G20: Bagaimana Kalau Joe Biden tidak Hadir dan Putin pun Absen?

author Seno

- Pewarta

Rabu, 09 Nov 2022 01:36 WIB

G20: Bagaimana Kalau Joe Biden tidak Hadir dan Putin pun Absen?

i

Screenshot_20221108-182835_Docs

[caption id="attachment_15157" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah[/caption]

Optika.id - Pemerintah saat ini lagi sibuk-sibuknya mempersiapkan perhelatan dunia yaitu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara kelompok 20. Maklum tahun ini Indonesia diamanati menjadi pimpinan atau Presidency kelompok ini. Ada yang berpendapat bahwa Pemerintahan pak Jokowi hebat karena mendapatkan kepercayaan menjadi Presidency G20.

Baca Juga: Presiden Prabowo Akan Hadiri KTT G20 dan APEC, Wapres Ambil Alih Kendali

Namun sebenarnya bukan soal pemerintah diberi kepercayaan dunia, Presidency kali ini adalah giliran Indonesia. Sesuai kesepakatan G20 kepemimpinan/Presidency secara bergiliran dipegang oleh negara anggota. KTT G20 ini diagendakan pada tanggal 15-16 November 2022 di Nusa Dua Bali.

Hampir semua orang mengetahui bahwa pertemuan para pemimpin negara di dunia yang di dominasi negara-negara kaya yaitu G-20 adalah pertemuan yang amat bergengsi. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri pada Juli 2017 lalu menghadiri petemuan bergengsi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Hamburg Jerman.

Forum pertemuan para pemimpin 20 negara atau G-20 itu sebenarnya di mulai pada tahun 1999 di Jerman, namun masyarakat internasional baru menganggap pertemuan itu penting ketika Amerika Serikat menjadi tuan rumah pertemuan G-20 di Washington untuk membicarakan upaya negara-negara yang tergabung di G-20 itu menyelesaikan masalah-masalah ekonomi global.

Negara-negara yang tergabung di G-20 ini mempunyai peran dan pengaruh penting di arena global karena menguasai lebih dari 80% perekonomian dunia; karena itu wajar mereka harus memiliki tanggung jawab manakala perekonomian dunia mengalami kemunduran.

Indonesia sendiri di beri kehormatan bergabung menjadi anggota G-20 ini pada tahun 2008 dan sebagai satu-satunya negara ASEAN yang menjadi aggota G-20. Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pernah berpendapat bahwa forum G-20 ini bukan hanya forum ekonomi tapi juga forum Peradaban karena beberapa negara anggotanya adalah negara dengan mayoritas penduduk Muslim seperti Turki, Saudi Arabia dan Indonesia.

Sehingga Forum G-20 ini adalah forum Kebinekaan peradaban dunia. Bagi Indonesia sendiri forum ini bisa digunakan sebagai jembatan untuk mempertemukan kemajemukan peradaban dan juga sebagai ujian untuk benar-benar melaksanakan politik yang bebas aktif.

Ada pertanyaan apa alasannya Indonesia di masukkan sebagai anggota G-20, sementara Malaysia atau Thailand tidak. Pertama harus diakui bahwa Indonesia adalah negara besar karena itu layak Indonesia memiliki hak khusus untuk menjadi anggota; kedua Indonesia adalah negara dengan penduduk terbesar ke empat di dunia setelah Cina, Amerika Serikat dan India.

Baca Juga: Senjata Baru Dalam Peperangan

Jumlah penduduk yang besar ini menggambarkan potensi pasar yang besar bagi produk-produk dunia. Ketiga, negeri ini memiliki penduduk yang mayoritasnya beragama Islam; karena itu Indonesia dapat menjalankan perannya sebagai jembatan antara peradaban.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Khususnya dapat menunjukkan kepada peradaban barat bahwa Islam itu Compatible dengan demokrasi dan dapat menjadi referensi bagi negara-negara berkembang lainnya. Keempat, Indonesia memiliki masyarakat yang majemuk, ber suku-suku dan penganut agama-agama penting di dunia, juga bisa menjadi contoh negara lain bagaimana masyarakat yang majemuk itu bisa hidup berdampingan; dan kelima, Indonesia memiliki potensi ekonomi yang tinggi, baik sumber daya alamnya maupun sumber daya manusianya.

Bonus Demografi yang dialami Indonesia dimana jumlah penduduk usia produktif tinggi dan kelas menengahnya mulai tumbuh pesat menunjukkan pada dunia begitu besarnya potensi yang dimilikinya.

Namun ada pertanyaan, apakah Indonesia berhasil mengemban amanat Presidency G20 kali ini atau tidak; sebab keberhasilan itu tidak hanya dilihat dari lancarnya teknis penyelenggaraan KTT itu di Bali nanti, akan tetapi harus dilihat apakah Indonesia mampu untuk mendamaikan anggota G20 terutama kubu Amerika Serikat dengan kubu Rusia; mengingat akibat penyerbuan Rusia ke Ukraina, AS dan sekutunya menjadikan Rusia sebagai musuh bersama.

Pihak pemerintah Amerika Serikat mengatakan bahwa presiden Joe Biden tidak akan hadir pada KTT di Bali ini bila presiden Rusia Vladimir Putin hadir dan begitu sebaliknya. Mantan Duta Besar RI untuk Amerika Serikat DR. Dino Pati Jalal mengatakan bahwa posisi Presidency Indonesia kali ini sangat sulit menjadi tuan rumah KTT G20 ini karena harus menampung aspirasi kedua kubu itu.

Baca Juga: Perang Dunia Media

Menurut Dino Pati Jalal Indonesia dianggap berhasil bila nanti KTT ini menelorkan Joint Communique atau Komunike Bersama. Sebab pihak AS dan sekutunya memaksakan agar disetiap draft Komunike Bersama tentang berbagai isu global harus dimasukkan kata-kata mengecam invasi Rusia ke Ukraina. Sebaliknya pihak Rusia menolak mentah-mentah hal itu.

Karena itu Presidency Indonesia di G20 kali bisa diakatakan berhasil atau tidak bila KTT itu mengeluarkan atau tidak Komunike Bersama.

Kita lihat nanti.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU