Koruptor Dapat ‘Hak Istimewa’ Oleh MK, Pengamat Soroti Sikap Parpol

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Senin, 12 Des 2022 08:24 WIB

Koruptor Dapat ‘Hak Istimewa’ Oleh MK, Pengamat Soroti Sikap Parpol

Optika.id - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa koruptor bisa mencalonkan diri dalam kontestasi politik asal berjeda lima tahun seolah menjadi angan semu bagi pemberantasan korupsi di negeri ini. Demikian dengan partai politik (parpol) yang memberi karpet merah kepada para penggangsir uang negara tersebut.

Baca Juga: Peta Politik Kekuatan Partai Pemilu di Surabaya

Menurut Direktur Pusako Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang Sumatera Barat, Feri Amsari, parpol memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam pemberantasan korupsi di negeri ini.

Alasannya sederhana yakni parpol yang pertama menjaring kader-kader yang merupakan calon pemimpin. Artinya, ujar Feri, putusan MK yang diketok palu pada akhir November 2022 lalu seharusnya direspons secara serius oleh parpol sehingga bisa menjaring kadernya dengan baik. baik yang untuk duduk pada kursi legislatif, kepala daerah, atau parlemen.

Keuntungan partai sederhana, soalnya koruptor punya uang, kata Feri, membeberkan mengapa parpol memberi hak istimewa kepada koruptor, dalam sebuah acara diskusi yang digelar di kawasan Cikini, Jakarta, beberapa waktu yang lalu.

Dirinya memberi analogi bahwa parpol dan koruptor sudah seperti keluarga yang memiliki chemistry atau ikatan erat. Dia menyebutnya dengan perda atau pertalian darah, pertalian dakwah, pertalian dana dan pertalian daerah. Maka dari itu, adanya hak istimewa yang disetuji MK ini disinyalir bakal membuat koruptor masih memiliki kesempatan untuk menjadi bintang dalam kancah perpolitikan kendati pernah menjalani masa pidana perkara yang tergolong sebagai kejahatan luar biasa.

Baca Juga: MK Kabulkan Perpanjangan Masa Jabatan untuk Pilkada 2020

Senada dengan Feri, Bivitri Susanti selaku Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) menilai jika tingginya angka kejahatan korupsi di Tanah Air yang melibatkan tokoh politik menjadi penanda bahwa parpol telah lemah dalam menjaring maupun menyaring kandidat untuk dipilih oleh warga. Sejak badan antikorupsi didirikan pada tahun 2003 hingga 2022 kini, mengacu data KPK, sudah sebanyak 600 politisi dijerat perkara rasuah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Korupsi berulang yang melibatkan pejabat negara seperti DPR, DPRD, Kepala Daerah maupun pengurus parpol baik ditingkat pusat dan daerah menurut Bivitri disebabkan oleh mekanisme penjaringan kader oleh parpol yang rawan korupsi. Bivitri meyakini jika dalam tubuh parpol tidak memiliki mekanisme ketat untuk memastikan sosok yang diusung mampu dalam menyerap aspirasi publik dan memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh.

Partai politik harusnya menjadi filter orang yang akan dipilih warga, ujarnya, Senin (12/12/2022).

Baca Juga: Mahfud MD Akan Layangkan Gugatan, Tinggal Lengkapi Data

Dia menantang parpol-parpol di parlemen untuk menerjemahkan putusan MK terkait UU Pemilu dengan merevisi UU Tipikor untuk memasukan ketentuan jeda lima tahun bagi pelaku korupsi untuk berpolitik lagi.

Model aturan ini seharusnya ada di level undang-undang karena partai politik tidak mau membuat undang-undang yang merugikan diri sendiri, tegas Bivitri.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU