Denda Damai Tak Bisa Ampuni Koruptor!

author Pahlevi

- Pewarta

Kamis, 26 Des 2024 23:44 WIB

Denda Damai Tak Bisa Ampuni Koruptor!

Optika.id - Mantan Menko Polhukam yang juga calon wakil presiden 2024, Mahfud MD mengaku bingung dengan sikap Presiden Prabowo Subianto terkait masalah pemberantasan korupsi. Pernyataan itu disampaikan Mahfud MD menanggapi soal ucapan Prabowo yang mengaku akan memaafkan dosa-dosa koruptor asalkan mau bertobat dengan cara mengembalikan hasil kejahatannya kepada negara.

Mahfud pun langsung bercuit di akun X pribadinya, awalnya sempat kembali mengungkit ucapan Prabowo yang tidak akan menolerir perbuatan para koruptor.

Baca Juga: Aturan KPU Memperparah Pencalegan Mantan Koruptor

Sikap Presiden Prabowo tentang pemberantasan korupsi seperti membingungkan. Katanya korupsi akan disikat, koruptor akan dikejar sampai ke Antartika," ujar Mahfud MD dikutip Optika.id, Kamis malam (26/12/2024).

Sikap Prabowo tampak plin-plan karena berbeda ucapan soal penangangan korupsi. Namun demikian, Mahfud masih menaruh harapan terkait upaya pemberantasan korupsi di era Prabowo.

"Tapi katanya lagi koruptor akan diberi maaf asal mengembalikan hasil korupsinya. Masih ada harapan karena dia juga bilang, Tunggu setelah 6 bulan," ujar Mahfud sembari mengutip salah satu ucapan Prabowo.

Denda Damai Tak Bisa Ampuni Koruptor

Mahfud pun menegaskan denda damai tidak bisa diterapkan untuk mengampuni koruptor. Mahfud menjelaskan, denda damai hanya bisa diterapkan dalam tindak pidana ekonomi yang meliputi perpajakan, bea cukai, dan kepabeanan. Korupsi enggak masuk, katanya. Mahfud menuturkan, penerapan denda damai diatur dalam Pasal 35 Ayat (1) huruf K Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI.

Pasal itu mengatur, Jaksa Agung menerapkan denda damai dalam tindak pidana yang menimbulkan kerugian perekonomian negara. Undang-undang baru itu menjelaskan bahwa Jaksa Agung tidak lagi memerlukan usulan dari instansi terkait untuk memberikan denda damai. Tetapi itu tetap (hanya) tindak pidana ekonomi, yaitu untuk kepabeanan, untuk pajak, dan untuk bea cukai, kata Mahfud. Mahfud lantas mencontohkan penerapan denda damai.

Ketika seseorang hanya membayar pajak Rp 95 miliar dari nilai seharusnya Rp 100 miliar, misalnya, maka itu masuk dalam tindak pidana perekonomian. Kekurangan Rp 5 miliar kemudian dikalikan dengan nilai tertentu sebagai hukuman atau denda damai yang dijatuhkan kepada wajib pajak yang curang tersebut. Dan itu jelas di dalam pasal 35 dan penjelasannya itu hanya untuk tindak pidana ekonomi tertentu, tutur Mahfud.

Selain itu netizen di X pun juga kompak ingin Prabowo menyelesaikan janjinya untuk memberantas korupsi.

Tunaikan janjimu pak @prabowo," tulis akun @No***********. Dikejar doang pak. Kan udah capek tuh ngejar sampe Antartika, ya udah ditinggalkan aja di Antartika. Gak dipenjarakan," timpal yang lain.

Contoh Korsel

Hal senada dikatakan Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono. Dia meminta Presiden Prabowo untuk meniru penerapannya seperti di Korea Selatan. Ia mencontohkan dalam menangani kasus korupsi, Korsel menanganinya secara tegas, bahkan terhadap mantan presiden.

Dua mantan Presiden Korea Selatan, Lee Myung-bak dan Park Geun-hye, telah diproses hukum secara transparan, imparsial, dan akuntabel," katanya seperti dikutip Antara, Kamis (26/12/2024).

Lee Myung-bak divonis 15 tahun penjara atas kasus suap dan penggelapan, sedang Park Geun-hye dijatuhi hukuman 20 tahun penjara dan denda besar karena berbagai kasus korupsi, termasuk pemerasan terhadap konglomerat.

Meski akhirnya mendapatkan pengampunan, keduanya tetap menjalani proses hukum serta membayar denda secara penuh.

Lebih lanjut, Vishnu mengemukakan, tidak seharusnya melakukan kompromi dengan koruptor. Mengingat korupsi yang dilakukan koruptor merugikan negara.

Tidak seharusnya berkompromi dengan para koruptor dan kroninya, terlebih yang menyalahgunakan mandat negara untuk melayani masyarakat," ujarnya.

Bahkan, untuk koruptor, terutama pejabat tinggi negara serta kroninya, yakni pengusaha besar, wajib mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah rugikan negara dan masyarakat luas.

Di balik niat tersebut, Vishnu menegaskan bahwa prinsip keadilan harus menjadi prioritas.

Menurutnya, jangan sampai prinsip pengampunan lebih ditekankan daripada tanggung jawab hukum dan pengembalian kerugian negara secara utuh.

Setelah mereka menghadapi konsekuensi hukum dan mengembalikan aset yang dikorupsi, barulah pengampunan dapat dipertimbangkan, katanya.

Pernyataan Prabowo tersebut, dikatakannya, merupakan pendekatan asset recovery. Namun ia menilai, agar pendekatannya menjadi efektif dan bisa memaksimalkan pengembalian hasil korupsi, pemberlakuan efek jera juga harus diterapkan dengan tegas.

Selain itu, ia menekankan kepada Presiden Prabowo, sebagai kepala negara dan pemerintah, mendorong Kejaksaan Agung dan Kepolisian Republik Indonesia bersama KPK untuk lebih masif lagi dalam memberantas korupsi.

Penjelasan Kejagung

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menegaskan bahwa denda damai yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Kejaksaan yang baru tidak bisa digunakan untuk pengampunan koruptor. Dia mengatakan bahwa denda damai hanya bisa digunakan untuk penyelesaian perkara tindak pidana ekonomi. Denda damai dalam UU Kejaksaan itu bukan untuk pengampunan koruptor, tapi penyelesaian perkara tindak pidana ekonomi seperti kepabeanan, cukai, hingga pajak, kata Harli dilansir Kompas.com, Kamis (26/12/2024).

Sementara itu, Harli mengatakan bahwa penyelesaian tindak pidana korupsi atau tipikor bisa dilakukan melalui aturan yang ada dalam UU Tipikor.

Penyelesaian tipikor berdasarkan UU Tipikor, tegasnya.

Denda damai merupakan penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh Jaksa Agung. Denda damai dapat digunakan untuk menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara, tambahnya.

Harli menegaskan bahwa penyelesaian secara denda damai yang dimaksud dalam Pasal 35 (1) huruf K UU No. 11 Tahun 2021 adalah untuk UU sektoral yang merugikan perekonomian negara dan termasuk dalam tindak pidana ekonomi. Benar dalam Pasal 35 (1) huruf K UU No. 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI menyatakan Jaksa Agung mempunyai tugas dan kewenangan menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara dan dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi berdasarkan peraturan undang-undang, katanya.

Harli mengatakan bahwa untuk penyelesaian tipikor mengacu pada UU Tipikor, Pasal 2, 3, dan seterusnya. Kalau dari aspek teknis yuridis, tipikor tidak termasuk yang dapat diterapkan denda damai yang dimaksud Pasal 35 (1) huruf K, kecuali ada definisi yang memasukkan korupsi sebagai tindak pidana ekonomi, tegasnya.

Baca Juga: Jaksa Agung Ancam Miskinkan Koruptor, Ini Katanya

Ucapan Prabowo

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Diketahui, ucapan Prabowo yang ingin memaafkan koruptor diungkapkan saat berpidato hadapan mahasiswa asal Indonesia di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, Rabu (18/12/2024) lalu.

Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," kata Prabowo.

Menurutnya cara pengembalian uang rakyat yang dicuri itu bisa dilakukan secara diam-diam. Asal, Prabowo menekankan, para koruptor benar-benar mengembalikan semua uang rakyat yang mereka curi.

Nanti kita beri kesempatan cara mengembalikannya bisa diam-diam supaya nggak ketahuan, mengembalikan lho ya, tapi kembalikan," kata Prabowo.

Denda Damai Aturannya Kacau

Selain itu, Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menanggapi pernyataan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas yang menyebutkan koruptor bisa menyelesaikan perkaranya di luar pengadilan dengan membayar denda damai.

Fickar menegaskan perkara pidana selesai hanya dengan cara damai. Sebab, dia menegaskan perbuatan pidana harus diadili.

Jika ada aturan pidana yang membolehkan damai trhadap perbuatan pidana, itu aturannya kacau dan keliru, kata Fickar dilansir Suara.com, Kamis (26/12/2024).

Dia menjelaskan bahwa kerugian negara yang muncul akibat tindak pidana bisa diselesaikan secara damai, tetapi tindak pidana itu sendiri harus diselesaikan melalui pengadilan.

Itu ada dua aspek, perbuatan pidananya yang melanggar hukum dan akibatnya yang mekahurkan kerugian perdata, kerugian inilah yang bisa didamaikan, tandasnya.

Senada dikatakan Mantan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo Harahap. Yudi menilai bahwa penanganan kasus korupsi diatur pada UU tentang tindak pidana korupsi yang menekankan bahwa pengembalian uang negara tidak menghapuskan tindak pidananya.

Sampai saat ini kasus korupsi masih mengacu undang-undang spesialisnya adalah undang-undang tindak pidana korupsi di mana di dalam pasal 4 bahwa pengembalian uang pengembalian negara tidak menghapus pidana. Jadi, saya pikir perdebatan berhenti ketika aturannya masih seperti itu, kata Yudi dalam keterangannya, Kamis (26/12/2024).

Dia juga menyebut UU Kejaksaan tidak bisa diterapkan di semua lembaga penegak hukum yang berwenang menangani perkara tindak pidana korupsi.

Kalau memakai UU Kejaksaan tentu itu kan berlakunya di Kejaksaan ya, tapi kalau UU tindak pidana korupsi kan berlakunya ke seluruh penegak hukum yang menangani korupsi yaitu Kejaksaan, Kepolisian maupun KPK, tandasnya.

Baca Juga: Koruptor Hasnaeni Moein Merengek Minta Dipindahkan ke Tahanan Kota, Tak Tahan Tidur di Lantai Setiap Hari

Penjelasan Menkum

Menkum Andi Agtas sebelumnya menjelaskan pengampunan bagi pelaku tindak pidana, termasuk koruptor, nantinya bisa melalui denda damai sehingga para 'penjahat' bisa diberi ampun dan bebas dari jerat hukum setelah memberikan sejumlah uang.

Dia mengatakan bahwa kewenangan denda damai dimiliki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) lantaran Undang-Undang (UU) tentang Kejaksaan yang baru memungkinkan hal tersebut.

Tanpa lewat Presiden pun memungkinkan memberi pengampunan kepada koruptor, karena UU Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai kepada perkara seperti itu, kata Supratman dalam keterangan tertulis dikutip Optika.id, Kamis (26/12/2024).

Denda damai merupakan penghentian perkara di luar pengadilan dengan membayar denda yang disetujui oleh jaksa agung. Denda damai, kata dia, dapat digunakan untuk menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian negara.

Supratman mengatakan implementasi denda damai masih menunggu peraturan turunan dari UU tentang Kejaksaan.

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah sepakat bahwa peraturan turunannya dalam bentuk Peraturan Jaksa Agung.

Peraturan turunannya yang belum. Kami sepakat antara pemerintah dan DPR, itu cukup peraturan Jaksa Agung, kata politikus Partai Gerindra itu

Kendati demikian, ia menegaskan bahwa sekalipun peraturan perundang-undangan memungkinkan pengampunan kepada koruptor, namun Presiden Prabowo Subianto disebut bakal bersikap sangat selektif dan berupaya memberikan hukuman yang maksimal kepada para penyebab kerugian negara tersebut.

Dalam menangani kasus korupsi, Pemerintah menaruh perhatian kepada aspek pemulihan aset. Menurutnya, penanganan koruptor tidak hanya sekadar pemberian hukuman, tetapi juga mengupayakan agar pemulihan aset bisa berjalan.

Yang paling penting bagi pemerintah dan rakyat Indonesia, adalah bagaimana asset recovery (pemulihan aset) itu bisa berjalan," tutur mantan Ketua Badan Legislasi DPR tersebut.

Apabila pemulihan asetnya bisa baik, kata dia, pengembalian kerugian negara pun bisa maksimal, dibandingkan dari sekadar menghukum.

Dirinya kembali menegaskan bahwa pemberian pengampunan kepada pelaku tindak pidana merupakan hak konstitusional presiden yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar 1945. 

Namun, sambung Supratman, hal itu tidak berarti Presiden akan membiarkan pelaku tindak pidana korupsi bisa terbebas. Pemerintah tengah menunggu arahan Presiden Prabowo untuk implementasinya.

Kita akan tunggu arahan Bapak Presiden nanti selanjutnya. Kami belum mendapat arahan nih, nanti implementasinya seperti apa, pungkasnya.

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU