Ray Rangkuti, Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima), mengungkapkan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) masih lemah dalam menghadapi partai-partai di DPR RI.
Baca Juga: Perpanjang Rekapitulasi, KPU Surabaya Ajukan Rekomendasi ke Bawaslu
Menurut Ray Rangkuti, indikasi ini terlihat dari ketidaksiapan KPU dalam merevisi aturan tentang keterwakilan perempuan dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023. "Revisi tersebut tidak dilakukan oleh KPU karena ditolak oleh Komisi II DPR," ungkap Ray Rangkuti, seperti dikutip dari Republika pada Minggu (21/5/2023).
Selain kegagalan merevisi PKPU Nomor 10/2023, Ray Rangkuti juga menambahkan bahwa KPU tampak mengabaikan himbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memasukkan kembali poin mengenai kewajiban melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bagi calon legislatif.
Ray Rangkuti menyebut bahwa hal ini terjadi karena KPU saat ini belum sepenuhnya independen dan mandiri dari peserta pemilu, terutama dari partai politik yang ada di DPR. "Bukan hanya KPU, Bawaslu juga mengalami hal yang serupa. Keduanya tampak lemah di hadapan Komisi II dan partai politik parlemen," ujar Ray Rangkuti.
Ray Rangkuti khawatir dengan situasi ini. KPU dan Bawaslu terlihat lebih seperti pelayan partai politik parlemen daripada penyelenggara pemilu yang mandiri dan independen. "Dengan kata lain, KPU dan Bawaslu terlihat seperti penyelenggara pemilu yang terpengaruh oleh partai politik," tambahnya.
Baca Juga: Bawaslu Tangani 46 Kasus Dugaan Pelanggaran Pidana Pemilu 2024
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
KPU dan Bawaslu cenderung mengabaikan berbagai masalah dalam tahapan pemilu selama tidak dipermasalahkan oleh partai politik parlemen. Berbagai ketentuan untuk menciptakan pemilu yang lebih demokratis, transparan, dan mencegah kejahatan politik masuk ke dalam kekuasaan negara tampak terabaikan.
Menurut Ray Rangkuti, berbagai praktik sosialisasi partai politik peserta pemilu yang mengabaikan etika demokrasi, melanggar etika politik, dan penuh dengan praktik penyalahgunaan uang tidak bisa dicegah oleh Bawaslu hanya dengan alasan formalistik. Hal ini termasuk praktik pencalonan presiden dalam Pilpres 2024.
Baca Juga: Pemungutan Suara Ulang Pemilu 2024, Ini Dampaknya
"Semua berjalan tanpa kendala. KPU dan Bawaslu merasa tidak terganggu melihat berbagai prinsip demokrasi terabaikan oleh perilaku partai, calon legislatif, dan calon presiden. Meskipun mendapat kritik yang luas dari publik, mereka hanya menjawab dengan alasan formal," ungkap Ray Rangkuti.
Melihat hal ini, Ray Rangkuti khawatir tentang kemandirian, independensi, dan keberanian KPU dan Bawaslu. Ketidakhadiran kemandirian dan keberanian tersebut berpotensi menimbulkan kekisruhan, terutama saat berbagai kepentingan partai politik saling bertabrakan. "Penting untuk mengingatkan KPU dan Bawaslu agar segera berdiri tegak dengan sikap yang independen dan mandiri," kata Ray Rangkuti.
Editor : Pahlevi