Jika Tak Ingin Ada Konflik, Pemimpin Indonesia Harus Penuhi Kebutuhan Rakyat

author Seno

- Pewarta

Selasa, 12 Jul 2022 17:41 WIB

Jika Tak Ingin Ada Konflik, Pemimpin Indonesia Harus Penuhi Kebutuhan Rakyat

i

images - 2022-07-12T104052.795

Optika.id - Ketua Umum Partai Gelora Anis Matta meminta, pemimpin Indonesia untuk dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan rakyat, jika tidak ingin muncul konflik di tengah masyarakat.

"Hal ini penting karena ancaman bahaya bagi pemimpin sebuah negara sudah kian nyata dan terbuka," saran Anis berkaca dari peristiwa penembakan yang terjadi pada mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe beberapa waktu lalu, Selasa (12/7/2022).

Baca Juga: Rocky Gerung Jelaskan Ilustrasi Determinan Soal People Power

Namun demikian, Anis Matta menilai masih belum ada tanda-tanda ancaman serupa akan datang menghampiri Presiden Joko Widodo

"Saya belum melihat ada ancaman keamanan bagi Presiden Jokowi, ujar Anis.

Dia mengingatkan bahwa di Indonesia kerap terjadi pembunuhan politik antar sesama elite, bukan dari rakyat kepada presidennya.

Namun begitu, dia menekankan bahwa pergantian rezim dalam sistem demokrasi merupakan hal yang biasa. "Hanya saja, jika rezim baru tidak mampu menyelesaikan masalah krisis global yang berdampak pada negaranya, maka dikhawatirkan akan terjadi kegaduhan di tengah masyarakat," tukasnya.

Kita memasuki era anomali demokrasi, sistemnya baik tapi hasilnya jelek. Karena para pemimpin yang tersedia tidak memenuhi harapan publik, imbuhnya.

Menurutnya, pembunuhan mantan PM Jepang Shinzo Abe merupakan bentuk awal kekerasan politik di negara demokrasi liberal di tengah ancaman krisis global yang berlarut saat ini.

Selain itu, dia juga menyinggung peristiwa yang terjadi di Sri Lanka. "Ratusan ribu rakyat yang menggelar unjuk rasa berhasil memaksa presiden keluar dari singgasannya. Ketika para pemimpin gagal memberikan solusi atas krisis ekonomi yang sangat membebani rakyat, maka sistem demokrasi memungkinkan pergantian rezim secara cepat karena itu bagian dari daulat rakyat, tegas Anis.

Bergugurannya rezim dalam sistem demokrasi, lanjutnya, akibat krisis global yang berlarut merupakan fakta yang tak bisa dihindarkan dari sejarah. Sebab, suasana kebatinan publik sedang rusak berat akibat tekanan hidup dari krisis ekonomi.

"Mereka lantas frustrasi, marah, kecewa dan tidak percaya pada pemerintah. Sementara pemerintah menghadapi masalah yang sangat rumit dan kompleks, imbuhnya.

Anis menambahkan jika pemerintah negara-negara demokratis liberalis tidak memiliki hati nurani untuk mewadahi aspirasi rakyat, maka dikhawatirkan apa yang terjadi di dunia saat ini bakal terjadi di Indonesia.

Jika tidak ada kanal konstitusi yg bisa mewadahi suasana jiwa publik yang rusak berat itu, maka dengan gampang situasi itu bisa berkembang menjadi kekerasan politik, tandasnya.

Pembunuhan Politik Bisa Terjadi di Mana Saja

Sementara itu, Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto mengatakan, peristiwa di Sri Lanka dan pembunuhan politik di Jepang sangat mungkin terjadi di mana pun, tidak terkecuali di Indonesia.

Ketika banyaknya persoalan yang mengakibatkan negara bangkrut akibat malfungsi instrumen politik pada kekuasaan.

Dia mengatakan, peristiwa yang dialami Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa dan pembunuhan terhadap mantan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe bisa terjadi di Indonesia jika pemerintah dianggap tidak berpihak kepada rakyat dan selalu membela kepentingan oligarki yang menempel pada kekuasaannya.

Indikatornya, kata Satyo ada yakni akibat syahwat berutang yang tidak kurang-kurang lalu membuat laju inflasi tidak terbendung yang pada akhirnya membuat negara bangkrut akibat malfungsi instrumen politik pada kekuasaan.

"Maka sangat mungkin tragedi dari Sri Lanka dan pembunuhan politik seperti di Jepang bisa saja terjadi di mana pun tidak terkecuali di Indonesia," ujar Satyo, Selasa (12/7/2022).

Satyo menilai, ketika rasa frustasi masyarakat memuncak dan tidak terselesaikan secara berulang, maka pada titik klimaksnya akan terjadi pembangkangan sipil.

Baca Juga: Apakah Indonesia Akan Menyusul Sri Lanka? Ini Analisa Rizal Ramli

"Parameternya sudah terjadi di Indonesia, di mana kelangkaan dan mahalnya harga-harga kebutuhan pokok, hukum yang tidak adil dan sumber kekuasaan serta sumber-sumber produksi dan ekonomi di tangan kekuasaan segelintir orang yang berwatak neoliberal sekaligus bagian dari oligarki," kata Satyo.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Apalagi kata Satyo, dalam interaksi sosial "common sense" dijungkirbalikkan faktanya oleh para serdadu buzzer bentukan kekuasaan di jagad media sosial karena para buzzer kerap "kebal" dari jangkauan aparat penegak hukum.

"Zaman post truth menemukan akselerasinya di Indonesia ketika politik identitas justru di produksi oleh buzzer yang dikendalikan oleh sumber-sumber kekuasaan karena memiliki segala resources," tukasnya.

Perhatian Serius

Hal senada dikatakan Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam. Dia mengatakan, peristiwa di Sri Lanka harus menjadi perhatian serius bagi Jokowi.

Kata dia, rakyat kalau sudah tidak tahan dengan keadaan akan melakukan seperti yang terjadi di Sri Lanka terhadap Presiden Jokowi.

"Tentu tidak diharapkan semua pihak, namun yang terjadi di Sri Lanka merupakan salah satu bentuk kekacauan yang disebabkan oleh adanya salah urusnya negara oleh penguasa di Sri Lanka," ujar Saiful, Selasa (12/7/2022).

Sehingga, lanjutnya, kejadian di Sri Lanka tersebut harus menjadi warning bagi pemerintahan Jokowi. Karena jika tidak, maka kejadian di Sri Lanka juga akan terjadi di Indonesia.

"Banyaknya utang Indonesia harus ada evaluasi bagi pemerintahan Jokowi, apalagi dengan mahalnya harga makanan pokok yang semakin menyulitkan rakyat," terangnya.

"Jangan sampai kejadian di Sri Lanka menjadi acuan publik dalam bertindak, pemerintah harus segera berbenah jika tidak ingin kejadian di Sri Lanka terjadi di Indonesia," tukasnya.

Baca Juga: Aksi Massa di Sri Lanka Harus Jadi Pelajaran Bagi Pemimpin Negeri Ini

Pakar kesejahteraan sosial, Syahganda Nainggolan memprediksi Presiden Joko Widodo bisa bernasib seperti Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa yang kabur melarikan diri usai digeruduk ratusan ribu massa.

Alasannya, karena kemiskinan di rakyat kalangan bawah sudah sangat terasa.

Aksi di Sri Lanka terjadi karena masyarakat menganggap Rajapaksa gagal mengurus pemerintahan, sehingga mengakibatkan krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya.

"Sangat mungkin (Presiden Jokowi bernasib seperti Presiden Rajapaksa)," ujar Syahganda seperti dilansir RMOL, Selasa (12/7/2022).

Syahganda menilai, sejumlah persoalan ekonomi telah melilit rakyat Indonesia. Hal ini bisa berkembang dan memicu kemarahan rakyat pada pemerintah.

"Karena kemiskinan di kalangan bawah sangat terasa sekali dengan harga-harga kebutuhan pokok yang semakin meroket," pungkasnya.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU