Kontroversi RUU KIA, Pengusaha Berat Untuk Setuju

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 21 Jun 2022 20:43 WIB

Kontroversi RUU KIA, Pengusaha Berat Untuk Setuju

i

Kontroversi RUU KIA, Pengusaha Berat Untuk Setuju

Optika.id - Saat ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sedang menggodok Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). Undang-undang tersebut nantinya bakal mengatur tentang perpanjangan cuti, baik untuk istri maupun cuti suami yang menemani istri bersalin.

Menanggapi wacana tersebut, bahkan sebelum ketok palu, pengusaha yang merupakan pihak terdampak dari wacana kebijakan ini mengaku belum diajak berembug mengenai RUU KIA.

Baca Juga: Penerimaan Tenaga Ahli AKD di Lingkungan DPR RI TA 2024

"Terus terang kami dunia usaha belum diajak bicara. Mestinya FGD (focus group discussion) dulu, dibicarakan dulu. Jangan sampai meledak gitu aja, jadi gaduh, bola liar, investasi kurang nyaman, Kita mau lepas dari pandemi tiba-tiba ada seperti ini lagi, kan nggak elegan. Dampaknya akan sangat negatif," kata Wakil Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Apindo DKI Jakarta Nurjaman dalam keterangannya, Selasa (21/6/2022).

Menurutnya, dampak terbesar bagi dunia usaha tentang RUU KIA ini ialah mengancam produktivitas pekerja yang turun. Ada potensi perusahaan bongkar muat karyawan baru demi menambal kekosongan karyawan yang ada. Akan tetapi, rencana tersebut pun belum tentu berjalan baik sebab pegawai baru masih memerlukan adaptasi dengan cara kerja serta lingkungannya.

"Kalau enam bulan kosong rekrutmen baru, konsepnya mendidik dulu, belum tentu selesai satu bulan, baru enam bulan berhenti lagi, nah ini sangat menurunkan tingkat produktivitas, belum tune in, akhirnya karyawan juga kasihan," ujarnya.

Adapun RUU KIA ini bakal mengatur serta berdampak pada banyak aspek, terutama yang disoroti ialah pasal 6 ayat 2 huruf a yang berbunyi 'Suami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berhak mendapatkan hak cuti pendampingan: a. melahirkan paling lama 40 hari'.

Dalam RUU KIA juga memberikan hak kepada suami dalam mendampingi istri yang mengalami keguguran kehamilan, maksimal selama tujuh hari.

Baca Juga: RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas, ICW: Pukulan bagi Publik dan Pemberantasan Korupsi

Adopsi Negara Maju

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

RUU KIA ini mengadopsi dari negara maju yang menerapkan cuti melahirkan yang regulasinya berbeda-beda di setiap negara. Contohnya, di Singapura ibu yang melahirkan berhak atas cuti dan tetap menerima gaji selama 16 minggu. Sementara di Indonesia hanya mendapatkan 12 minggu.

DPR RI saat ini tengah membahas soal cuti melahirkan menjadi 6 bulan yang dituangkan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) agar menjadi undang-undang yang sah. Menurut badan PBB yang fokus pada isu pekerja, International Labour Organization (ILO), tercatat lebih dari 120 negara di seluruh dunia memberikan cuti hamil dan tunjangan kesehatan yang dibayar oleh hukum.

Negara-negara yang memberikan cuti hamil dengan bayaran paling tinggi menurut hukum antara lain Republik Ceko (28 minggu); Hungaria (24 minggu); Italia (5 bulan); Kanada (17 minggu); Spanyol dan Rumania (masing-masing 16 minggu). Adapun negara-negara Skandinavia, yakni Denmark, Norwegia, dan Swedia semuanya memberikan cuti melahirkan tak hanya untuk ibu, tapi juga ayah yang istrinya melahirkan.

Baca Juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat

Swedia memiliki kebijakan parental leave alias cuti orang tua selama 480 hari (sekitar 16 bulan) untuk setiap anak yang lahir. Jumlah hari cuti tersebut dapat dibagi rata oleh ibu atau ayah.

Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU