Polemik Bendera HTI, Siapakah Dalang Dibalik Semua Ini ?

author Seno

- Pewarta

Senin, 04 Okt 2021 22:10 WIB

Polemik Bendera HTI, Siapakah Dalang Dibalik Semua Ini ?

i

images (70)

Optika, Jakarta - KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) kembali menjadi sorotan publik. Lantaran bendera mirip bendera HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) ada di salah satu meja kerja di Gedung Merah Putih. Isu itu muncul dari Iwan Setiawan seorang mantan satuan pengamanan KPK, yang sudah dipecat pada 2019 lalu.

Belakangan foto tersebut dikaitkan dengan Novel Baswedan mantan pegawai KPK yang sudah dipecat. Di beranda Twitter pada 1 Oktober 2021 lalu, Denny Siregar mencuit satpam tersebut dipecat oleh Novel Baswedan karena memotret meja kerja dengan bendera tersebut.

Dari foto yang beredar, bendera itu mirip dengan bendera HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). Organisasi massa yang sudah dilarang di Indonesia.

Tetapi, pemilik bendera tersebut diduga merupakan jaksa yang dipekerjakan di KPK pada 2019. Hal ini ditegaskan oleh Ita Khoiriyah, salah seorang humas KPK yang turut dipecat bersama Novel Baswedan. Ita menulis di laman Facebook pribadinya, seperti yang sudah diberitakan Optika sebelumnya.

Dia menepis bendera itu terkait dengan 57 pegawai KPK yang dipecat, termasuk Novel Baswedan. Tata juga menyatakan bendera itu bukan bendera HTI.

Keberadaan satpam itu di lantai 10 Gedung KPK pun dipertanyakan. Sebab, itu lantai tempat kerja jaksa di KPK yang ketat dalam hal dokumentasi lantaran banyak berkas perkara.

Febri Pertanyakan Tuduhan Denny Siregar

Sementara itu, mantan juru bicara KPK Febri Diansyah juga mengomentari cuitan dari Denny Siregar. Febri mempertanyakan tuduhan yang dilontarkan oleh Denny kepada Novel Baswedan.

"Menuduh Novel @nazaqistsha memecat Satpam? Padahal foto diambil di lantai 10, ruangan Jaksa, bukan wilayah tugas satpam tersebut dan justru disebarkan ke group eksternal? Silakan baca Thread @tatakhoiriyah jika benar ingin berimbang," tulis Febri membalas cuitan dari Denny Siregar, Senin (4/10/2021).

Febri mengatakan, isu mengenai bendera HTI yang dibalut dengan isu 'taliban' di KPK merupakan isu lama dan basi. Isu ini diembuskan bertepatan dengan hari-hari terakhir 57 pegawai KPK yang disingkirkan melalui TWK.

"Apa maksudnya? Sekarang justru terbukti, bendera tersebut tidak berada di meja 57 Pegawai KPK. Kebohongan tidak akan bertahan lama. Kecuali jika dibiarkan," ucap Febri.

Denny Siregar pun kembali memberikan tanggapan atas twit Febri yang ditujukan kepada dirinya.

"Gak usah sok lugu gitu deh, mas @febridiansyah. Saya tahu Anda orang pinter, kan enggak mungkin tangan Nopel (Novel Baswedan, red) yang "bersih" dan jabatannya tinggi itu langsung memecat seorang satpam. Tapi kita juga betapa kuatnya pengaruh Nopel waktu itu. Dan fakta ini jangan diabaikan," ucap Denny.

Febri kembali menjawab cuitan Denny tersebut. Febri mempertanyakan pernyataan Denny yang semula mengatakan Novel memecat satpam, kini menyatakan pemecatan tersebut atas pengaruh Novel. Hal tersebut, kata Febri, dua hal yang berbeda.

"Memecat itu berbeda dengan pengaruh. Jabatan Novel tinggi? Enggak juga. Dia bahkan bukan Pejabat Struktural. Di atasnya ada 3 level sampai pimpinan. Coba buktikan fitnah tentang Novel yang pecat Satpam," kata Febri.

Febri pun kembali menegaskan, Novel bekerja di lantai yang berbeda dengan tempat difotonya bendera mirip HTI tersebut di KPK. Novel juga tidak melakukan apa-apa terkait dengan nasib satpam tersebut.

"Dulu Novel juga difitnah pihak lain dengan jauh lebih parah. bahkan tubuhnya diserang berkali-kali. Sekarang matanya rusak. Tapi @nazaqistsha (Twitter Novel Baswedan, red) berjalan terus karena yakin apa yang dilakukan benar," ucap Febri.

Novel pun buka suara terkait dengan tudingan yang mengarah kepadanya. Dia mengatakan, isu radikal tersebut diframing oleh koruptor agar aman melakukan korupsi.

"Sejak awal sudah kita sampaikan bahwa isu radikal dan sebagainya adalah framing para koruptor agar aman berbuat korupsi. Mereka bisa saja bayar orang-orang untuk buat tulisan di medsos. Sekarang koruptor semakin aman dan terus garong harta negara. Kasihan masyarakat Indonesia. Koruptor makin jaya," ucap Novel.

"Mas @febridiansyah, Sulit anda menjelaskan kepada lalat bahwa bunga lebih indah dari sampah. Kita tentu paham tidak semua orang punya motif yang baik, kalau orang sudah punya motif tidak baik, dijelaskan apapun akan sia-sia. Apalagi bila ada motif ekonomi, lebih parah," tulis Novel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Setidaknya lalat bisa kasih tahu mana makanan busuk dan mana yang tidak. Makanan busuk biasanya dipecat, eh dibuang jauh-jauh," tulis Denny menyindir Novel.

"Nggak apa-apa bang. Saya sedang jalankan apa yang abang ajarkan, balas keburukan orang-orang yang menyerang itu dengan kebaikan seperti mengingatkan dengan informasi yang benar. Atau setidaknya masyarakat mendapat informasi yang berimbang dan tidak dijebak pada kebohongan yang disebar sedemikian rupa," balas Febri.

Menurut Febri, pihak yang menyingkirkan 57 pegawai KPK sedang panik. Narasi murahan tentang 'taliban' diruntuhkan oleh pernyataan Kapolri yang justru membuka pintu untuk para Pegawai KPK tersebut.

"Tetapi karena tidak ada isu lain yang bisa dipakai menyerang 57 Pegawai KPK, ya apa boleh buat yang basi diolah lagi," tukasnya.

"Isu bendera ini semakin membuktikan 57 Pegawai KPK yang disingkirkan adalah korban. Terbukti, bendera yg diinfokan sedemikian rupa seolah-olah simbol 'taliban' di KPK, ternyata tidak berada di meja kerja 57 Pegawai KPK tersebut. Semakin membuktikan, begitu murahan isu 'taliban' itu," tegas Febri.

Kejadian 'Bendera' Peristiwa Tahun 2019

Polemik ini muncul ketika ada surat terbuka dari Iwan Ismail. Dia mengaku mantan satpam KPK yang dipecat sewenang-wenang. Menurutnya, pemecatannya itu karena, dia mengungkap adanya bendera yang disebutnya merupakan bendera HTI.

Dia pun mengakui membagikan foto itu ke grup WhatsApp Banser Kabupaten Bandung. Belakangan, foto itu viral dan membuatnya diperiksa Pengawas Internal KPK. Dia mengaku diperiksa dengan tidak adil yang akhirnya membuat dirinya menerima pengunduran diri dari KPK. Kini, melalui surat terbuka, ia meminta keadilan atas apa yang dialaminya tersebut.

Namun, tudingan itu dibantah KPK. Plt juru bicara KPK Ali Fikri menyebut, satpam itu terbukti menyebarkan hoaks.

Menurut Ali, satpam itu terbukti menyebarkan foto ke pihak luar. Informasi yang menyertai foto tersebut pun dinilai tidak benar.

"Sehingga disimpulkan bahwa yang bersangkutan sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar (bohong) dan menyesatkan ke pihak eksternal. Hal tersebut kemudian menimbulkan kebencian dari masyarakat yang berdampak menurunkan citra dan nama baik KPK," tandasnya kepada wartawan, Sabtu (2/10/2021).

Mantan satpam KPK pun dalam surat terbukanya mengaku pernah ditemui jaksa tersebut ketika peristiwa bendera itu terjadi. Jaksa itu mengaku yang membawa bendera tersebut. Dalam pertemuan itu, jaksa tersebut juga mengaku diperiksa Jaksa Agung terkait hal tersebut.

Ali Fikri tidak menanggapi saat ditanya soal siapa pegawai yang membawa bendera tersebut. Dia hanya mengatakan, pegawai itu sudah turut diperiksa pada saat kejadian di 2019.

"Pegawai yang memasang bendera tersebut terbukti tidak memiliki afiliasi dengan kelompok/organisasi terlarang, sehingga tidak terdapat peraturan yang melarang atas perbuatannya," kata Ali.

"Namun KPK mengingatkan seluruh insan komisi, demi menjaga kerukunan umat beragama, Insan KPK harus menghindari penggunaan atribut masing-masing agama di lingkungan kerja KPK kecuali yang dijadikan sarana ibadah," pungkasnya. (Zal)

[removed][removed]

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU