[caption id="attachment_15157" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah[/caption]
Optika.id - Berita gempa bumi di Cianjur kemarin tanggal 21 Nopember 2022 tentu mengejutkan bangsa ini, video yang viral tentang kondisi rumah dan gedung yang hancur, tangisan ibu dan anak-anak kecil yang meilihat rumahnya lenyap, teriakan Allahu Akbar dari kerumunan orang di tempat gempa membuat hati siapapun yang melihat dan mendengarnya sangat pilu, sedih karena bencana ini menimpa saudara-saudara sebangsa.
Baca Juga: Percobaan Pembunuhan Ke 2 Terhadap Trump
Data yang dikutip media dari Badan Nasional Penanggulan Bencana jumlah korban bencana di Cianjur itu sudah mencapai 162 orang- kebanyakan anak-anak kecil. Berita yang memilikukan ini juga di kabarkan oleh banyak media internasional.
Indonesia ini secara alami berada di lingkaran api atau ring of fire dimana ratusan gunung aktif melingkari negeri ini. Kondisi seperti ini menyebabkan seringnya terjadi bencana gunung berapi, tsunami atau gempa bumi yang kali ini menimpa Cianjur Jawa Barat. Gempa dengan magnitude 5,6 skala richter itu tentu besar dan dapat memluluh lantakan pemukiman rakyat. Kondisi alam seperti ini menyebabkan munculnya rasa empati masyarakat Indonesia kepada sesama dan sikap gotong royong saling membantu.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa masih banyak masyarakat kita yang terketuk hatinya manakala melihat di tayangan TV atau baca berita di media tentang tsunami di Aceh, gempa bumi di Jogyakarta dan Padang; gempa di Sulawesi Tengah, insiden di stadion Kanjuruhan Malang dll termasuk yang terjadi di Cianjur itu - mereka segera menyalurkan bantuan dan mengirimkan relawan medis dan dibantu dengan TNI dan Polri ke tempat-tempat bencana itu. Artinya, masyarakat Indonesia juga banyak yang memikirkan bangsanya sendiri.
Itu menunjukkan sekali lagi bangsa Indonesia itu sejatinya mempunyai kepedulian terhadap sesama. Namun tingkat kepedulian seperti itu seharusnya tidak muncul sesaat, dan menjadi acara seremonial belaka yang ramai ketika mendekati acara kepentingan politik seperti pemilu.
Baca Juga: Asosiasi Pengusaha Juga Dipecah – Belah Seperti Parpol
Dulu kita sudah sering mendengar jargon-jargon Hari Kesetiakawanan Sosial; Gotong Royong; atau jargon yang serupa; tapi masih saja berbentuk seremonial yang sifatnya jangka pendek. Kalau hal seperti itu terus dilakukan oleh kita sebagai bangsa, itu berarti kita telah mengkhianati jati diri kita sendiri sebagai bangsa yang luhur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Karena itu pula wajar kalau muncul pertanyaan publik kalau tidak adanya kehadiran negara misalnya ucapan belasungkawa. Ada kritikan kenapa ada tokoh negara yang lebih mengucapkan belasungkawa ke kejadian terinjak-injaknya anak-anak muda Korea Selatan di tempat hiburan dibandingkan dengan kepada 162 korban bencana gempa bumi di Cianjur.
Kita tidak tahu kalau mungkin saja tokoh yang disebutkan itu sudah mengucapkan belasungkawa dan memberikan bantuan; namun perlu disadari bahwa bencana yang tragis itu memunculkan kepekaan sosial masyarakat. Dengan demikian semua tokoh bangsa perlu memiliki social sensitivity untuk empati pada rakyatnya yang sedang menderita.
Baca Juga: Oh Ternyata Itu Hanya Analisa To …
Kalau ditingkat grassroot soal kepekaan sosial ini tidak perlu dipertanyakan lagi karena sudah terbukti muncul dimana-mana. Kita ingat ketika masih gawat-gawatnya pandemic Corona 19 lalu ada ibu-ibu di daerah Yogyakarta menaruh atau menggantungkan berbagai jenis kebutuhan makanan di pagar rumahnya setiap pagi agar bisa diambil oleh orang-orang yang membutuhkan terutama warga yang terkena PHK akibat dititupnya perusahaan dimana mereka bekerja dan warga yang mengalami kesulitan ekonominya.
Contoh seperti ibu ini juga ada di berbagai daerah di nusantara ini dan mereka membantu sesama dengan tulus ikhlas tanpa pamrih.
Editor : Pahlevi