RA. KARTINI SANG INSPIRATOR PENERJEMAHAN AL-QUR'AN DI TANAH JAWA

author Seno

- Pewarta

Jumat, 22 Apr 2022 00:17 WIB

RA. KARTINI SANG INSPIRATOR PENERJEMAHAN AL-QUR'AN DI TANAH JAWA

i

IMG-20220421-WA0016

RA. Kartini Satu Guru dengan Pendiri Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama

Optika.id - April, adalah bulan yang istimewa bagi bangsa Indonesia, khususnya kaum perempuan. Karena pada tanggal 21 April diperingati sebagai hari lahir R. A. Kartini. Dia adalah pahlawan bagi para wanita, sekaligus sosok yang menginspirasi kaum hawa untuk berjuang dan meraih mimpi, seperti yang bisa dilakukan kaum pria.

Baca Juga: Mbah Maimoen: Cukup 4 Permintaan Kepada Allah SWT, Jangan Minta banyak, Apa Saja?

Dalam kaitannya dengan  Persaudaraan Muslimah (Salimah), salah satu keberhasilan R. A Kartini, terjadi setelah dia nyantri kepada Kyai Sholeh Darat dari Semarang. Kyai Sholeh Darat adalah guru dari KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah dan KH. Hasyim Asyari pendiri Nahdlatul Ulama.

R. A. Kartini dengan K. H. Ahmad Dahlan dan K. H Hasyim Asyari, berasal dari satu guru yang sama. yakni sama sama sebagai santri Kyai Sholeh Darat Semarang Tengah.

Dan setelah mendapat pencerahan dari Kyai Soleh Darat, serta mengalami Dinamika panjang Kartini berhasil menciptakan sebuah buku berjudul Habis Gelap terbitlah Terang yang melegenda hingga saat ini,

Selain pemikiran tentang emansipasi dan kesetaraan bagi perempuan, di dalam buku itu Kartini juga menyampaikan perjalanannya dalam mendalami Islam.

Kartini sempat gelisah karena kesulitan ketika belajar mengaji. Sebab, dia sama sekali tidak diajarkan untuk memahami makna setiap ayat dalam Al-Qur'an.

"Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya? Al-Qur'an terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab. Di sini, orang belajar Al-Qur'an tapi tidak memahami apa yang dibaca. Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?," tulis Kartini dalam surat kepada seorang aktivis perempuan Belanda, Stella Zeehandelaar bertanggal 6 November 1899 dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang.

Jalan Kartini untuk mempelajari makna Al-Qur'an mempertemukannya dengan Muhammad Sholeh al Samarani atau dikenal dengan nama KH Sholeh Darat atau Mbah Sholeh Darat.

Kyai Sholeh saat itu merupakan seorang ulama yang dikenal di Jawa. Dia mempelajari ilmu tasawuf, fiqih, dan ilmu falak dari para ulama di Jawa dan juga ke Mekah. Dia membina pondok pesantren Darat di kawasan Darat, Semarang Utara, Jawa Tengah.

Perjumpaan Kartini dengan Kyai Sholeh Darat terjadi dalam kegiatan pengajian di rumah sang paman, Pangeran Ario Hadiningrat, yang saat itu merupakan Bupati Demak. Ketika itu Kyai Sholeh memberikan ceramah tentang makna Surat Al-Fatihah.

Sebelum pulang, Kartini diceritakan meminta kepada sang paman untuk dipertemukan dengan Kyai Sholeh. Dalam dialog, Kartini mengatakan baru mendengar makna dari Surat Al-Fatihah dari penjelasan sang kyai.

Dengan membaca kitab terjemahan yang diberikan sang kyai membuah Kartini mengalami perjalanan spiritual. Hal itu terungkap dalam surat Kartini kepada Jacoba Maria Petronella Nellia Porreij van Kol, yang merupakan istri dari politikus sosialis Belanda, Henri Hubert van Kol.

Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama yang disukai," tulis Kartini dalam surat tertanggal 21 Juli 1902.

RA Kartini Sang Inspirator Penerjemahan Al-Qur'an Di Tanah Jawa

DOOR DUISTERNIS TOT LICHT

"Perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya? Kartini membuka dialog.

Kyai Sholeh tertegun. Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian? Kyai Sholeh balik bertanya.

Baca Juga: Kartini Zaman Now

Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Al Quran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku, ujar Kartini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?

Kartini telah menggugah kesadaran Kyai Sholeh untuk melakukan pekerjaan besar; menerjemahkan Alquran ke dalam Bahasa Jawa.

Kiai Sholeh Darat pun memutuskan untuk melanggar aturan Belanda saat itu yang tak mengijinkan penerjemahan Al Quran ke dalam bahasa Jawa. Untuk menutupinya, Sang Kiai menerjemahkan Al Quran dengan menggunakan tulisan Pegon, huruf yang dipakai adalah bahasa Arab namun bahasa yang dituliskan adalah bahasa jawa. Kitab tafsir dan terjemahan Quran ini diberi nama Kitab Faidhur-Rohman, tafsir pertama di Nusantara dalam bahasa Jawa dengan aksara Arab pegon.

Tak lama setelah itu, RA Kartini menikah dengan R.M. Joyodiningrat, seorang Bupati Rembang. Sebagai penghargaan dan dengan semangat dakwah, kitab tafsir tersebut dihadiahkan kepada RA Kartini.

Salah satu tafsir ayat yang menggugah hati RA Kartini dan senantiasa diulang-ulangnya dalam berbagai suratnya kepada sahabat penanya di Belanda adalah surat Al Baqarah ayat 257.

Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).

Kalimat: "minazhzhulumaati ilannuur" yang dalam bahasa belanda Door Duisternis Tot Licht itu sebenarnya berarti dari kegelapan menuju cahaya bukan habis gelap terbitlah terang.

RA Kartini ditakdirkan Allah tak berumur panjang, setahun setelah menikah, beliau dipanggil Ilahi beberapa hari setelah melahirkan anak pertamanya. Namun, di hari-hari terakhirnya, dakwah islam yang diikutinya serta cahaya yang dibawa oleh terjemahan Al Quran karya Kiai Sholeh Darat telah mulai menyinari hati dan kehidupannya.

Baca Juga: Dialog Interaktif Perempuan hingga Festival Takjil Khas Lamongan Ramaikan Bazar Ramadhan Megilan

Dalam surat kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902, putri bupati rembang ini menulis:

"Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai."

Lalu dalam surat ke Ny Abendanon, bertanggal 1 Agustus 1903, RA Kartini menulis;

"Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah."

Untuk Ibu Kartini dan semua wanita Indonesia Selamat Hari Kartini :

(Dikutip dari berbagai Sumber)

Oleh: M.Roissudin

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU