Optika.id - Elite politik dari ketiga partai angkat bicara soal hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dilakukan pada tanggal 3 11 Desember 2022 lalu.
Baca Juga: Pengamat Politik Sebut Pilkada Bukan Pesta Rakyat, tapi Pesta Elite Parpol
Ketiga parpol yakni Partai Nasdem, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam survei tersebut disebutkan terdepak dari DPR karena gagal dalam mengantongi dukungan publik di atas 4 persen ambang batas parlemen (parliamentary threshold).
Para elite ketiga parpol tersebut menanggapi dengan beragam pula. Misalnya PAN yang menyikapi hasil survei dengan sungguh-sungguh. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN Eddy Soeparno menilai jika hasil survei yang digelar SMRC yang menggambarkan PAN hanya meraih 1,7 persen suara tidaklah betul. Sebab, Eddy mengklaim selama ini partainya memiliki rekam jejak cukup mentereng untuk lolos ke Senayan.
Bahkan, Eddy menyebut jika metodologi yang digunakan oleh SMRC tersebut jelas-jelas keliru sebab menunjukkan hasil surveinya yang berbeda dengan kenyataan.
Buktinya, Eddy menyebut jika berbagai lembaga survei tertentu dari tahun 2004 hingga 2019 selalu menempatkan PAN sebagai partai yang tidak lolos ke DPR namun PAN selalu membuktikan bahwa prediksi survei tersebut melenceng.
Hal itu membuktikan bahwa prediksi mereka, survei mereka, metodologi mereka salah, ujar Eddy dalam keterangannya di media, Selasa (20/12/2022).
Eddy juga menantang lembaga survei itu untuk membuka sampling yang digunakan sebab, kesannya malah memojokkan partainya sebagai partai buangan yang lolos ke Senayan.
Berbeda dengan PAN, Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali tidak terlalu mempersoalkan hasil survei tersebut sebab dua kali pemilu yang digelar, partainya selalu diramalkan tidak masuk Senayan, namun nyatanya lolos dan menduduki kursi parlemen.
Kalau SMRC semenjak kehadiran Nasdem itu anehnya enggak pernah hasil surveinya itu bagus ke Nasdem. Selalu sentimental. Lihat saja tahun 2019, 2,9 persen kita dikasih (hasil survei) sama dia (SMRC). Ternyata kita mampu meraup 10 persen suara, kata Ali seperti yang dikutip Optika.id, Selasa (20/12/2022).
Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi atau Awiek malah terkesan santai dan tidak terlalu ambil pusing dengan hasil tersebut. Dalam keterangannya di media, dia menegaskan jika PPP tidak ikut hasil survei, melainkan pemilu.
Biasa sajalah namanya lembaga survei memberi persepsi publik hari ini, ya silakan saja, intinya sudah saya tegaskan, PPP ikutnya cuma Pemilu, bukan survei. Sah-sah saja itu. Namanya demokrasi kan ya, tidak terlalu dianggap rumit, ungkap Awiek kepada Optika.id, Selasa (20/12/2022)
Awiek mengungkapkan, terlepas dari hasil survei, nyatanya PPP mampu meraih elektabilitas cukup tinggi dan meloloskan perwakilannya ke kursi DPR.
Baca Juga: Analis Sebut Wajar PDIP Tak Bersama Anies, Bukan Elektoral Penentu Utama
Untuk diketahui, dalam hasil survei terbaru dari SMRC, tiga parpol tadi diprediksi gagal dalam memenuhi ambang batas parlemen sebanyak 4 persen. Yakni Partai Nasdem dengan perolehan 3,2 persen, PPP dengan 2,9 persen suara dan PAN yang hanya meraih 1,7 persen suara. Ketiga parpol tersebut tergusur kedudukannya oleh Partai Perindo yang merupakan partai non parlemen yang meraup dukungan publik sebesar 4,6 persen pada survei simulasi Pemilu SMRC.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga mengamati bahwa hasil survei yang digelar SMRC tersebut cukup mengejutkan dirinya. Pasalnya, ia menilai jika elektabilitas Partai Perindo hanya berada di ambang 3 persen saja. Jika hasil survei SMRC tersebut dapat dinyatakan keabsahannya, maka dipastikan bahwa jalan Partai Perindo untuk menembus Senayan pada 2024 nanti bakal mulus-mulus saja.
Jika dilihat dari kaca mata positif, naiknya elektabilitas Partai Perindo bisa jadi hasil dari kerja-kerja politik. Mesin Partai Perindo bekerja dengan baik sehingga mendapat apresiasi dari masyatakat, sebanding lah dengan marsnya yang sering diputar di televisi milik petingginya kata Jamiluddin saat dihubungi Optika.id, Selasa (20/12/2022).
Jamiluddin tak menampik jika selama ini Partai Perindo terlihat massif bersosialisasi dan memaksimalkan semua media yang dimiliki oleh ketua umumnya. Menurutnya, hal tersebut bisa saja berdampak pada peningkatan elektabilitas partai yang tergolong anyar tersebut.
Kendati demikian, jika melihat hasil survei SMRC tersebut, Jamiluddin juga mempertanyakan keabsahannya. Sebab, hasil survei dari beberapa lembaga survei yang kredibel malah menunjukkan elektabilitas Partai Perindo rendah.
Karena itu, hasil survei SMRC itu memang agak mengejutkan, ujar mantan Dekan Fikom IISIP Jakarta ini.
Baca Juga: Pengamat Sebut Anies Segera Gabung Partai, Tak Selamanya Bisa Independen!
Untuk melihat hasil survei tersebut layak dipercaya dan dijadikan sebagai patokan atau tidak, Jamiluddin menuturkan ada dua hal untuk menilainya. Yang pertama yakni instrumentasi atau alat ukur yang digunakan dalam survei terssebut valid dan reliabel. Jika instrumennya memenuhi unsur tersebut maka hasil survei layak untuk dipercaya dan dijadikan patokan.
Terkait dua hal itu, lembaga survei tidak menjelaskan ke publik soal validitas dan reliabilitas instrument yang digunakan. Maka dari itu, publik sulit untuk menilai keabsahan hasil survei yang dipublis.
Sementara itu, yang kedua yakni sampel yang diteliti haruslah representative dan memiliki presisi yang cukup tinggi. Namun, hal ini juga tidak dijelaskan secara gamblang ke publik sehingga susah untuk memastikan apakah hasil survei yang dilakukan layak digeneralisasikan ke pemilih di Indonesia.
Pada umumnya, ungkap Jamiluddin, lembaga survei di Indonesia menggunakan sampel sebanyak 1.200 responden. Dengan sampel tersebut, hampir semua hasil survei digeneralisasikan, namun tidak dijelaskan generalisasi pada batas karakteristik apa saja.
Karena dua hal itu tidak dijelaskan dengan gamblang, maka sulit untuk menerima hasil survei begitu saja. Apalagi untuk menerima generalisasi hasil survei tersebut.
Jadi, meningkatnya elektabilitas Perindo bisa jadi didasarkan pada survei yang valid. Namun tidak menutup kemungkinan hasil tersebut tak tepat karena instrumennya invalid serta sampelnya tidak representatif dan presisi tinggi, tuturnya.
Editor : Pahlevi