Optika.id - Mantan Wamenkumham Denny Indrayana menegaskan tidak ada pembocoran rahasia negara terkait pernyataan yang ia sampaikanya sebelumnya bahwa Mahkamah Konstitusi akan memutuskan sistem pemilu legislatif kembali menjadi proporsional tertutup atau hanya mencoblos tanda gambar partai politik.
Baca Juga: Mega Skandal Mahkamah Keluarga, Pintu Masuk Pemecatan Anwar Usman dan Presiden Jokowi
Sebagai akademisi sekaligus praktisi (Guru Besar Hukum Tata Negara dan advokat yang berpraktik di Jakarta, Indonesia dan juga Melbourne, Australia), dia mengaku paham betul untuk tidak masuk ke dalam wilayah delik hukum pidana ataupun pelanggaran etika.
Kantor hukum kami sengaja bernama INTEGRITY, dimaksudkan sebagai pengingat kepada kami untuk terus menjaga integritas dan moralitas. Karena itu, saya bisa tegaskan: Tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik, ujar Denny dalam siaran pers yang diunggah di akunTwitter @dennyindrayana,pagi ini, Rabu, (31/5/2023).
Lebih jauh dia menguraikan bahwa rahasia putusan MK tentu ada di lembaga kehakiman berjulukthe guardian of constitutionatau pengawal konstitusi tersebut. Sedangkan, informasi yang dia dapat, bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi, ataupun elemen lain di MK.
Hal ini perlu dia tegaskan supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK. Karena informasi yang dia dapat bukan dari pihak-pihak di MK.
Silakan disimak dengan hati-hati, saya sudah secara cermat memilih frasa, mendapatkan informasi, bukan mendapatkan bocoran. Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis, MK akan memutuskan. Masih akan, belum diputuskan, bebernya.
Aktivis antikorupsi ini juga secara sadar tidak menggunakan istilah informasi dari A1 sebagaimana frasa yang digunakan dalam twit Menkopolhukam Mahfud MD dalam tanggapannya atas pernyataan Denny Indrayana tersebut.
Dia tidak menggunakan istilah informasi dari A1 karena frasa ini mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, ungkapnya.
Meski demikian, dia memastikan informasi yang dia terima tentu sangat kredibel. Karenanya patut dipercaya. Makanya Denny memutuskan untuk melanjutkannya kepada khalayak luas sebagai bentukpublic control(pengawasan publik) agar MK hati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut.
Ingat, putusan MK bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali (final and binding). Karena itu ruang untuk menjaga MK, agar memutus dengan cermat, tepat dan bijak, hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka Mahkamah, tegasnya.
Namun demikian, meski informasi yang diperolehnya itu kredibel, Denny justru berharap pada ujungnya putusan MK tidak mengembalikan ke sistem proporsional tertutup. Pihaknya mendorong agar putusannya berubah ataupun berbeda dari informasi yang ia peroleh.
Karena soal pilihan sistem pemilu legislatif bukan wewenang proses ajudikasi di MK, tetapi ranah proses legislasi di parlemen(open legal policy).
Baca Juga: Denny Indrayana: Gibran Akan Jadi Cawapres Prabowo
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Supaya juga putusan yang berpotensi mengubah sistem pemilu di tengah jalan itu, tidak menimbulkan kekacauan persiapan pemilu, karena banyak partai yang harus mengubah daftar bakal calegnya, ataupun karena banyak bakal caleg yang mundur karena tidak mendapatkan nomor urut jadi, demikian Denny Indrayana.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya pernyataan Denny yang mengaku mendapat informasi bahwa MK akan memutuskan sistem pemilu legislatif kembali menjadi proporsional tertutup mengundang pro dan kontra. Yang kontra menilai Denny telah melakukan pembocoran rahasia negara bahkan meminta polisi untuk mengusut. Salah satunya Menko Polhukam Mahfud MD.
Terlepas dari apa pun, putusan MK tak blh dibocorkan sblm dibacakan. Info dari Denny ini jd preseden buruk, bs dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi hrs selidiki info A1 yg katanya menjadi sumber Denny agar tak jd spekulasi yg mengandung fitnah, ungkap Mahfud di akunTwitter-nya,@mohmahfudmd.
Terkait pernyataan Mahfud tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun lantas membuka kemungkinan penyelidikan atas dugaan kebocoran putusan MK terkait uji materi sistem pemilu itu. Tentunya kalau kemudian ada peristiwa pidana di dalamnya, kami akan mengambil langkah lebih lanjut, kata Kapolri kemarin.
Apalagi kemarin juga LSM Paguyuban Bakal Calon Anggota DPR dan DPRD (BCAD) telah Denny Indrayana ke Polda Metro Jaya atas dugaan membocorkan rahasia negara.
Penanganan perkara uji materi pasal-pasal sistem pemilihan dalam Undang-Undang Pemilu ini ini memang menjelang garis finis. MK sendiri telah merampungkan sidang pemeriksaan perkara ini pada Selasa, 23 Mei lalu.
Baca Juga: Polri Akan Tangkap Harun Masiku, Begini Tanggapan Denny Indrayana
Namun, MK belum menentukan jadwal sidang pembacaan putusan uji materi UU Pemilu terkait sistem pileg proporsional terbuka tersebut. MK baru akan menjadwalkan penyerahan kesimpulan para pihak pada 31 Mei 2023 mendatang.
Juru bicara MK Fajar Laksono menjelaskan hingga saat ini, majelis hakim belum melakukan rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk mengambil putusan atas perkara tersebut. Para hakim akan membahas dan mengambil putusan saat semua kesimpulan dari para pihak sudah diserahkan. Tanggal 31 Mei mendatang, baru penyerahan kesimpulan para pihak, kata Fajar.
Uji materi sistem pemilu ini dilayangkan ke MK pada 14 November 2022 oleh enam orang. Seorang di antaranya adalah Demas Brian Wicaksono, pengurus cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Banyuwangi.
Mereka menilai sistem pemilu proporsional terbuka, yakni pemilih mencoblos calon wakil rakyat di kertas suara, akan melemahkan kelembagaan sistem kepartaian dan berbiaya mahal. Karena itu pihaknya meminta sistem pemilihan dikembalikan ke proporsional tertutup, yakni pemilih mencoblos partai politik untuk kemudian menjadi pihak yang menentukan anggota legislatif.
Sementara itu, semua Fraksi di DPR, kecuali PDIP, menolak pemberlakuan sistem pemilu secara proporsional tertutup.
Editor : Pahlevi