Optika.id - Dalam Pemilihan Umum (Pemilu), tidak semua masyarakat bisa menggunakan hak pilihnya. Ada beberapa profesi tertentu yang dilarang untuk melakukan pemilihan dalam undang-undang.
Selain ASN, larangan menggunakan hak memilih juga dikenakan kepada Polri dan TNI. Aturan tersebut tertulis dalam Pasal 200 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Baca Juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!
Pasal tersebut menguraikan, dalam Pemilu anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih.
Kedua profesi tersebut disebutkan harus netral dalam pemilu. Maka dari itu, baik TNI maupun Polri dilarang terlibat dalam kampanye politik.
Mengacu pada laman kbbi.kemdikbud.go.id, Jumat (21/10/2022), netralitas adalah kata benda tentang keadaan dan sikap netral (tidak memihak, bebas). Juga bermakna bebas; tidak terikat (oleh pekerjaan, perkawinan, dan sebagainya).Sedangkan kata dasar netral, menerangkan tidak berpihak (tidak ikut atau tidak membantu salah satu pihak).
Kemudian, pasal 280 ayat 2 huruf g tertulis, pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan anggota TNI dan kepolisian.
Larangan dalam ayat 2 lebih ditegaskan dalam ayat 3, yang menjelaskan, setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye pemilu, bunyi pasal itu, seperti yang dikutip Optika.id, Jumat (21/10/2022).
Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Menurut Undang-Undang itu, jika ketentuan netralitas tersebut dilanggar maka hal tersebut masuk pada golongan tindak pidana pemilu. Sebagaimana tertera dalam ayat 4 pasal yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menyangkut sanksi, maka TNI dan anggota Polri yang melanggar larangan keterlibatan kampanye diatur dalam Pasal 494 dan keduanya bisa dikurung selama satu tahun atau denda hingga Rp12 juta.
Tertulis, setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat 3, dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp12 juta.
Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi