat bahwa ini adalah sebuah pemufakatan jahat untuk melanggengkan kekuasaan dengan segala cara," ucap AHY dalam pelantikan pengurus DPD Partai Demokrat DKI Jakarta dan Maluku Utara di Kemayoran, Jakarta, Selasa (15/3/2022).
"Jangan kita membiarkan ada mereka yang memanipulasi suara rakyat, memanipulasi data, dan informasi. Jangan mempermainkan suara rakyat," imbuhnya.
Dia mengatakan salah satu hasil survei yang menyatakan 62,3 persen publik tak setuju penundaan Pemilu 2024. Alasan pemulihan ekonomi nasional dan pembangunan ibu kota negara (IKN) tak dapat dijadikan alasan untuk menunda kontestasi.
Apalagi, berdasarkan hasil survei dari berbagai lembaga seperti Litbang Kompas dan Lembaga Survei Indonesia, mayoritas rakyat Indonesia menolak wacana penundaan Pemilu 2024.
"Dari yang disurvei, 62,3 persen tidak setuju penundaan Pemilu. Cuma 10,3 persen yang setuju," ucap dia.
Lebih lanjut, data Litbang Kompas juga menunjukkan sebesar 25,1 persen responden menyatakan tidak masalah dan 2,3 persen responden mengatakan tidak mengetahui wacana tersebut.
Adapun terkait dengan hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia mengenai alasan penundaan Pemilu, sebesar 70,7 persen responden menyatakan tidak setuju apabila Pemilu ditunda akibat Covid-19.
Kemudian sebesar 68,1 persen responden menyatakan tidak setuju Pemilu ditunda akibat pemulihan ekonomi, dan 69,6 persen responden menolak Pemilu ditunda akibat alasan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
"Cuma 10,3 persen yang setuju itu pun mungkin dibayar. Apa pun alasannya 70-an sekian persen tidak setuju, jadi rakyat yang mana, big data katanya banyak sekali di jagat maya," ujar AHY.
Amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, kata AHY, memang bukan merupakan sesuatu yang haram. Namun, jika langkah tersebut dilakukan untuk menunda Pemilu 2024 dinilainya sebagai bentuk pengkhianatan terhadap reformasi.
"Konstitusi bukan kitab suci tetapi juga jangan dipermainkan, katanya suara rakyat, suara rakyat yang mana? Kalau kemudian direkayasa sedemikian rupa untuk melanggengkan kekuasaan, ini yang tidak benar. Itu belum tentu suara organik. Buzzer emangnya nggak bekerja? ucapnya.
Awalnya, pada orasi itu AHY menyoroti soal kondisi sosial ekonomi di Tanah Air. Dia pun menyinggung sejumlah permasalahan ekonomi saat ini. Salah satunya, soal kelangkaan minyak goreng.
"Kondisi real sosial ekonomi saat ini, pengangguran, kemiskinan, ketimpangan, minyak goreng? Naik harganya? Langka? Ada yang ngantre enggak di sini? Harga daging sapi, tarif tol, listrik, BBM?" kata AHY.
"Mari sudahi wacana-wacana liar penundaan Pemilu ini. Fokus pada urusan-urusan kondisi sosial dan ekonomi saat ini," imbuhnya.
Ia menegaskan penolakan Partai Demokrat terhadap usulan penundaan Pemilu 2024 karena bertentangan dengan konstitusi, semangat reformasi, dan demokrasi
Oleh karena itu, AHY mengajak masyarakat untuk menegakkan nilai-nilai demokrasi dan semangat reformasi untuk menolak wacana penundaan Pemilu 2024.
"Kita ingin menjadi Indonesia Emas 2045. Mari kita benar-benar mawas diri, menjaga agar jangan sampai terjadi kemunduran demokrasi yang akan kita sesali selamanya," tutupnya.
Baca Juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!
Luhut Angkat Bicara
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebelumnya, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan buka suara terkait big data yang diklaimnya berisi suara 110 juta pengguna media sosial ingin pemilu 2024 ditunda. Dia mengklaim data itu benar ada, namun tidak ingin membukanya ke publik.
"Ya pasti ada lah, masak bohong. Ya janganlah, buat apa dibuka?" kata Luhut dalam keterangannya, Selasa (15/3/2022).
Luhut tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai big data itu. Menurutnya, teknologi saat ini sudah berkembang dengan pesat.
"Gini, sekarang teknologi itu sudah berkembang dengan pesat ya, jadi itu yang saya bisa bilang," kata dia.
Luhut kemudian mengungkap alasan wacana penundaan pemilu itu mengemuka. Luhut mengatakan dia mendapat beberapa keluhan dari masyarakat mengenai pemilu.
"Kalau saya, saya hanya melihat di bawah, saya kan sudah sampaikan, kok rakyat itu nanya, yang saya tangkap ini ya, saya boleh benar boleh nggak benar, 'Sekarang kita tenang-tenang kok', yang kedua 'kenapa duit segitu besar' kan banyak itu mengenai pilpres mau dihabisin sekarang, 'mbok nanti loh, kita masih sibuk kok dengan COVID, keadaan masih begini' dan seterus-seterusnya, itu pertanyaan. 'Kenapa mesti kita buru-buru?', 'kami capek juga dengan istilah kadrun lawan kadrun', kayak gitu, istilah yang dulu itu lah. Kita mau damai, itu aja sebenarnya," kata dia.
Luhut mengatakan usul penundaan pemilu adalah salah satu bagian dari demokrasi. Dia mengatakan usulan itu akan melalui proses di DPR hingga MPR.
"Itu kan semua berproses, kalau nanti prosesnya jalan sampai ke DPR ya bagus, DPR nggak setuju ya berhenti, kalau sampai di DPR setuju sampai ke MPR nggak setuju, ya, berhenti, ya itulah demokrasi kita, kenapa mesti marah-marah? Ada yang salah?" sebutnya.
Luhut kemudian menjawab isu mengenai dirinya memanggil petinggi parpol mengenai wacana penundaan pemilu ini. Luhut membantah hal itu.
Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
"Nggak ada," jawab Luhut saat ditanya apakah dia memanggil petinggi partai politik seperti dilansir detik.
Diketahui, big data ini disampaikan Luhut dalam podcast #closethedoor di channel YouTube Deddy Corbuzier, seperti dilihat Optika.id, Jumat (11/3/2022). Dalam perbincangannya dengan Deddy, Luhut menjelaskan pihaknya memiliki big data yang isinya merekam aspirasi publik di media sosial soal Pemilu 2024.
"Karena begini, kita kan punya big data, saya ingin lihat, kita punya big data, dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 110 jutalah," kata Luhut.
Dari data tersebut, Luhut menjelaskan, masyarakat kelas menengah ke bawah ingin kondisi sosial politik yang tenang. Masyarakat, kata Luhut, tak ingin gaduh politik dan lebih menginginkan kondisi ekonomi ditingkatkan.
"Kalau menengah ke bawah ini, itu pokoknya pengin tenang, pengin bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin. Kemarin kita kan sakit gigi dengan kampret-lah, cebong-lah, kadrun-lah, itu kan menimbulkan tidak bagus. Masa terus-terusan begitu," ujarnya.
Masih dari big data yang diklaim Luhut, dia mengatakan rakyat Indonesia mengkritisi dana Rp 100 triliun lebih untuk Pemilu 2024. Dana ratusan triliun ini memang diajuka KPU kepada DPR-pemerintah.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi