Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah
Baca Juga: Suriah Jatuh
Optika.id - Warga hampir di seluruh dunia terutama anak-anak muda pasti mengetahui aplikasi TikTok, sebuah aplikasi dari Cina yang umumnya menampilkan potensi talenta seseorang seperti menyanyi dan menari bahkan ketrampilan dibidang kuliner. Pengguna aplikasi ini jumlahnya sudah banyak diseluruh dunia dan mereka ini terdiri dari berbagai usia dan latar belakang.
Namun negara-negara barat terutama Amerika Serikat melihat perkembangan TikTok itu sebagai hal yang sangat membahayakan terutama soal kemanan negara. Kita tidak tahu apakah kecurigaan barat dalam hal ini Amerika Serikat terhadap aplikasi dari Cina itu karena alasan iri saja terhadap kemajuan Cina, atau Amerika Serikat tidak mau hegemoninya di dunia dalam bidang teknologi digital ini ada yang mengganggunya. Intinya kecurigaan itu adalah masalah kompetisi negara.
Baru-baru ini kepala FBI (Federal Bureau of Investigation) Amerika Serikat mengatakan biro itu memiliki "perhatian keamanan nasional" tentang operasi TikTok di AS, dan memperingatkan bahwa pemerintah China berpotensi menggunakan aplikasi berbagi video populer untuk memengaruhi pengguna Amerika atau mengontrol perangkat mereka. FBI memiliki "sejumlah kekhawatiran," kata direktur Christopher Wray kepada sidang Komite Keamanan Dalam Negeri DPR tentang ancaman di seluruh dunia setelah anggota parlemen Republik memperkenalkan RUU yang akan melarang aplikasi secara nasional.
"Mereka termasuk kemungkinan bahwa pemerintah China dapat menggunakannya untuk mengontrol pengumpulan data pada jutaan pengguna atau mengontrol algoritma rekomendasi, yang dapat digunakan untuk operasi pengaruh jika mereka memilih demikian, atau untuk mengontrol perangkat lunak pada jutaan perangkat, yang memberinya kesempatan untuk berpotensi secara teknis membahayakan perangkat pribadi," kata Wray.
TikTok, yang mencapai 1 miliar pengguna aktif bulanan pada September 2021, dimiliki oleh perusahaan China ByteDance. Undang-undang keamanan nasional Tiongkok dapat memaksa perusahaan asing dan domestik yang beroperasi di dalam negeri untuk membagikan data mereka dengan pemerintah berdasarkan permintaan, dan ada kekhawatiran tentang Partai Komunis Tiongkok yang berkuasa menggunakan otoritas luas ini untuk mengumpulkan kekayaan intelektual sensitif, rahasia komersial kepemilikan, dan data pribadi.
Buzzfeed News melaporkan pada bulan Juni bahwa karyawan ByteDance yang berbasis di China telah berulang kali mengakses data non-publik (seperti nomor telepon dan ulang tahun) pengguna TikTok AS. Secara terpisah, Forbes melaporkan pada bulan Oktober bahwa ByteDance berencana menggunakan TikTok "untuk memantau lokasi pribadi beberapa warga negara Amerika tertentu," tapi tuduhan itu dibantah perusahaan.
Baca Juga: Lagi-Lagi Soal Komunikasi
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berbagai pejabat pemerintah telah mengeluarkan peringatan serupa selama bertahun-tahun, dan dua pemerintahan presiden telah mencoba mengatasi masalah keamanan ini dengan cara yang berbeda. Komite Investasi Asing di Amerika Serikat (CFIUS), yang melakukan tinjauan keamanan nasional atas kesepakatan perusahaan asing, memerintahkan ByteDance untuk melakukan divestasi dari TikTok pada tahun 2020.
Gagasan larangan TikTok tampaknya mendapatkan daya tarik sekali lagi. Pada akhir Oktober, Ketua Komite Intelijen Senat Mark Warner (D-Va.) mengatakan bahwa aplikasi tersebut menimbulkan masalah privasi dan keamanan bagi orang Amerika
TikTok dimiliki oleh perusahaan China ByteDance. Ini bukan perusahaan milik negara, tetapi di China, tidak ada perusahaan yang benar-benar swasta. Di bawah Undang-Undang Intelijen Nasional 2017 negara itu, semua warga negara dan bisnis diharuskan untuk membantu dalam pekerjaan intelijen, yang mencakup berbagi data.
Baca Juga: Kita Harus Paham DNA Media Barat
Media Inggris the Guardian mengabarkan pada tahun 2021 Pengguna ponsel Android di seluruh dunia menghabiskan 16.2tn menit di TikTok. Dan sementara jutaan dan jutaan pengguna itu tidak diragukan lagi bersenang-senang menonton klip di aplikasi video sosial yang adiktif, mereka juga menghasilkan sejumlah besar data.
Terlepas masalah TikTok ini adalah masalah persaingan antara negara Super Power antara Amerika Serikat dan Cina, bagi kita masyarakat Indonesia harus memiliki Literasi Media yaitu pengetahuan dan kemampuan untuk menggunakan media terutama media digital secara bijaksana.
Masyarakat harus juga di edukasi bahwa penggunaan media yang tidak bijaksana akan mengakibatkan pencurian data tidak hanya data usia, umur, alamat, kebangsaan, tapi juga data aspirasi politik seseorang, data sikap seseorang dsb yang semua data itu bisa digunakan untuk hal-hal negative misalnya menjual data untuk kepentingan bisnis, menggunakan data untuk melakukan kecurangan dalam pemilihan umum, menggunakan data untuk kepentingan kegiatan mata-mata, bisa membuat berita hoax, bisa digunakan untuk mencuri rekening tabungan dsb.
Editor : Pahlevi