Optika.id - Bantuan Subsidi Upah (BSU) diharapkan tidak hanya disalurkan hanya kepada para pekerja formal, melainkan juga turut menyasar kepada pekerja kategori informal yang bukan penerima upah/BPU. Hal tersebut dikatakan oleh Ombudsman yang menyoroti masalah subsidi upah yang dinilai tidak merata, adapun BSU menjadi salah satu jaring pengaman sosial imbas kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada 3 September 2022.
"Sisi kebijakan, kita sungguh berharap, bahwa BSU ini makin lama makin inklusif, makin mencakup perluasan akses bantuan," ucap anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, dalam keterangannya, Jumat (9/9/2022).
Baca Juga: Respon Pengusaha Atas UMP 2024: Cukup Moderat
Adapun rencana pemerintah ialah menyiapkan anggaran sebesar Rp24,17 triliun sebagai bantuan sosial (bansos) tambahan sebagai imbas dari kenaikan harga BBM bersubsidi. Adapun bantuan diberikan dalam 3 skema.
Skema pertama ialah BLT senilai Rp12,4 triliun diberikan kepada 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Dengan demikian, setiap sasaran akan menerima Rp600.000 dan penyalurannya akan dilakukan sebanyak dua kali.
Kemudian, BSU sebesar Rp9,6 triliun. Bansos ini bakal disalurkan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) kepada 14.639.675 pekerja formal, yang masing-masing menerima sebesar Rp600.000.
Adapun kriteria pekerja yang berhak mendapatkan BSU harus memiliki gaji maksimal Rp3,5 juta per bulan atau sesuai dengan besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK). Kemudian, menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek per Juli 2022.
Terakhir, pemda diminta menyiapkan 2ri dana transfer umum (DTU) sebesar Rp2,17 triliun, baik dana alokasi umum (DAU) maupun dana bagi hasil (DBH), untuk menyubsidi sektor transportasi. Subsidi juga akan diarahkan untuk angkutan umum, nelayan, ojek online (ojol), serta perlindungan sosial tambahan.
Robert lebih lanjut mengakui jika penggunaan data dari BP Jamsostek memberikan pengamanan tambahan. Pasalnya, dia menilai jika data tersebut disertai dengan informasi yang jelas.
"Tetapi, dari substansi perlindungan sosial, apalagi setelah kenaikan BBM ini, semua menyadari bahwa dampak kenaikan BBM ini tidak saja kepada mereka peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan pekerja formal," kata Robert.
Baca Juga: Kabar Baik! Tak Ada Lagi Upah Dibawah 2 Juta Per Bulan
Sehingga, sambung Robert, bantalan sosial ekonomi bisa pihaknya siapkan dengan baik sekaligus mencegah ketimpangan pendapatan antara mereka sebagai penerima manfaat yakni pekerja formal peserta BPJS Ketenagakerjaan dnegan mereka yang tidak mendapatkan hal itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Robert, manfaat lain penyaluran BSU yang lebih inklusif adalah mencegah terjadinya kesenjangan sosial. Apalagi, masih ada pekerja formal yang belum terdaftar sebagai peserta BP Jamsostek.
Tak hanya itu, Ombudsman juga meminta kepada Kementerian Sosial selaku penyalur BLT agar melakukan verifikasi dan validasi kepada seluruh data penerima dengan tujuan meminimalisasi penyimpangan distribusi bantuan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu melibatkan stakeholder seperti pemerintah daerah untuk pemutakhiran data calon penerima bansos serta perlu dilakukan afirmasi bagi masyarakat dengan kategori berkebutuhan khusus dan domisi di wilayah atau daerah jangkauan sulit.
Menurut Robert, pemda sebagai penyalur bansos dari DTU perlu melakukan sosialisasi dan pendampingan teknis. Alasannya, masih minim diseminasi informasi hingga kini.
Baca Juga: Ombudsman Ungkap Warga Rempang Sulit Dapat Pasokan Pangan sejak Bentrok dengan Aparat
"Perlu adanya informasi secara memadai yang disediakan terkait data dan daftar penerima bantuan serta pendistribusian terhadap bansos. Pemerintah Daerah perlu memperhatikan kearifan lokal dan afirmasi kedaerahan," tuturnya.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi