Soal Konsep Spending Better, ACT Disarankan Berguru ke Menteri Keuangan

author Seno

- Pewarta

Kamis, 07 Jul 2022 19:59 WIB

Soal Konsep Spending Better, ACT Disarankan Berguru ke Menteri Keuangan

i

images - 2022-07-06T190512.134

Optika.id - Anggota DPR RI Komisi XI Kamrussamad menyarankan Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) berguru pada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani terkait konsep spending better.

Menurutnya ACT sebagai lembaga sosial harus menjalankan tata kelola keuangan secara profesional.

Baca Juga: Bareskrim Polri Periksa Ketua Koperasi Syariah 212 Terkait Kasus Aliran Dana ACT

"Meski sebagai lembaga sosial, ACT harus menjalankan tata kelola secara profesional. Saya sarankan ACT berguru kepada Menkeu Sri Mulyani tentang konsep spending better," kata Kamrussamad dalam keterangannya, Kamis (7/7/2022).

Dia menjelaskan, spending better merupakan belanja yang berkualitas melalui pelaksanaan anggaran secara efektif, efisien, dan akuntabel.

Tak hanya itu, dalam menjalankan tugasnya, ACT harus patuh dengan peraturan dan izin yang diberikan melalui UU Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang atau PUB dan PP Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan.

Dalam PP Nomor 29 Tahun 1980 Pasal 6 ayat (1) dijelaskan, penggunaan dana operasional maksimal 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan.

Sementara, lanjutnya, selama ini ACT menggunakan dana hingga 13,7 persen, artinya melebihi dari aturan yang berlaku.

Tak hanya itu ada dugaan bahwa aliran dana ACT digunakan tidak sesuai dengan apa yang diatur oleh UU.

Padahal, sesuai UU dan PP, pengumpulan dana masyarakat ditujukan untuk pembangunan dalam bidang kesejahteraan sosial, mental/agama/kerohanian, kejasmanian dan bidang kebudayaan.

"Jika ada aliran dana di luar hal tersebut, jelas melanggar UU," ucapnya.

Sekali lagi dia mengingatkan Indonesia merupakan negara dengan masyarakat yang memiliki sifat kedermawanan yang tinggi.

Hal itu terbukti dengan data yang dirilis pada tahun 2019, bahwa Indonesia menempati urutan ke-10 sebagai negara paling dermawan menurut World Giving Index tahun 2019.

"Semoga lembaga pengumpul dana masyarakat harus profesional dalam mengelola dana tersebut, selain tentunya perlu diawasi secara ketat," tuturnya.

Temuan PPATK

Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan aliran dana keuangan Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebesar Rp1,7 miliar yang dikirim ke negara yang berisiko tinggi dalam terorisme.

Baca Juga: Muhammadiyah Nilai Langkah Bareskrim Usut ACT Sudah Tepat

PPATK mengungkap temuan itu, setelah melakukan tindakan memblokir transaksi keuangan dari 60 rekening atas nama Yayasan Aksi Cepat Tanggap atau ACT.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

PPATK lantas menyebut tindakan memblokir 60 rekening ACT didasarkan pada dugaan penggunaan dana yang melanggar perundang-undangan.

"Per hari ini, PPATK menghentikan sementara transaksi atas 60 rekening atas nama entitas yayasan tadi di 33 penyedia jasa keuangan, sudah kami hentikan," kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana di Jakarta, Kamis (7/7/2022).

Lebih lanjut, PPATK membantah tentang tudingan pihaknya yang baru bertindak setelah ramai kasus ACT itu.

Kemudian menjelaskan bahwa, tindakan memblokir rekening baru bisa dilakukan setelah PPATK menerima laporan buruk tentang ACT itu.

"Ini bukan kita bicara telat atau ketidaksiapan dokumen yang kita miliki, tetapi PPATK melakukan analisis maupun pemeriksaan untuk menentukan ada atau tidaknya dugaan pelanggaran dari pengelolaan dana yayasan tersebut," ujarnya.

Meski baru memblokir 60 rekening, PPATK mengaku mendapat hasil analisis mengejutkan dari transaksi keuangan ACT.

Baca Juga: PBNU Minta Penegak Hukum Jangan Ragu Selidiki Aliran Donasi ACT

Menurut PPATK, transaksi keuangan ACT menunjukkan indikasi penyalahgunaan dana untuk kepentingan pribadi hingga aktivitas terlarang.

Salah satu buktinya, PPATK mengungkap total Rp1,7 miliar dengan rincian 17 kali transaksi keuangan dilakukan ACT terhadap sebuah negara yang berisiko tinggi terlibat pendanaan terorisme.

Dengan hasil analisis itu, PPATK segera menyerahkan laporan kepada Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Indonesia dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme untuk didalami.

Selain itu, Kementerian Sosial lebih dahulu mengambil tindakan dengan mencabut izin beroperasinya ACT. Paling utamanya, izin penyelenggaraan pengumpulan uang dan barang untuk donasi.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU