PBNU dan PA 212 Saling Serang, Soal Apa?

author Seno

- Pewarta

Senin, 07 Nov 2022 00:16 WIB

PBNU dan PA 212 Saling Serang, Soal Apa?

i

IMG-20221106-WA0033

Optika.id - Saling serang soal politik identitas terjadi antara Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan PA (Presidium Alumni) 212. Saling serang berawal ketika PBNU mengimbau seluruh pihak menghentikan upaya menggunakan agama demi kepentingan politik sesaat.

Statement tersebut disampaikan PBNU guna menyikapi Aksi 411 kemarin dan rencana Reuni 212. Wasekjen PBNU Rahmat Hidayat Pulungan mengatakan menggunakan agama demi kepentingan politik sesaat tidak memiliki manfaat. Menurutnya, hal itu hanya akan merugikan Indonesia sebagai bangsa dan negara.

Baca Juga: Makin Kuat, PBNU Desak PKB Tentang Peran Ulama di Partai

"Untuk semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung, kita minta untuk menghentikan semua gerakan yang memecah belah kesatuan bangsa. Kedepankan politik gagasan, setop politik identitas," kata Wasekjen PBNU Rahmat Hidayat Pulungan dalam keterangannya, Minggu (6/11/2022).

Menurut Rahmat Hidayat, politik identitas adalah aksi pembodohan kepada masyarakat. Merawat dendam hanya membuat bangsa ini kehilangan energi positifnya.

"Kita perlu persatuan. Kebersamaan akan membuat kita kuat sebagai bangsa," katanya.

Rahmat mengatakan bangsa yang besar akan mewarisi nilai-nilai kebaikan untuk generasi mudanya, bukan menanamkan energi negatif. Politik identitas adalah kejahatan politik yang pada akhirnya menjadi kejahatan kemanusiaan.

"Kita sebagai umat Islam harus ingat kaidah ushul fiqih yang selalu digunakan para ulama terdahulu kita yang telah bersusah payah membangun republik ini. Dar'ul mafasid, muqoddamun ala jalbi al masalih, bahwa 'Mencegah kerusakan lebih utama daripada mendatangkan kemaslahatan'," ujarnya.

Rahmat meminta semua pihak dewasa dalam menyikapi dinamika sosial yang terjadi. "Politik identitas fakta sejarahnya hanya memecah belah bangsa dan rakyat, maka mencegahnya adalah keharusan bagi kita semua," tuturnya.

Sementara itu, Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor DKI Jakarta Muhamad Ainul Yakin meminta PA 212 tidak reaktif dan marah saat menerima nasihat.

"Semakin reaktif mereka terhadap imbauan baik seperti yang disampaikan PBNU terkait dengan politik identitas menunjukkan kelompok-kelompok yang mungkin memang senang jika negara gaduh dan sesama anak bangsa berantem," ujar Yakin dalam keterangannya, Minggu (6/11/2022).

Ainul meminta pihak PA 212 tak merasa paling benar dan hebat. Menurutnya, kegaduhan hanya akan merugikan. Ia juga menyebut energi yang dimiliki sebaiknya diarahkan pada hal produktif.

"Tidak usah merasa paling benar dan paling hebat, membuat kegaduhan hanya akan merugikan kita semua, apalagi jika sampai mencederai rasa persaudaraan antar-anak bangsa," katanya.

Ainul juga menyebut pihaknya berkomitmen menjaga kerukunan di Jakarta. Jadi ia mengajak seluruh pihak menjaga kedamaian bersama menjelang tahun politik.

"Ansor DKI Jakarta akan terus berkomitmen merawat kerukunan dan kedamaian di Jakarta ini, kami mengajak seluruh pihak menjelang tahun politik ini menahan diri dan tidak membuat ucapan atau gerakan yang memicu kegaduhan. Berapa pun harganya akan kami bayar untuk menjaga stabilitas di Jakarta," tuturnya.

Pernyataan PA 212

Menanggapi hal ini, Sekretaris Majelis Syuro Persaudaraan Alumni (PA) 212 Slamet Ma'arif menyebut PBNU kerap mengkritik aksi massa yang digelar pihaknya. Slamet menyikapi kritik tersebut dengan peribahasa 'anjing menggonggong, kafilah berlalu'.

"Kan dari dulu PBNU itu kalau kita yang aksi dibilangnya politik-politik begitu. Emang 'lagu'-nya dari dulu. Padahal NU sendiri yang selama bermain politik," kata Slamet dalam keterangannya, Minggu (6/11/2022).

Slamet mengklaim aksi PA 212 digelar demi kepentingan publik. Selain itu, aksi dilakukan untuk mengkritik dan mengingatkan pemerintah terkait kebijakan yang telah diambil.

"Setiap ada kebijakan pemerintah yang memang membahayakan negara, termasuk UU yang soal omnibus law, kemudian kenaikan BBM yang sekarang itu, kita pasti turun. Kita sebetulnya memang gerakan moral, untuk menjadi pengingat pemerintah, mengkritisi kebijakan pemerintah supaya tidak semena-semena," ujarnya.

Menurut Slamet, NU tak paham maksud aksi yang digelar PA 212. Dia lalu mengatakan ada sejumlah gerakan massa yang melakukan unjuk rasa, bukan hanya PA 212.

"Ini dia yang NU nggak paham. Aksi akbar 1, 2, 3, dan 4 kemarin itu Bukan Hanya PA yang mengadakan, tetapi GNPR, gabungan dari beberapa ormas, dan itu rakyat. GNPR itu betul-betul gerakan moral, nggak cuma PA 212 saja. Jadi memahaminya saja sudah salah, bagaimana isinya," sambungnya.

Baca Juga: Pengurus Kiai PBNU Meminta PKB Diperbaiki, Dulu Diancam Carok Saat Dirikan Partai

Slamet juga menilai politik identitas merupakan hal wajar. Dia lalu menuding pihak yang tak melakukan politik identitas tak memiliki identitas.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Sesungguhnya kalau orang ngomong antipolitik identitas, itu sebenarnya dia sudah nggak punya identitas. Itu biasanya berlaku untuk kita, tapi tidak untuk yang lain," tuturnya.

"Kan tidak ada di negeri ini yang tidak pakai identitas. NU sendiri ke mana-mana bawanya Gus Dur. Identitas juga kan? PDIP dengan Sukarno-nya. Demokrat dengan SBY-nya. Sesungguhnya sah-sah saja," imbuhnya.

PA 212 disebut juga telah melakukan politik gagasan, seperti yang disarankan PBNU. "Gagasan-gagasan sering sudah kita sampaikan dari dulu. Persoalannya, apakah pemerintah sekarang itu mengedepankan gagasan atau selama ini hanya mengikuti kemampuan oligarki saja," katanya.

"Jadi biarlah PBNU ngomong apa. Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Kita tetap jadi kafilah saja, biarkan mereka jadi apanyalah, ya," sambung Slamet.

Aksi 212 Tetap Digelar

Dia juga memastikan PA 212 tetap pada rencana aksi 212. "Insyaallah (aksi reuni 212 tetap digelar). Kan kalau unjuk rasa menurut undang-undang nggak perlu pakai izin, cukup pemberitahuan. Jadi nanti kita akan buat surat pemberitahuan, ini kan bagian dari unjuk rasa," ucap Slamet.

Dia selanjutnya menanggapi kritik PBNU soal serangkaian aksi PA 212 bisa memecah belah bangsa. Slamet Ma'arif lalu balik mengkritik Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

"Yang bikin pecah belah bangsa itu sebenarnya tokoh-tokoh PBNU, seperti Menteri Agama itu, mulutnya kalau ngomong bikin pecah belah bangsa," ungkapnya.

Slamet menuding PBNU tengah bergerilya memecah belah bangsa. Dia pun menduga PBNU-lah yang merupakan dalang di balik pembubaran HTI hingga FPI.

"Justru orang NU sendiri yang sekarang bergerilya memecah belah anak bangsa. Termasuk NU-lah yang patut diduga menjadi otak pembubaran HTI, otak pembubaran FPI, dan otak di balik pembatalan dan pengusiran ulama yang di daerah daerah, itu yang pecah belah bangsa," tandasnya.

Baca Juga: Sebut Gus Yahya dan Gus Ipul Politisasi PBNU, Cak Imin: Nggak Sopan!

"PBNU terlalu jauh berpolitik. Pada akhirnya merasa nyaman, pada akhirnya merasa paling benar. Akhirnya ingin menyingkirkan yang lain, itu yang perlu dikoreksi dan dievaluasi PBNU," sambungnya.

Diketahui, PA 212 berencana menggelar Reuni 212 usai sebelumnya melakukan Aksi 411 kemarin. Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, menilai berkumpul dan demonstrasi diperbolehkan oleh undang-undang.

"Kebolehan reuni atau berkumpul-kumpul dan demonstrasi adalah dijamin kebolehannya oleh UU. Oleh karena itu, kalau kita menyatakan negara kita adalah negara demokrasi dan kalau seandainya kita mau mengakui hukum dasar kita adalah UUD 1945 maka kita tidak boleh melarang mereka melakukan hal demikian," ujar Anwar Abbas dalam keterangannya, Minggu (6/11/2022).

Namun Anwar Abbas berharap agar acara dilakukan dengan tertib dan tidak merusak. Selain itu, para peserta harus tunduk pada aturan yang berlaku.

"Cuma kita harapkan kalau mereka akan melakukannya maka mereka harus berlaku tertib, tidak merusak dan harus tunduk dan patuh kepada UU dan peraturan yang berlaku," tuturnya.

Anwar menyebut pemerintah juga perlu mendengarkan hal-hal yang diutarakan dalam aksi maupun acara yang dilakukan. Hal ini, menurutnya, perlu dilakukan agar tidak terjadi aksi serupa dan para peserta merasa puas.

"Oleh karena itu, kita harapkan supaya tidak terjadi hal-hal yang bersifat berulang-ulang maka pemerintah hendaknya juga mau mendengar dan memperhatikan apa yang menjadi harapan mereka. Ini penting dilakukan agar mereka juga puas dan percaya kepada pemerintah karena apa yang menjadi aspirasi mereka juga diperhatikan," pungkasnya.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo 

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU