Optika.id - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Gusti Bintang mengungkapkan jika ancaman Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) pada perempuan dan anak terus meningkat di internet.
Baca Juga: Kasus Kekerasaan Seksual Tak Kunjung Henti Terjadi di Sekolah
Di balik terdapat banyaknya manfaat positif dari internet, Kekerasan Berbasis Gender Online menjadi suatu ancaman bagi sumber daya manusia kita, khususnya bagi anak-anak kita yang harus merasa aman dalam memanfaatkan internet, ujar Bintang dalam keterangan yang diterima, Jumat (10/2/2023).
Berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional Tahun 2021 yang dilakukan oleh KPPPA dan BPS, Bintang menyebut sebanyak 8,7% perempuan berusia 15 64 tahun pernah mengalami pelecehan secara online sejak mereka berusia 15 tahun. Bahkan, sebanyak 3,3% perempuan lainnya mengalami kekerasan seksual secara online dalam setahun terakhir.
Sedangkan Komnas Perempuan juga merekam adanya peningkatan kasus kekerasan berbasis gender di ranah siber. Pada tahun 2021 silam terdapat 1.721 kasus kekerasan siber berbasis gender (KSBG). Diketahui jumlah ini meningkat sebanyak 83ri tahun sebelumnya yang hanya berjumlah 940 kasus.
Perlu kita ingat bahwa tidak ada satu pun orang yang berhak mendapatkan kekerasan, bagaimanapun situasinya, perempuan dan anak harus aman selama mereka menggunakan internet, kata Bintang
Baca Juga: Mengapa Kekerasan Rentan Menimpa Perempuan?
Di sisi lain, Bintang menyayangkan penggunaan internet secara massif yang masih belum dibarengi dengan literasi digital. Khususnya bagi perempuan dan anak sehingga lebih sulit bagi mereka untuk melindungi diri di internet yang beriklim bebas nan terbuka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut Bintang, mereka setidaknya harus bisa mengenali beberapa bentuk dari modus kejahatan seksual di internet dengan harapan agar bisa terhindar dari hal-hal yang tidak seharusnya terjadi tersebut.
Adapun bentuk kejahatan yang paling sering terjadi seperti pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming); peretasan (hacking); pelecehan online (cyber harassment): konten ilegal (illegal content); pelanggaran privasi (infringement of privacy); pencemaran nama baik online (online defamation); ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution); dan rekrutmen online (online recruitment).
Baca Juga: Kasus KDRT Masih Marak, Ada yang Salah dengan UU Penghapusan KDRT?
Melihat hal tersebut, Bintang pun meminta kepada semua pihak agar terlibat serta ikut ambil peran dalam melindungi posisi perempuan dan anak dari berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan baik di dunia nyata maupun maya. Dirinya juga mendorong agar tercipta kesetaraan dan keadilan gender di ranah digital sehingga baik perempuan maupun anak mampu berperan dalam kemajuan teknologi.
Kami berharap agar semakin banyak masyarakat yang sadar dengan berbagai masalah di dunia maya khususnya kepada perempuan dan anak, sehingga mereka bisa terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi di ruang-ruang virtual, pungkas Bintang.
Editor : Pahlevi