Optika.id - Munculnya partai politik anyar menjelang Pemilu merupakan hal yang lumrah dalam demokrasi. Kendati demikian, menurut Direktur Riset Indonesia Presidential Studies (IPS) Arman Salam, kebanyakan parpol tersebut didirikan tanpa mengusung adanya visi, misi, dan ideologi baru.
Baca Juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!
Arman pun memberi contoh kasus yang terjadi di Partai Gelora dan Partai Ummat. Kedua parpol yang notabene parpol anyar tersebut merupakan produk dari masalah internal partai induk, yakni PKS yang merupakan partai induk Gelora, sedangkan PAN merupakan partai induk Partai Ummat.
Partai Gelora dan Ummat adalah contoh partai baru produk dari masalah internal partai induk.Namun, dalam kondisi saat ini di mana masyarakat jemu dengan model politik konvensional, nampaknya dua partai tersebut akan sulit masuk Senayan karena syarat ambang batas yang cukup tinggi, ucapnya kepada Optika.id, Sabtu (21/1/2023).
Arman menyebut, berdasarkan hasil survei IPS pada pertengahan tahun 2022 lalu, Partai Gelora dan Partai Ummat masing-masing terlihat masih sangat kecil dan belum terpotret eksistensinya. Di satu sisi, PAN yang notabene parpol induk Partai Ummat langkahnya masih terseok-seok agar bisa lolos ambang batas parlemen sebesar 4%.
Arman melanjutkan jika eksistensi Partai Ummat dan Partai Gelora pasti akan menggerus suara PKS dan PAN. Namun, pertanyaan yang penting yakni seberapa besar kedua parpol baru tersebut bisa mencuri suara dari parpol induk mereka?
Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Yang mesti dilakukan oleh PKS dan PAN adalah membangun jejaring grassroot (akar rumput) yang lebih kokoh sambil terus bergerak melakukan inovasi berpolitik dengan model politik gagasan, ujar Arman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai parpol anyar, baik Partai Gelora dan Partai Ummat terbebani dengan segudang pekerjaan rumah. Selain mengenalkan para pentolan partai eks parpol induk, kedua parpol tersebut juga harus bisa mengeluarkan berbagai terobosan agar menarik simpati publik.
Partai baru harus berani mengambil langkah yang ekstrem dan di luar dari biasanya kalau tidak ingin hanya menjadi penari latar dalam pileg (pemilihan legislatif) nanti, katanya.
Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
Sementara itu, parpol induk seperti PKS dan PAN pun diuntungkan dengan informasi perpindahan para tokoh politik yang belum sepenuhnya diketahui oleh publik tersebut. PKS dan PAN bisa memanfaatkan momentum terbatasnya pengetahuan publik guna mengonsolidasi dukungan terhadap parpol.
"Jika dianggap menguntungkan pada segmen pemilih tertentu, maka partai lama atau induk harus bisa mengkapitalisasi potensi tambahan dukungan dari pemilih militan yang belum tahu perpindahan figurnya, jelas Arman.
Editor : Pahlevi