Polri Bantah Dugaan Jual Beli Restorative Justice

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Kamis, 19 Jan 2023 08:03 WIB

Polri Bantah Dugaan Jual Beli Restorative Justice

Optika.id - Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo memastikan jika lembaganya mempunyai sistem pengawasan pada segenap jajarannya guna mencegah praktik jual beli penyelesaian sengketa melalui program restorative justice.

Baca Juga: Pengamat Sebut Mundurnya Airlangga Karena Kasus Hukum Sudah By Design

"Sudah ada Dumas dan Propam Presisi, masyarakat bisa langsung mengadu secara online dan ditindaklanjuti," kata Dedi dalam keterangannya yang diterima Optika.id, Kamis (19/1/2023).

Adapun Dumas atau pengaduan masyarakat merupakan layanan yang disediakan oleh kepolisian yang dimiliki oleh Polri yang berguna untuk mengakomodir aduan masyarakat terkait kepolisian.

Sementara itu, pada September 2021 lalu Polri meluncurkan aplikasi Dumas Presisi yang berguna untuk menyampaikan pengaduan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polri.

Masyarakat bisa mengakses layanan aduan tersebut selama 24 jam tanpa datang ke kantor polisi terdekat dan mengunduh aplikasi Dumas Presisi melalui PlayStore.

Tak hanya itu, masyarakat juga bisa melaporkan tindakan polisi jika dianggap melanggar hukum ke aplikasi Propram Presisi.

Dengan lahirnya kedua aplikasi ini, diharapkan kinerja polisi bisa diawasi dengan baik oleh masyarakat, tidak hanya secara internal saja. Hal tersebut juga selaras dengan era keterbukaan saat ini.

Adapun mengenai dugaan praktik jual beli restorative justice tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Adang Daradjatun dalam forum rapat bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada Senin (16/1/2023) di gedung Parlemen.

Dedi menyebut jika program restorative justice atau pengampunan karena alasan subjektif hukum mempunyai aturan-aturan tertentu sehingga dalam praktik maupun prosesnya, memuat berbagai ketentuan yang wajib dipenuhi dalam penyelesaian perkara lewat keadilan restorative.

Baca Juga: Soal Revisi UU TNI-Polri, Megawati: Saya Nggak Setuju, Jangan Sembarangan!

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan dan Perpol Nomor 8 Tahun 2021 tentang Restorative Justice.

Sementara itu, Perpol Nomor 8 Tahun 2021 juga mengatur perihal penanganan tindak pidana berdasarkan keadilan restorative ini yang bakal digunakan sebagai acuan dasar penyelesaian perkara dalam proses penyelidikan serta penyidikan tindak pidana.

Peraturan ini guna memberikan kepastian hukum, sebagaimana diatur tentang penghentian penyelidikan (SPP-lidik) dan penghentian penyidikan (SP3) dengan alasan demi hukum berdasarkan keadilan restoratif.

Apabila ada anggota Polri yang dinilai melakukan praktik lancung jual beli pengampunan tersebut, hal itu digolongkan sebagai pelanggaran etik serta bisa diproses lebih lanjut dengan ancaman sanksi yang tegas.

Baca Juga: HUT Polri ke-78, Ini 6 Tuntutan YLBHI!

"Kalau ada pelanggaran, maka penyidik melanggar kode etik bisa diproses, kalau terbukti pidana juga diproses. Sudah jelas dan setiap pelanggaran yang terbukti akan ditindak tegas," kata Dedi menegaskan.

Lebih lanjut, pada tahun lalu penyelesaian perkara melalui keadilan restorative di kepolisian mengalami peningkatan sebesar 1.672 atau sebanyak 11,8%. Rinciannya pada tahun 2022 ada sebanyak 15.809 perkara sementara tahun 2021 ada sebanyak 14.137 perkara.

Kapolri dalam rilis akhir tahun, Sabtu (31/12/2022) lalu menyebut,restorative justiceyang dilakukan Polri bagian dari upaya untuk mewujudkan rasa keadilan masyarakat, sehingga tidak terulang lagi kasus seperti Nenek Minah, pencuri kakao.

"Kami melihat dari hasil survei, masyarakat rata-rata memang menginginkan terhadap kasus-kasus tertentu diselesaikan dengan restorative justice, kata Sigit.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU