Optika.id-Pernah dengar istilah "resesi seks"? Istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan kondisi turunnya jumlah populasi secara signifikan karena berbagai alasan, utamanya alasan ekonomi.
Resesi seks tengah melanda banyak negara dunia, sebut saja China, Jepang, dan Korea Selatan.
Baca Juga: Ancaman Resesi Dalam Negeri dan Munculnya Orang Miskin Baru
Populasi yang menurun dapat menempatkan suatu negara di bawah tekanan besar. Jika populasi sebuah negara terus menyusut, tidak akan ada cukup orang untuk menumbuhkan ekonominya.
Pada 2020, ada kekhawatiran yang meluas di Korea Selatan ketika Negeri K-pop tersebut mencatat lebih banyak angka kematian daripada kelahiran untuk pertama kalinya.
Pada Februari 2022, jumlah rata-rata anak yang dikandung seorang wanita Korea Selatan dalam hidupnya mencapai titik terendah sepanjang masa, yakni hanya sebesar 0,81 tahun lalu, turun dari 0,84 tahun lalu. Ini menandai tahun keempat berturut-turut di mana tingkat kesuburan berada di bawah 1 persen. Sementara itu, tingkat kematian mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada Mei di tengah penuaan yang cepat dan pandemi COVID-19.
Hingga saat ini, Korsel tengah berjuang dengan angka kelahiran yang anjlok drastis karena banyak anak muda menunda atau menyerah untuk menikah dan memiliki anak. Pilihan hidup ini terpaksa diambil karena kehidupan ekonomi yang sulit. Banyak generasi muda mengeluhkan sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak di tengah perlambatan ekonomi yang berkepanjangan.
Sementara itu, China juga dilaporkan tengah mengalami resesi seks karena dalam satu dekade terakhir angka kelahiran turun ke tingkat terendah sejak tahun 1960-an. Hal tersebut membuat PBB memperkirakan bahwa populasi China akan disalip India pada tahun 2023.
Baca Juga: Mendagri Wanti-Wanti Negara Jangan Lengah Meski Inflasi Terpantau Landai
Beberapa pakar demografi menyebut bahwa kondisi ini diakibatkan oleh semakin rendahnya jumlah wanita yang menginginkan kehamilan. Pada Oktober lalu, Liga Pemuda Komunis China mengeluarkan publikasi yang mencatat hampir setengah atau 50ri wanita muda yang tinggal di perkotaan negeri itu enggan menikah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ada beberapa alasan yang menyebabkan keengganan untuk menikah ini, mulai dari tak punya waktu hingga biaya keuangan pernikahan dan beban ekonomi memiliki anak.
"Mereka yang disurvei mengatakan tidak punya waktu atau energi untuk menikah," kata laporan tersebut.
Resesi seks sebenarnya sudah diprediksi oleh banyak ahli. Peneliti di Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan di University of Washington, AS, misalnya, sejak lama menunjukkan bahwa tingkat kesuburan global hampir turun 50% pada 2017.
Baca Juga: Gamang Berinvestasi di Tengah Ancaman Resesi? Perhatikan Hal Berikut Agar Tak Bangkrut
Reporter: Angga Kurnia Putra
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi