Selera Sapiens

author optikaid

- Pewarta

Selasa, 07 Jun 2022 17:46 WIB

Selera Sapiens

i

Patung klasik Figurine Homo sapiens Klasisisme

[caption id="attachment_24843" align="alignnone" width="150"] cak wan (Iwan Iwao Dewanto)[/caption]

Optika.id - Persisnya, saya tidak tahu, kapan, hanya tahu dari katanya, katanya, Taman Eden itu, sebutan Jannah itu.. Senyatanya 'locus delicti'-nya dalam injakan kaki kita. Terletak di antara cincin api vulkanik, apit dua benua, dua samudra, matahari sepanjang waktu, semua orang "tauklaaah".

Baca Juga: Menelusuri Aktivitas Judi dari Masa ke Masa

SAPIENS, homo-luden (intelektual), homo-faber (teknologi-ekonomi), homo-poeta (spiritual-ketuhanan), homo-sapiens (mobilitas berjalan tegak), yang sangat paham dan mengerti asal usul komoditas, dan meng-identifikasi dengan topografi indah di wilayah bermain kita : Archipelago Nusantara. Untaian mutu manikam khatulistiwa.

Menjadi incaran, rebutan para penguasa "estabhlised" panggung pengaruh "dunya wal akhiroh".
Bangsa bangsa sebrang yang "sengit" dengan keberadaan Nusantara yang dijunjung oleh indigenous dengan kedalaman spritual : Ibu Pertiwi.
Dan "di-delete" klasifikasi, popularitas dan kualitasnya dari pasar destinasi oleh tangan tangan "begenjil".

Oleh karena dijuluki ejek-an : arkeolog Eugene Dubois, penemu manusia "jawa" pertama, Phitecantropus Erectus, di sekitar pinggiran sungai Bengawan Solo. Berwujud kera berjalan tegak sebelum masehi, dengan uji karbon benda purbakala.

Suatu kisah, akhirnya Colombus terdampar di Bahama Amerika latin, navigasi pelayarannya mengira sudah sampai di Nusantara, negeri misteri impian hijau biru, impian ratu Sheba, ratu Bilqis, ratu Salomo, ratu Tutankhamon, suatu laporan ekspedisi tempat di mana segala rempah rempah tumbuh asri. (seumur ketika kehormatan Mojopahit runtuh dirongrong oleh perebutan hukum-ekonomi-politik)

Orang pakai istilah Eden untuk kepatutan menegaskan perburuan, orang pakai permakluman Jannah untuk meyakinkan ke-sahih-an atas ke-dhoif-an untuk lebih meyakinkan, lebih dan lebih, orang pakai syurga untuk meng-awam-kan distribusi ceramah.
Tidak ada dialog, harus serba rambu rambu, feodal panutan, pengikut.
Kontra narasi dari sengak-nya ancaman Neraka".

Baca Juga: Mengenal Zionisme dan Hubungan Erat dengan Israel

Sang spesies tertinggi dalam piramida predator yang berjalan tegak di muka bumi ketika "termehek mehek" antara kekuasaan dan himbauan intimidatif janji teks langit. Dalam riwayatnya terbukti serakah, ya ingin berkuasa apa saja, ya merebut pasar langit.
Dalam "gremengan rakyat jelantah" :
"kedawan dungo, kakehan jalukan" (kepanjangan doa, kebanyakan permintaan).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Potongan "syurga" itu memiliki semua item yang sangat digandrungi dan dirahasiakan, oleh mindset kuliner kelas premium.
Saat naluri akuntansi-nya memutuskan eksekusi, dalam sekejap sembako migor menghilang, regulator investasi tidak berkutik menghadapi kartel. Semacam tes kejutan kepada kepemimpinan presiden Jokowi. Syukur dapat segera diantisipasi.
Suatu oportunitas yang harus dalam tata acara (table manner) dari faktor terbaik gugus konjungsi planet bumi.
Menjadi ajang pertarungan pelaku niaga, perebutan keuntungan deret digit.
Oleh karenanya, segala cara ditempuh. Bagi mental pemintas meraup rente, tidak mau repot, langsung saja eksploitasi jual mentahan (benih lobster). Berikut varian ikan laut ribuan jenis komoditas mahal.
Soal alam lingkungan rusak, gak ambil posing.
Sejak ibu Susi tidak lagi menjadi menteri kelautan, hantu hantu pukat gentayangan suka cita menggarong.
Ini obrolan kebijakan strategis nasional.
Ketika kesadaran bangkit, saatnya melihat laut, tidak memunggungi laut.

Sekarang, kita coba pakai "langgam Syech Siti Jenar", dari tema obrolan mengenai "benih".
Benih spesies homo sapiens, yang terunggul menggunakan akal, penyumbang "top rangking" keruwetan dunia dengan "populasi benihnya" melebihi kuota antara mulut perut dan sumber pangan.
Adalah pembenih yang luar biasa santun. Jumlah nya kian hari kian bengkak mengancam ketersediaan "storage" gudang pangan nasional dan njlimetnya putaran moneter.

Satu abad yang lalu, Mahatma Gandhi, Swadhesi, penganjur kerukunan, prihatin dengan narasi universum-nya, "bumi ini cukup untuk menghidupi semua makhluk, tapi tidak cukup untuk satu sifat serakah", tapi gemuruh kesibukan mengabaikan ajakan Gandhi, di berbagai belahan dunia mengalami bencana krisis pangan berlarut larut.

Baca Juga: Seberapa Serius Pemerintah Tangani Korban HAM 1965?

Di satu sisi makanan melimpah, di sisi lainnya ada yang kekurangan kelangkaan pasokan ber-implikasi kelaparan..
Bahkan orang miskin dibatin sedang dilaknat tuhan, tidak diberi rejeki tuhan. Sedang orang makmur berharta dinaungi ijazah keberkahan.
Cara orang "nylimur", lantas muncul apologia sebagai pembenar, itu sudah hukumnya seleksi, kalau sama rata melanggar rumus kapital, katanya.

Belum tampak kreatifitas jitu, untuk mengelola dan mengendalikan rasio jumlah "benih spesies berakal" ini, misalnya membatasi eksploitasi.
Prakiraan statistik demografi berjalan, populasi benih predator ber-akal sudah tenor mencapai jumlah kisaran 275 juta mulut. Artinya, "kerakusan" itu ber-potensi bencana neraka, kerusakan alam sedang terjadi membayangi keseimbangan dan keterbatasan mellow menggapai taman eden..
.
salam sehat selalu
___
Lukisan naskah ini di-dedikasikan kepada para penggiat perlindungan dan pelestarian flora fauna Indonesia

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU