Optika.id - Komnas HAM menentang ancaman hukuman mati yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. Komnas HAM bahkan berencana menggugat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pasal pemidanaan hukum mati. Namun, berbanding terbalik dengan sebagian kalangan aktivis yang memandang tidak adanya kekeliruan dalam aturan pidana mati dalam KUHP karena sebatas menjadi pidana alternatif.
Baca Juga: Suramnya Hak Asasi Manusia di bawah Pemerintahan Prabowo-Gibran
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus Napitupulu, penerapan hukuman mati dalam KUHP anyar berbeda dengan KUHP sebelumnya. Dia menyebut jika dalam KUHP anyar, hukuman mati dianggap progresif sebab membuka ruang hukuman diubah dengan pidana lain apabila terpidana berkelakuan baik pada masa penundaan.
Ketika pidana mati dijatuhkan, mekanisme selalu ditunda 10 tahun untuk melihat perubahan perilaku dari terpidana, kata Erasmus, dalam webinar bertajuk Penyiksaan dalam Praktik Pidana Mati di Indonesia: Satu Terlalu Banyak di Jakarta, Jumat (16/12/2022).
Ketentuan pidana mati dalam KUHP yang baru, ujar Erasmus, dipandang sebagai alternative dan mekanisme yang baik kendati kemungkinan pandangan yang disampaikannya ditentang oleh pihak lain dari kalangan aktivis. Namun, dia tak menampik jika pihaknya menerima segala pandangan dengan terbuka.
Ini merupakan mekanisme yang baik. Bagi kami, abolitionist tentu saja langkah awal untuk kemudian menghapus pidana mati di Indonesia, kata Erasmus.
Baca Juga: KPU Tak Sediakan TPS Khusus, Komnas HAM: Pekerja di RS hingga IKN Kehilangan Hak Pilih
Proses standar penjatuhan hukuman mati, jika dipandang dalam konteks hukuman mati, harus berlandaskan pada posisi tertinggi sebab dalam menjatuhkannya tidak boleh ada sedikitpun keraguan aparat penegak hukum, terutama hakim yang memutuskan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam hukuman mati, standar harus selalu ada dalam konteks tertinggi dan tidak boleh ada keraguan sedikit pun, terutama hakim, tegasnya.
Sementara itu, Komnas HAM menyoroti ketentuan hukuman pidana mati yang termuat pada Pasal 100 ketika menyikapi pengesahan KUHP baru. Komnas HAM menilai jika pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28A UUD NKRI tahun 1945, dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1999 tentang HAM. Bahkan, Komnas HAM menuding jika hal tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 6 Kovenan Hak Sipil dan Politik. Menurut Komnas HAM, hak atas hidup adalah hak asasi yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi apapun atau non derogable right.
Baca Juga: Komnas HAM: Pencoblosan Pemilu 2024 Masih Diwarnai Banyak Permasalahan
Ketua Komnas HAM, Atnike Sigiro menyebutkan, pihaknya mempertimbangkan upaya lain untuk membatalkan keberadaan pasal yang mengakomodasi pidana mati. Menurutnya, sejumlah negara sudah menghapus hukuman mati dengan mempertimbangkan banyak aspek mencakup sosiologis, kultural hingga politik.
Kita harus terus memperbaiki hukum pidana agar semakin maju terutama dalam jaminan hak asasi manusia, ujarnya.
Editor : Pahlevi