Cari-Cari Alasan Pembenar Pemilu Ditunda

author Seno

- Pewarta

Jumat, 03 Mar 2023 19:30 WIB

Cari-Cari Alasan Pembenar Pemilu Ditunda

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Baca Juga: Media Asing Soroti Pergantian Menteri Saat Masa Jabatan Kurang 2 Bulan

Optika.id - Saya maju mundur untuk menulis artikel ini tentang ramainya public discourse yang membahas keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tentang penundaan Pemilu 2024 -disamping karena saya awam dalam soal hukum juga sudah banyak para ahli hukum mengkritisi keputusan Pengadilan Negeri itu.

Seperti diketahui Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) mengabulkan gugatan Partai Prima (saya baru ngeh kalau ada partai baru ini) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU). PN Jakpus pun meminta KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025.

Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis tanggal 2 Maret 2023 itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.

Tak ayal, keputusan itu mendapat kritikan keras dari para ahli hukum seperti Prof. Yusril, Prof. Mahfud MD (Menko), Prof. Deny Indrayana dan Prof. Jumly Asshidiqqie yang semuanya berpendapat bahwa Pengadilan Negeri tidak memiliki wewenang untuk mengadili sengketa Pemilu. Prof. Jimly Asshidiqqi Sengketa terkait sengketa prosses pemilu seharusnya diadili Bawaslu dan PTUN, sementara sengketa hasil pemilu diadili oleh Mahkamah Konstitusi. Sementara PN tidak punya wewenang untuk memutuskan masalah Pemilu. Bahkan Prof Mahfud meminta KPU untuk banding.

Akhir-akhir ini rakyat disuguhi dengan berbagai pendapat yang sepertinya di ada-adakan dan kelihatannya rasional bahwa Pemilu tahun 2024 harus ditunda dan bahwa jabatan Presiden Jokowi harus diperpanjang 3 periode. Alasan yang dicari itu antara lain bahwa periode jabatan Presiden Jokowi terinterupsi peristiwa Covid-19 karena itu wajar apabila masa jabatan Presiden diberi kompensasi 3 periode.

Memang menjelang 2024, para delit politik dan d oligarkis di negara ini sudah bermanuver untuk mempertahankan cengkeraman mereka pada kekuasaan, dan beberapa tidak ingin menghadapi jajak pendapat dalam tahun 2024 itu. Tokoh-tokoh kuat, termasuk menteri koordinator Luhut Binsar Pandjaitan dan Airlangga Hartato, yang juga ketua Partai Golkar, menyarankan pemilihan harus ditunda untuk memberi presiden petahana Joko Widodo (Jokowi) lebih banyak waktu untuk menghadapi konsekuensi pandemi.

Sementara itu Presiden Jokowi sebelum memasuki tahun 2023, sering mengatakan bahwa tahun 2023 Indonesia akan menghadapi ketidak pastian ekonomi akibat peristiwa-peristiwa politik global. Pernyataan Presiden menjadi bahan peluru politisi untuk mengabarkan pada rakyat bahwa karena kondisi yang gawat inilah jabatan Presiden Jokowi harus 3 periode.

Yang lain bahkan menyerukan agar konstitusi diamandemen untuk memungkinkan presiden tetap menjabat selama tiga periode berturut-turut, bukan dua, membuka jalan bagi Jokowi untuk mencalonkan diri lagi pada tahun 2024.

Baca Juga: Musuh Bersama Itu Anies Baswedan

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pak Luhut Pandjaitan dulu pernah memberikan alasan yang rasional kenapa jabatan Presiden harus diperpanjang dengan mengklaim adanya "Biga Data" yang menunjukkan 110 juta orang Indonesia mendukung penundaan pemilihan, jajak pendapat menunjukkan ada dukungan publik yang sangat terbatas untuk itu.

Jokowi belum secara terbuka mendukung penundaan atau masa jabatan ketiga , tetapi Pak Luhut Pandjaitan "menteri untuk segalanya" di mana-mana sangat dekat dengan Jokowi, dan banyak yang menduga Jokowi terbuka untuk memperpanjang masa jabatannya. Tidak sulit untuk memahami alasannya. Selama masa jabatan keduanya, Jokowi telah dengan cekatan membangun koalisi sekutu dan mantan musuh yang kuat namun tangguh, termasuk para pemimpin partai dan taipan yang kuat. Koalisi ini kini mendominasi politik Indonesia.

Sebenarnya batas dua periode adalah inti dari Amandemen Pertama Konstitusi pada Oktober 1999. Hal itu dimaksudkan untuk mencegah munculnya diktator lain seperti Soeharto dan pendahulunya, Soekarno, yang pernah dinyatakan sebagai "presiden seumur hidup". Perubahan itu sangat penting secara simbolis.

Partai identitas beridentitas Islam PKB dan PAN telah mendukung penundaan, tetapi ketua partai Jokowi sendiri PDI-P, mantan presiden Megawati, dan ketua ketua Partai Gerindra dan Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, keduanya menentangnya.

Baca Juga: There Is No Free Lunch

Rakyat lalu ditunjukkan dengan mobilisasi ribuan kepala desa yang datang ke Jakarta dan mengumumkan keputusan mereka mendukung jabatan Presiden 3 periode sambil meminta kompensasi jabatan mereka diperpanjang sampai 9 tahun. Dan terakhir rakyat juga disuguhi hasil keputusan Pengadilan Negeri Pusat itu.

Kita tidak tahu, political maneuver atau manuver politik apalagi yang akan disuguhkan kepada rakyat sehingga rakyat dipaksa untuk menerima alasan-alasan yang dicari-cari untuk menunda Pemilu.

Wajar kalau ada pemikiran yang liar dari masyarakat tentang adanya kekuatan besar dibalik sandiwara ini, tidak mungkin kalau hanya segelintir orang. Misalkan soal keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu, sepertinya tidak mungkin para Hakimnya tidak faham ilmu hukum yang mengatakan bahwa PN tidak punya wewenang untuk mengadili sengketa Pemilu. Apakah mereka ini dibawah tekanan atau disuruh untuk melaksanakan skenario penundaan Pemilu.?

Wallahu Alam

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU