Optika.id Probolinggo: Bupati Probolinggo terseret kasus dugaan jual jabatan ke Seketeris Desa (Sekdes). Puput bersama dengan suaminya telah di tetapkan tersangka oleh KPK.
"Adapun tarif untuk menjadi pejabat kepala desa sebesar Rp20 juta ditambah dalam bentuk upeti penyewaan tanah kas desa dengan tarif Rp5 juta/hektare," katanya saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, mengutip dari Antara, Selasa (31/8/2021) dini hari.
Baca Juga: Ade Armando Diburu Mayarakat Yogyakarta Gegara Pernyataan Politik Dinasti
Uang mahar itulah yang diduga membuat Puput Tantriana Sari ditangkap KPK pada Senin (30/08/2021) dini hari.
KPK berhasil menyita uang sebanyak Rp. 360 juta dari tangan puput selaku Bupati Probolinggo. Ia juga berhasil mengungkap delapan pejabat tingkat Kecamatan yang ikut tersengkut kasus ini.
"Ada 10 orang yang diamankan sejauh ini. Di antaranya kepala daerah dan beberapa ASN Pemkab Probolinggo dan pihak terkait," ujar Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangan tertulis, Senin (30/8/2021)
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) KPK, Tantri memiliki harta dan bangunan senilai Rp2.163.000.000, alat transportasi dan mesin Rp100.000.000, harta bergerak lainnya Rp797.165.100, surat berharga Rp4.500.000, kas dan setara kas Rp2.459.101.806
Baca Juga: Publik Masih Menormalisasi Politik Dinasti, Kenapa?
Satu sisi politik dinasti sangat rentan potensi terjadinya korupsi, abuse of power yaitu penyalah gunaan kekuasaan yang kurang baik ujar pak Fahrul (30/08/21)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk pemilihan Kepala desa serentak II di wilayah probolinggo mengalami pengunduran dari jadwal yang sudah di rencanakan, yakni menjadi tanggal 09 September 2021, dari yang awalnya 21 Desember 2021.
"Untuk mengisi kekosongan jabatan kepala desa tersebut, maka akan diisi oleh penjabat kepala desa yang berasal dari para ASN di Pemkab Probolinggo dan untuk pengusulannya dilakukan melalui camat," kata Alexander (3/08/21)
Baca Juga: Campur Tangan Jokowi dalam Bangun Trah Dinastinya Sendiri
"Saya kira ini fenomana umum yang belum bisa dihindari oleh para politisi kita bahwa sebuah jabatan itu sebuah pengabdian bukan yg lain. Tantangan para elit politik yg berkuasa harus bisa meghindari conflict of interest. elit memang kecenderungannya pro status quo, apalagi elit yg sdh membentuk dinasti pasti sulit menerima perubahan atau orang di luar lingkarannya, sehingga mereka memiliki kecenderungan untuk korup." ujar pak Ali (31/08/21)
(Mei)
Editor : Pahlevi