Optika.id, Lamongan -Selain dikenal kaya akan potensi kuliner dan wisatanya, Kabupaten Lamongan juga memiliki jenis mainan tradisional yang masih lestari hingga kini. Salah satu mainan yang tetap eksis di tengah gempuran teknologi dan modernitas asli buatan Lamongan itu adalah Jekikrek.
Baca Juga: Arus Lalu Lintas Warga Laren Terganggu, Usai Jalan Poros Ambles 1 Meter
Diketahui, Jekikrek adalah mainan tradisional berupa kuda atau jaranan yang dianyam dari daun lontar. Mainan ini kerap dimainkan anak-anak di waktu senggangnya. Uniknya lagi, Jekikrek ini memiliki 4 roda yang juga terbuat dari anyaman lontar.
Saat lebaran ketupat tiba, Jekikrek biasanya juga disajikan untuk jadi santapan masyarakat. Jekikrek saat lebaran ini dibuat dari janur kelapa, lalu diisi dengan beras dan dimasak.
Kami tidak tahu asal penamaan Jekikrek. Kenapa kok bisa mainan ini dinamakan Jekikrek. Warga desa kami mengerjakan ini pun sudah turun temurun sejak dulu, ujar Tasdi, salah satu perajin Jekikrek di Dusun Jatilangkir, Desa Wonokromo, Kecamatan Tikung, Lamongan, Minggu (12/2/2022).
Menurut Tasdi, dari dulu banyak warga di Dusun Jatilangkir yang telah memproduksi Jekikrek. Wajar jika dusun Jatilangkir ini populer dengan sebutan Kampung Jekikrek Sebutan itu dikukuhkan dengan tulisan Jatilangkir Kampoeng Jekikrek, yang tersemat di pintu masuk dusun setempat.
Hampir semua warga di dusun ini bisa membuat Jekikrek yang bahannya juga memang tersedia di kampung sini, setiap keluarga di sini adalah pengrajin mainan ini, terangnya.
Mengenai proses pembuatannya, Tasdi menjelaskan, sebelum dianyam menjadi Jekikrek, duri daun lontar yang diambil dari lingkungan sekitar rumah lebih dulu dibersihkan. Setelah itu, daun lontar tersebut dijemur sampai kering.
Tujuan pengeringan daun lontar itu agar lebih mudah dianyam. Daun lontar itu dipotong-potong sesuai ukuran yang diinginkan kemudian dianyam. Proses menganyam Jekikrek butuh waktu sekitar 10 menit. Baru nanti dihias agar lebih cantik. Yang sulit itu menganyam untuk membentuk roda, karena bentuknya yang kecil dan sedikit rumit, bebernya.
Baca Juga: Terkenal dengan Sebutan Lele, Warga Lamongan Justru Mayoritas Pantang Makan Lele!
Untuk mempercantik tampilan Jekikrek, Tasdi menuturkan, pihaknya melakukan pewarnaan menggunakan cat aneka sesuai kebutuhan dan keinginan. Beberapa bagian yang harus diwarnai itu biasanya bagian kepala, punggung dan roda Jekikrek, imbuhnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sementara itu, Tambi, perajin Jekikrek lainnya asal Dusun Jatilangkir mengungkapkan bahwa dalam sehari ia mampu membuat sebanyak 200 hingga 250 mainan Jekikrek siap jual. Hasil penjualan Jekikrek itu digunakan Tambi untuk menafkahi keluarganya.
Untuk harga jualnya, kami biasanya dari para perajin menjualnya dengan harga Rp5 ribu hingga Rp10 ribu per biji, terang pria yang mengaku jadi perajin Jekikrek sejak tahun 1992 tersebut.
Tambi yang memproduksi Jekikrek bersama sang istri itu juga menyampaikan, mainan tradisional yang hampir punah digilas modernitas itu dipasarkan oleh para perajin secara mandiri. Selain Lamongan, mainan itu juga dijajakan ke kota atau daerah lainnya.
Bahkan, tambah Tambi, ia menjajakan mainan tradisional itu ke daerah luar Lamongan dengan mengayuh sepeda onthel. Ia mengawali perjalanannya pada pagi hari sembari berkeliling dan menawarkannya kepada masyarakat dan pelanggannya.
Kalau saya biasanya menjualnya ke Mojokerto, tapi warga lain ada yang ke Bojonegoro, Gresik, Surabaya dan kota-kota lainnya. Saya menjualnya dengan menggunakan sepeda onthel, imbuhnya.
Tambi dan para perajin Jekikrek lainnya di Dusun Jatilangkir berharap, mainan tradisional itu masih tetap diminati dan eksis di tengah gempuran mainan modern. Dengan begitu, dapur kelurganya akan tetap mengebul.
Semoga mainan seperti Jekikrek ini tetap berkembang, ada peminatnya dan tetap laku di pasaran, harapnya.
Editor : Pahlevi