Upaya Kriminalisasi Warga Jomboran yang Berusaha Jaga Sungai Progo dari Kerusakan Lingkungan

author Seno

- Pewarta

Rabu, 28 Sep 2022 04:24 WIB

Upaya Kriminalisasi Warga Jomboran yang Berusaha Jaga Sungai Progo dari Kerusakan Lingkungan

i

IMG-20220927-WA0046

Optika.id - Pada Bulan Januari 2021, sedikitnya 18 warga Jomboran, Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, D.I Yogyakarta tercatat dilaporkan ke Polisi Resor (Polres) Sleman oleh pelaku tambang pasir di Sungai Progo dengan nomor Laporan Polisi LP-B/42/I/2021/DIY/RES SLEMAN.

Seperti rilis yang diterima Optika.id dari Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP), Selasa (27/9/2022), ke-18 warga dikenakan Pasal 162 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan tuduhan menghalangi dan mengganggu aktivitas penambangan pasir atas nama Pramudya Afgani.

Baca Juga: Paguyuban Masyarakat Kali Progo Tolak Keras Permohonan Teknis Izin Pertambangan PT CMK

Atas laporan tersebut, kata PMKP, Polres Sleman telah memanggil beberapa orang warga. Terbaru, pemanggilan dilakukan terhadap 2 orang atas nama Ngajiyono dan Amrin pada Minggu (25/9/2022).

"Sejak 2018, warga yang tergabung dalam Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP) menolak aktivitas pertambangan pasir di sepanjang Sungai Progo," tulis PMKP dalam rilisnya.

"Ada beberapa alasan yang mendasari penolakan warga. Pertama, Pertambangan berpotensi menyebabkan longsor, jalan/jembatan amblas, kerusakan tanah warga di sekitar sungai, perubahan aliran sungai, matinya biota sungai dan lain sebagainya," imbuhnya.

Kedua, kata PMKP, sekitar 300 kepala keluarga berpotensi kehilangan sumber mata air dan menurunnya debit air di sekitar lokasi pertambangan.

"Ketiga, pertambangan melahirkan konflik sosial di tengah-tengah warga. Keempat, Warga tidak dilibatkan secara aktif dan didengarkan pendapatnya dalam proses penerbitan izin usaha pertambangan. Beberapa dokumen persyaratan penerbitan izin juga diduga dimanipulasi," tulisnya.

PMKP menyebut, penolakan warga Jomboran atas pertambangan yang berpotensi merusak lingkungan justru dihadiahi dengan kriminalisasi. Upaya kriminalisasi terhadap warga Jomboran semakin memperpanjang rentetan kriminalisasi terhadap para pejuang lingkungan di Indonesia. "Padahal jika mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara terang menjelaskan bahwa setiap orang punya kewajiban untuk mempertahankan dan memperjuangkan kelestarian lingkungan hidup, dan setiap orang yang mempunyai komitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup tidak dapat dituntut secara pidana dan digugat secara perdata," jelasnya.

Masifnya kriminalisasi terhadap para pejuang lingkungan di Indonesia, kata PMKP, juga semakin menunjukkan bahwa pemerintah tidak punya komitmen dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Baca Juga: Beri Kemudahan Akses Air, Pak Yes Resmikan Pembangunan Sarana Air Bersih di Sendangagung

"Sekaligus mempertebal anggapan publik bahwa pemerintah lebih pro terhadap para penjahat perusak lingkungan hidup," tegasnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Berdasarkan hal tersebut, Masyarakat sekitar Sungai Progo yang tergabung dalam Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP) pun menuntut para pemangku kebijakan untuk:

1. Menghentikan segala bentuk kriminalisasi dan intimidasi terhadap para pejuang lingkungan di Jomboran;

2. Mencabut seluruh izin pertambangan di sepanjang Sungai Progo. Termasuk Izin Usaha Pertambangan atas nama Pramudya Afgani dan PT. Citra Mataram Konstruksi (CMK);

Baca Juga: Lagi, Lord Luhut Membuat Sensasi

3. Menghapus Sungai Progo sebagai Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU