Optika.id - Ratusan beasiswa di Indonesia yang diterima oleh peserta didik saat ini dinilai tidak tepat sasaran. Misalnya, program beasiswa PIP atau Program Indonesia Pintar yang dialokasikan oleh anak kelompok miskin malah diakses oleh kelompok menengah hingga kaya.
Baca Juga: Program Beasiswa Bank Indonesia, Berikut Jadwal dan Persyaratannya
Penemuan tersebut diungkap oleh peneliti di Asa Dewantara. Nyimas Gandasari, salah satu peneliti Asa Dewantara menyebut jika temuan itu berdasarkan pada publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021. Terdapat sebanyak 10,03% kelompok menengah yang mengakses beasiswa. 6,26% di antaranya merupakan kelompok menengah atas dan 2,24% merupakan kelompok kaya yang mengakses beasiswa tersebut.
Selain itu, persyaratan yang rumit dan proses seleksi beasiswa pemerintah yang cukup lama juga membuat anak-anak miskin enggan mengakses dan memanfaatkannya, kata Nyimas diskusi yang bertajuk Menyoal Aksesibilitas dan Efektivitas Beasiswa untuk Membantu Pendidikan Kelompok Miskin yang dikutipOptika.id, Kamis (23/3/2023).
Berbeda dengan program beasiswa pemerintah, Nyimas menyebut jika berbagai program beasiswa yang dikelola oleh lembaga nonpemerintah relative lebih cepat proses seleksinya sehingga terkesan grusa-grusu dan tanpa ditinjau ulang sehingga persyaratan yang dibutuhkan juga tidak terlalu rumit.
Ironisnya, sebagian besar beasiswa ini juga diperuntukkan bagi anak-anak miskin yang kesulitan biaya namun berprestasi di jalur akademik maupun nonakademik dengan berbagai persyaratan misalnya melalui prasyarat nilai, ranking, dan indikator prestasi ademik dan nonakademik lainnya. Dengan adanya ketentuan dan persyaratan tersebut, anak-anak miskin yang tidak berprestasi namun memiliki keinginan kuat melanjutkan pendidikan tidak bisa mengakses beasiswa tersebut karena terbentur birokrasi administrasi.
Baca Juga: Pertamina Buka Beasiswa Sobat Bumi untuk Mahasiswa D3 - S1
Di sisi lain, beasiswa nonpemerintah yang mekanismenya lebih longgar dibandingkan dengan pemberian pemerintah sebenarnya bisa melakukan berbagai inovasi dalam pengembangan skema beasiswanya serta mampu mendanai beberapa kebutuhan di luar biaya pendidikan yang sekiranya tidak bisa di-cover secara penuh oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Akan tetapi, imbuh Nyimas, peran tersebut justru tidak bisa dimainkan lantaran beasiswanya sebagian besar terfokus pada pembiayaan pendidikan sehingga tidak menyeluruh.
Oleh sebab itu, dirinya menilai jika fase kehidupan masyarakat baik dari segi pendidikan dan yang lainnya akan terdampak sebagai akibat program beasiswa yang belum diarahkan untuk mengatasi persoalan akses pendidikan anak usia dini yang krusial. Nyatanya, program PAUD memperoleh akses alokasi hanya 2ri total APBN Pendidikan yang digelontorkan oleh pemerintah.
Baca Juga: 6 Persiapan Beasiswa ke Luar Negeri, Mahasiswa Harus Tau
Diketahui jika angka tersebut jauh tertinggal dibanding rekomendasi UNESCO. UNESCO menyarankan untuk mengalokasikan sebanyak 10ri total anggaran pendidikan bagi program PAUD. Sehingga, alokasi beasiswa pun minim untuk mengatasi rendahnya angka partisipasi anak di pendidikan usia dini (PAUD).
Sebagai informasi, berdasarkan data Susenas pada tahun 2021, sebanyak 11,35 juta atau 59,83ri jumlah anak berusia 3 6 tahun tidak terdaftar di program PAUD sementara 57,5% sisanya tinggal di pedesaan atau daerah tertinggal. Ironisnya, persoalan pendidikan yang seharusnya krusial tersebut nyatanya belum memperoleh perhatian serta mendapatkan prioritas dari pihak pengelola beasiswa.
Editor : Pahlevi