Optika.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) melayangkan kritik keras kepada Polri lantaran masih menerima AKBP Raden Brotoseno sebagai anggota meskipun yang bersangkutan merupakan mantan narapidana kasus suap.
ICW memandang langkah Mabes Polri yang tidak kunjung memecat Brotoseno itu mencerminkan rendahnya semangat pemberantasan korupsi dalam tubuh Korps Bhayangkara. Mengingat Brotoseno telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan praktik korupsi dan dikenakan hukuman selama lima tahun penjara.
Baca Juga: Temuan ICW, 56 Caleg DPR RI Hingga DPRD Mantan Terpidana Korupsi
Kembalinya yang bersangkutan sebagai anggota kepolisian aktif menjelaskan semangat antikorupsi yang sangat buruk di institusi Polri, ujar Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/6/2022).
ICW menilai sikap kepolisian yang tidak kunjung membalas surat permintaan klarifikasi sejak Januari lalu juga terkesan memang ingin menutupi kembalinya Brotoseno ke Mabes Polri.
Padahal menurut ICW, pemecatan Brotoseno dari kepolisian seharusnya sudah tidak lagi dipersoalkan dan menjadi keputusan mutlak pasca penetapan vonis dari pengadilan. Hal itu juga dinilai telah termuat dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Republik Indonesia.
Dalam aturan tersebut secara jelas telah disebutkan bahwa Anggota Polri dapat diberhentikan tidak dengan hormat apabila dipidana penjara berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas kepolisian.
Dalam konteks Brotoseno, ICW memandang syarat pertama telah terpenuhi lewat putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman lima tahun penjara terhadap yang bersangkutan.
Sedangkan satu syarat lainnya atau yang kerap disebut sebagai sidang kode etik mestinya langsung memberhentikan Brotoseno karena ia melakukan kejahatan dalam jabatan dan telah dibuktikan saat proses persidangan, jelasnya.
Karenanya, ICW menilai alasan Polri terkait keaktifan Brotoseno karena telah divonis bebas pada tahun 2018 lalu terkesan dipaksakan dengan argumentasi yang sangat mengada-ngada.
Lantaran bersifat kontradiktif dengan poin pertama putusan etik Brotoseno yang menegaskan adanya perbuatan menerima suap dari tersangka saat ia menjabat sebagai Kepala Unit V Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri.
Baca Juga: Firli Mangkir Panggilan Polda, ICW Desak Ketua KPK Patuhi Proses Hukum
Pertanyaan lanjutannya, mengapa hasil putusan etik menyatakan Brotoseno terbukti melakukan perbuatan korupsi, lalu dalam kesempatan lain seolah-olah diabaikan dengan dalih pihak Penyuap telah divonis bebas, tuturnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Selain itu, ICW juga mempertanyakan alasan perilaku Brotoseno yang dinilai baik saat menjalani masa pemidanaan di lapas yang dijadikan sebagai salah satu pertimbangan. ICW menilai reward bagi terpidana yang berkelakuan baik bukanlah urusan Polri, melainkan Pemerintah melalui rekomendasi dari lapas.
Lebih jauh, pernyataan Brotoseno yang dinilai berprestasi selama menjalankan dinas di kepolisian pun dirasa janggal oleh ICW. Mereka memandang, yang seharusnya dipertimbangkan ialah substansi kejahatannya, bukan malah berkaitan dengan masa lalu Brotoseno.
Bagaimana mungkin seseorang yang menggunakan jabatannya untuk meraup keuntungan secara melawan hukum dianggap berprestasi, bukankah perbuatan itu justru merendahkan institusi Polri sendiri, ujarnya.
Terakhir, ICW juga mempertanyakan alasan Polri yang menyebutkan bahwa Brotoseno mendapatkan surat pertimbangan dari atasan dan dinilai layak untuk dipertahankan sebagai anggota Polri.
Baca Juga: Mahfud Tahu Lebih Dulu SYL Tersangka, ICW Sempat Kaget!
Menurutnya, Kadiv Propam Irjen Fredy Sambo memiliki kewajiban kepada publik untuk secara transparan menyampaikan atasan yang ia maksud itu.
Selain itu, pihak yang memberikan rekomendasi terhadap Brotoseno itu mestinya juga ditindak atau setidaknya diperiksa, perihal motif dan tujuannya mempertahankan Brotoseno, pungkasnya.
Reporter: Denny Setiawan
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi