Elektabilitas Melorot Terus, Langkah Politik Prabowo di Ujung Tanduk?

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Jumat, 20 Jan 2023 13:55 WIB

Elektabilitas Melorot Terus, Langkah Politik Prabowo di Ujung Tanduk?

Optika.id - Ardha Ranadireksa selaku Peneliti Charta Politika menilai jika wajar jika suara Prabowo terampas oleh Anies Baswedan. Menurutnya, konstituen pasca Pilpres 2014 dan P2019 lalu masih menajamkan polarisasi di tengah masyarakat. Sayangnya, Prabowo sudah tidak dianggap mewakili kelompok oposisi.

Baca Juga: Jokowi Presiden: Usai Dilantik, Pak Prabowo Milik Seluruh Indonesia!

"Anies merupakan representasi dari pendukung antitesa Jokowi. Sementara, masuknya Prabowo ke dalam kabinet menyebabkan posisinya relatif tidak jelas jika dikaitkan dengan polarisasi kubu di atas," kata Ardha kepadaOptika.id, Jumat(20/1/2023).

Ardha menilai jika Prabowo tak bisa menggantungkan Jokowi sebagai pendongkrak elektabilitasnya saja. Sebabnya, saat ini Jokowi terkesan bakal mendukung kawan separtainya, Ganjar Prabowo. Sehingga, Ganjar lebih kuat diidentifikasi sebagai penerus Jokowi dibandingkan dengan Prabowo.

Adapun satu-satunya cara yang paling ampuh dalam mendongkrak elektabilitas Prabowo yang melorot, sambung Ardha, yakni dnegan memilih pasangan yang tepat. Terkait hal itu, dia merekomendasikan nama Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil. Dua gubernur dari provinsi yang berbeda itu diyakini oleh Ardha sebagai pasangan terbaik.

"Dalam rilis survei Charta Politika periode Desember lalu, ketika Ganjar dipasangkan dengan Prabowo dapat meraih elektabilitas sampai dengan 45%," kata Ardha.

Kendati memiliki elektabilitas yang cukup tinggi, hingga saat ini masih belum ada parpol yang melirik Ganjar untuk dideklarasikan sebagai capres, bahkan PDIP sendiri belum angkat bicara. Di satu sisi, Ridwan Kamil kerap muncul dan digadang-gadang sebagai tokoh dengan elektabilitas tertinggi keempat sebagai capres atau cawapres dengan tingkat keterpilihan tertinggi.

"Belum terlihat nama cawapres yang punya dayaleverage(ungkit). Relatif hanya Ridwan Kamil yang kelihatannya sudah punya efek itu walaupun masih belum signifikan," kata Ardha.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Zaki Mubarak sepakat jika simpati kelompok muslim konservatif saat ini lebih cenderung mendukung Anies Baswedan daripada Prabowo Subianto. Dia menyebut jika hendak bersaing dan menyelamatkan peluangnya dalam memenangkan Pilpres 2024 maka Prabowo butuh kerja dan terobosan yang ekstra. Ditambah dengan meningkatnya prevalensi pemilih muda dan pemula.

Baca Juga: Prabowo Minta Kader Tak Jumawa Usai Menang Pilpres 2024

"Bersamaan dengan gelombang konservatisme agama, jumlah komunitas ini makin banyak saja. Latar belakang Anies sangat mendukung itu, yaitu sebagai muslim modern, terdidik, dan juga cucu seorang tokoh pejuang," ucap Zaki, Jumat(20/1/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di tengah menghangatnya iklim politik menjelang tahun 2024, Partai Gerindra saat ini menjalin koalisi dengan Partai Keadilan Bangsa (PKB) dalam membangun basis menghadapi Pilpres 2024. akan tetapi, Zaki menilai jika Ketum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) bukanlah pasangan yang ideal bagi Prabowo.

Menurutnya, koalisi dengan PKB tidak menjamin Prabowo meraih berkah elektoral dari kalangan warga NU (Nahdliyin). sebab, kaum Nahdliyin serta kyai-kyai NU saat ini tidak satu suara dalam mendukung Cak Imin sebagai kontestan Pilpres 2024.

"Kaum Nahdliyin saat ini sangat cair dalam pilihan politiknya. Kiai-kiai juga sudah menyebar di mana-mana. Tidak gampang dimobilisasi ke satu titik. Problem lainnya, NU struktural kepemimpinannya saat ini lebih mengikuti garis Jokowi daripada PKB, sementara dukungan Jokowi lebih ke Ganjar. Jadi, tidak mudah bagi Prabowo," kata Zaki.

Baca Juga: Mencuat Isu Hubungan Jokowi-Prabowo Retak, Ada Apa Sebenarnya?

Zaki pun menuturkan bahwa ada dua skenario versinya yang memungkinkan menaikkan elektabilitas Prabowo Subianto. Yang pertama yakni berpasangan dengan Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa yang juga tokoh perempuan NU dan sebagai representasi kaum Nahdliyin.

Sebenarnya, Prabowo sudah terlihat beberapa kali mendekati dan menjagak Khofifah bergabung. Akan tetapi, gayung tidak bersambut sebab hingga kini masih belum ada sinyal positif dari Khofifah. Jika Khofifah bersedia menyambut tawaran Prabowo, kemungkinan besar PKB exit dair koalisi dengan Partai Gerindra dan belum tentu juga NU struktural mendukung hal tersebut.

Kedua, berkolaborasi dengan Jokowi mewujudkan pasangan Prabowo-Ganjar. Pasangan itu hanya mungkin terealisasi jika PDI-Perjuangan tak mengusung Ganjar sebagai capres di Pilpres 2024. Jika dipadukan, elektabilitas pasangan itu sulit disaingi pasangan mana pun.

"Tampaknya, sampai saat ini PDIP juga masih ke putri mahkota, Puan Maharani. Jokowi juga cocok dengan formula Prabowo-Ganjar ini karena dianggap mampu mengamankan kepentingan ekonomi-politiknya. Yang jadi pertanyaan, apakah ada keberanian dari Ganjar hengkang dari PDIP dan bertarung tanpa restu Bu Mega?" cetus Zaki.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU