Kader NU Masih Jadi Pertimbangan Khusus untuk Cawapres 2024

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 01 Nov 2022 21:06 WIB

Kader NU Masih Jadi Pertimbangan Khusus untuk Cawapres 2024

i

5dac351310112

Optika.id - Sejumlah partai politik (parpol) mulai melirik Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024. Dari sejumlah survei, kemunculan nama Khofifah cukup moncer secara elektabilitas di samping Menteri BUMN Erick Thohir dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Selain itu, Mantan Menteri Sosial (Mensos) tersebut dinilai sosok yang tepat dan menjadi figur baik sebagai kandidat cawapres. Sebabnya, hal tersebut tak lepas dari predikat yang disandangnya sebagai kader aktif Nahdlatul Ulama (NU).

Baca Juga: Pengamat Politik Sebut Pilkada Bukan Pesta Rakyat, tapi Pesta Elite Parpol

Track record Khofifah yakni tercatat lama menjabat sebagai Ketua Umum (Ketum) Pimpinan Pusat Muslimat NU sehingga Khofifah merupakan figure yang dinilai mudah menggaet suara perempuan NU, disamping pembawaannya yang sederhana dan dekat. Selain itu, Khofifah juga merupakan petahana Gubernur Jawa Timur.

Menurut Pengamat Politik, Ujang Komaruddin, faktor kader NU masih masuk dalam pertimbangan bursa calon wakil presiden (cawapres). Massa pemilih dari kader NU yang besar menurut Ujang masih menjadi magnet tersendiri dan peluang dari kader NU untuk dapat memenangkan kontestasi demokrasi yang berlangsung lima tahunan tersebut.

"Dalam pemilihan langsung, NU ini menjadi faktor penting yang didekati oleh para capres," kata Ujang saat dihubungi Optika.id, Selasa (1/11/2022).

Sejak Pilpres 2004 atau Pilpres pertama kali yang digelar secara langsung dalam sejarah pemilihan umum (pemilu) di Tanah Air, faktor NU dan basis massanya yang besar serta tersebar dimana-mana selalu menjadi pertimbangan oleh parpol yang mengusung capres maupun cawapres. Hal tersebut seperti yang terjadi ketika Mantan Ketua Umum PBNU periode 2000-2010, KH. Ahmad Hasyim Muzadi, digaet Megawati Soekarnoputri sebagai pasangan untuk mendampinginya sebagai cawapres.

Di Pilpres 2004 juga KH. Salahuddin Wahid yang akrab disapa Gus Sholah dipinang sebagai cawapres oleh Partai Golkar dipasangkan dengan Wiranto.

Kemudian, hal tersebut terulang pada Pilpres 2014 dengan Joko Widodo (Jokowi) yang diusung oleh PDIP saat itu menggandeng Jusuf Kalla yang merupakan tokoh NU. Kemudian, jelas Ujang, lagi-lagi tokoh NU dilibatkan dan digandeng kembali sebagai cawapres yakni Maruf Amin yang saat itu dipilih Jokowi sebagai cawapres.

Baca Juga: Analis Sebut Wajar PDIP Tak Bersama Anies, Bukan Elektoral Penentu Utama

"Ya saya melihatnya, karena memang jumlah kader NU ittu banyak, ormas terbesar di Indonesia. Maka suka tidak suka, tokoh-tokoh NU menjadi magnet dalam konteks pemilihan langsung," tutur Ujang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Adapun posisi tokoh Muhammadiyah juga sebenarnya dilirik dalam kontestasi politik, akan tetapi, Ujang menilai jika tokoh-tokoh tersebut kalah secara pemilih. Sebab, kembali lagi, dalam pilpres yang menjadi pertimbangan yakni jumlah massa.

"Sama dengan Muhammadiyah, cuma kalah sama NU dari segi anggota. Yang dibutuh kan massa, pemilih. Massa NU itu banyak maka selalu dijadikan pilihan untuk sosok cawapres. Jadi saya melihat faktor NU masih menjadi faktor penting oleh capres untuk menjadi cawapres," ucap Ujang.

Hal senada diutarakan Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani. Menurutnya, faktor NU ikut memengaruhi untuk posisi cawapres.

Baca Juga: Pengamat Sebut Anies Segera Gabung Partai, Tak Selamanya Bisa Independen!

"Faktor ormas Nahdlatul Ulama itu juga ikut memengaruhi, setidak-tidaknya untuk wakil calon," kata Saiful dalam diskusi bedah politik SMRC, Kamis (21/4/2022) yang lalu.

Reporter: Uswatun Hasanah

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU