Optika.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menegaskan perlindungan saksi dan korban dalam konteks pelanggaran HAM merupakan perintah Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 terutama Pasal 34 tentang Pengadilan HAM.
"Dalam undang-undang ini menyatakan bahwa setiap korban dan saksi pelanggaran HAM berat berhak atas perlindungan fisik, mental, ancaman gangguan teror, dan kekerasan dari pihak manapun," kata Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin pada diskusi bertajuk "Pelindungan untuk Saksi di Pengadilan HAM Peristiwa Paniai" di Jakarta, Kamis (18/8/2022).
Baca Juga: Suramnya Hak Asasi Manusia di bawah Pemerintahan Prabowo-Gibran
Kemudian, pada ayat 2 disebutkan bahwa perlindungan sebagaimana disebut ayat 1 wajib dilaksanakan aparat penegak hukum dan aparat keamanan secara cuma-cuma.
Amiruddin mengatakan Pasal 34 tersebut merupakan perintah bagi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk menjalankan kewajibannya kepada saksi serta korban yang akan memberikan kesaksian di pengadilan.
Hal tersebut dinilai penting untuk disampaikan karena saat ini cukup banyak masyarakat atau pihak terkait yang lupa dengan Pasal 34 UU Nomor 26 Tahun 2000. Akibatnya, banyak yang abai terhadap upaya perlindungan saksi dan korban.
Berkaca pada tiga pengadilan HAM sebelumnya, Amiruddin menilai perlindungan saksi tidak berjalan maksimal. Hal itu dikarenakan pada saat itu belum ada LPSK.
Baca Juga: KPU Tak Sediakan TPS Khusus, Komnas HAM: Pekerja di RS hingga IKN Kehilangan Hak Pilih
Jika ada pihak yang berpandangan bahwa saksi tidak perlu hadir secara fisik di ruang persidangan atau bisa melalui telekonferensi, cara seperti itu dinilai Komnas HAM belum cukup bagi saksi maupun korban untuk memberikan kesaksian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai tambahan informasi, berdasarkan hasil Sidang Paripurna Komnas HAM pada Februari 2020 menetapkan Peristiwa Paniai sebagai pelanggaran HAM yang berat. Peristiwa tersebut terjadi pada 8 Desember 2014 yang menyebabkan empat orang meninggal dunia dan 21 lainnya luka-luka akibat penganiayaan.
Peristiwa diawali pada 7 Desember 2014, yakni terjadinya kesalahpahaman antara warga Paniai dengan TNI. Ketika itu 11 orang mengalami penganiayaan. Setelahnya, warga melakukan aksi protes di sekitar Lapangan Karel Gobay dan mendapatkan reaksi dari TNI dan Polri dengan adanya penembakan yang menyebabkan empat orang tewas.
Baca Juga: Komnas HAM: Pencoblosan Pemilu 2024 Masih Diwarnai Banyak Permasalahan
Reporter: Denny Setiawan
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi