Optika.id - Hari Maritim Nasional diperingati pada tanggal 23 September setiap tahunnya. Seharusnya di hari maritim ini para Nelayan turut berbahagia. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Sedih!
Hal ini pun membuat Dewan Penasehat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Jawa Timur, Bambang Haryo Soekartono (BHS) prihatin.
Baca Juga: Anggota DPR RI Bambang Haryo Siap Maju Pilkada Sidoarjo 2024
BHS mengatakan, para nelayan di pesisir utara Pulau Jawa mengeluh bahwa mereka sulit mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi. Menurutnya hal ini adalah sesuatu yang ironis bagi Negara Maritim yang mempunyai kepulauan terbesar di dunia.
Menurut penerima nominator tokoh maritim ini, Pemerintah nampaknya belum bisa memberikan perhatian dan perlindungan bagi para nelayan di Indonesia. Lantaran para nelayan mengalami kesulitan dalam mengoperasikan armadanya untuk melaut, akibat sulitnya dapat BBM bersubsidi.
"Untuk mendapatkan BBM bersubsidi nelayan diminta memberikan data dari pemerintah desa dan kecamatan. Namun mereka hanya dijatah Rp50.000 per hari, atau bila menggunakan pertalite, para nelayan hanya mendapatkan 6 liter untuk melaut, sebagaimana keluhan dari para nelayan," kata BHS pada Optika.id, Sabtu (24/9/2022).
Padahal, kata anggota DPR RI periode 2014-2019, menurut UU ESDM no 6 tahun 2014, semestinya para nelayan berhak untuk mendapatkan BBM bersubsidi secara prioritas dengan jumlah maksimal yang diberikan 25 ribu liter perkapal perbulan, tanpa melihat besar kecilnya kapal.
"Mereka, harusnya mendapatkan jatah BBM sebesar 883 Liter per hari tanpa hambatan, Sebagaimana yang dikeluhkan Nelayan di pesisir Jangkar Situbondo, Jawa Timur, Mereka untuk berlayar hanya membutuhkan BBM sebesar 50 liter saja per hari. Jumlah itu saja bahkan jauh lebih sedikit daripada yang diperbolehkan di Undang-Undang," kata BHS.
Dilanjutkan anggota dewan Pakar DPP Partai Gerindra, jargon MARITIM yang dicanangkan Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jangan hanya sekedar jargon! Namun harus bisa diimplementasikan.
Baca Juga: BHS Minta Pemerintah Terus Perhatikan Perlintasan KA Tanpa Palang!
"Sejauh ini kementerian terkait serta pertamina belum mampu mengimplementasikan keinginan daripada Presiden Jokowi. Dan mereka tidak paham bahwa hasil perikanan kita seharusnya melimpah di Indonesia, karena memiliki jumlah spesies ikan terbanyak nomor 2 dunia serta pusat terumbu karang terbesar di dunia yang merupakan rumah ikan yang ada di Lautan Indonesia dan mempunyai luas 3.273.810 km² yaitu 3 kali lipat dari luas daratan Indonesia," jelas BHS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai negara kelautan (maritim), lanjut BHS, Indonesia hanya menghasilkan produk perikanan sebesar 6 juta Ton setiap tahunnya. Ironisnya angka tersebut masih jauh lebih rendah dari produksi perikanan China yang merupakan negara kontinental (daratan), dengan produksi sebesar 55,8 juta ton.
"Pemerintah harusnya sadar, bahwa ikan hasil tengkapan nelayan kita dapat mewujudkan generasi unggulan yang cerdas, kuat, dan mempunyai produktivitas tinggi untuk semua kegiatan. Yang tentunya bisa mendukung kemajuan dan kesejahteraan Bangsa Indonesia," tukasnya.
"Harusnya produk ikan di Indonesia berlimpah dan berharga murah, sehingga bila ini terjadi, maka masyarakat Indonesia dari semua golongan bisa mengkonsumsi ikan dengan maksimal. Karena saat ini Masyarakat Indonesia masih kesulitan mengkonsumsi ikan tidak mampu membelinya," imbuh BHS, yang juga pelaku usaha bidang industri maritim.
Baca Juga: Bambang Haryo Apresiasi Pemangkasan Bandar Udara Internasional, Terlalu Banyak!
"Alhamdulillah terima kasih kepada para nelayan pejuang devisa ekonomi dan gizi kesehatan untuk masyarakat Indonesia, yang telah menetapkan saya sebagai nominasi tokoh maritim nasional bersama 6 tokoh maritim lainnya. Semoga maritim kita jaya dan para nelayan bisa lebih sejahtera. Saya BHS, akan selalu mendukung kesejahteraan nelayan dan seluruh rakyat Indonesia untuk menuju kebangkitan Indonesia Raya," pungkasnya.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi