Kritisi Aksi Joget Ria, PP KAMMI: Istana Bergoyang Saat Pemerataan Pendidikan Masih Mengawang

author Seno

- Pewarta

Jumat, 19 Agu 2022 05:08 WIB

Kritisi Aksi Joget Ria, PP KAMMI: Istana Bergoyang Saat Pemerataan Pendidikan Masih Mengawang

i

IMG-20220818-WA0033

Optika.id - Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) mengkritik aksi joget ria para pejabat tinggi di Peringatan HUT Ke-77 RI di Istana Negara pada 17 Agustus 2022 kemarin. PP KAMMI menilai aksi tersebut kurang pantas karena belum meratanya akses pendidikan yang seharusnya dirasakan seluruh rakyat Indonesia apalagi pasca pandemi Covid-19 ini.

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun di momen HUT ke-77 RI ini masih belum meratanya akses Pendidikan untuk segenap anak bangsa masih menjadi persoalan, ujar Akhir Rangkuti Ketua Bidang Pendidikan, Budaya dan Perguruan Tinggi PP KAMMI pada Optika.id, Kamis (18/8/2022) malam.

Baca Juga: Bos Judi Online Ditangkap, KAMMI Minta Polri Usut Tuntas

Akhir menambahkan bangsa ini baru saja melalui masa pandemi Covid-19 selama dua tahun terakhir. Bahkan di masa pandemi ini semakin membuka mata kita, bahwasanya ketidakmerataan pendidikan di Indonesia nyata adanya.

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau daring yang diterapkan oleh pemerintah belum diiringi oleh infrastruktur yang memadai. PJJ menunjukkan kepada kita bahwa masih banyak daerah yang tidak terdapat jaringan internet, masih banyak masyarakat yang belum mampu memiliki gawai, masih banyak tenaga pengajar yang kualitasnya rendah, dan masih banyak permasalahan lainnya. Hal-hal tersebut yang kemudian menyebabkan siswa Kehilangan kesempatan belajar dan mendapat pengetahuan secara tepat (learning loss).

Bahkan pemetaan kemampuan teknologi di Pendidikan dasar dan menengah yang dilakukan oleh Kemendikbud secara nasional yang dilakukan pada 361 sekolah sebagai sampel, terdiri dari 93 Sekolah Dasar (SD), 105 SMP, 107 Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 56 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), ditemukan sebanyak 96,61 persen sekolah dari jumlah sampel di atas memiliki aliran listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Namun dari sekolah-sekolah yang memiliki aliran listrik itu, hanya sebagian kecil saja yang memiliki daya besar sisanya atau sebagian besar memiliki daya kecil yaitu di bawah 1.300 watt (26,83 persen).

Untuk kepemilikan telepon sekolah, hanya 18,64 persen sekolah yang belum memiliki saluran telepon. Persentase terbesar sekolah yang tidak mempunyai saluran telepon adalah jenjang SD baik negeri maupun swasta. Sekitar 64,69 persen dari seluruh sekolah tidak mempunyai saluran internet dengan fasilitas telepon (Telkomnet), sisanya sebesar 35,31 persen sekolah memiliki saluran internet.

Dalam hal ketersediaan komputer, masih ada 16,38 persen sekolah yang tidak memiliki komputer. Yang paling banyak tersedia fasilitas komputer adalah jenjang SD yaitu sebesar 34,1 persen dan yang tidak memiliki komputer paling sedikit SMA sebesar 7,6 persen.

Keinginan untuk melakukan digitalisasi sekolah harus dibarengi dengan ketersediaan infrastrukturnya di semua daerah. Pemulihan pendidikan pasca pandemi merupakan hal yang harus diupayakan oleh pemerintah sekarang, tuntut Akhir

Baca Juga: Kasus Ferdy Sambo P21, KAMMI Apresiasi Kinerja Polri

Pada Perayaan HUT ke-77 RI di Istana Merdeka, dalam salah satu agenda hiburannya, hampir seluruh pejabat tinggi negara ikut berjoget bersama mengiringi seorang anak bernama Farel Prayoga berusia 12 tahun yang membawakan lagu bertemakan cinta dengan bahasa Jawa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ketua Umum PP KAMMI Zaky A. Rivai menilai bergoyang ria tersebut kurang pantas dilakukan pada momen HUT Ke-77 RI, terlepas dari kebutuhan manusia akan hiburan. Karena, menurutnya, di HUT Ke-77 RI ini seharusnya pemerintah banyak melakukan evaluasi apa yang belum dicapai dan dibutuhkan oleh republik ini.

Yang lebih penting diupayakan negara sekarang adalah pemulihan pasca pandemi. Khususnya di bidang pendidikan. Dari dulu sampai sekarang, rakyat butuh akses pendidikan yang mudah, terjamin kualitasnya, dan tentu biayanya terjangkau bahkan gratis. Kita diwajibkan untuk menjadi nasionalis dan pancasilais, bahkan presiden mewajibkan saat upacara 17-an mengenakan pakaian adat. Tapi yang kita lihat justru anak kecil, masih SD, menyanyikan lagu dewasa cinta-cintaan dengan bahasa Jawa, dan para menteri berjoget di sekitarnya. Iya, paham, kita butuh hiburan, para menteri butuh hiburan. Tapi kurang pantas di saat seperti ini. Masih banyak masyarakat kita yang pada agustusan kali ini hanya berpartisipasi pada lomba bertahan hidup saja, kata Zaky.

Menurut Zaky sebaiknya merayakan hari kemerdekaan tidak harus selalu dirayakan dengan bergoyang seperti itu. Seharusnya petinggi pemerintah melakukan refleksi atas banyaknya ketertinggalan bangsa ini yang telah berusia hampir delapan dasawarsa.

Baca Juga: KAMMI Aksi Dorong Motor: BBM Naik, Rakyat Menjerit, Pejabat Hura-Hura!

Seharusnya pemerataan pendidikan sebagai gerbang awal merdeka belajar. Mungkin pemaknaan hari kemerdekaan kali ini bukan perayaan tapi peringatan, agar pemerintah sadar banyak ketimpangan yang terjadi dalam bangsa ini, tutup Zaky.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU