Optika.id - Maraknya akun palsu penyebar ujaran kebencian atau hoaks yang beredar di media sosial (medsos) menjelang tahun Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 membuat Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahman Ramadhan mulai mengerahkan pihaknya untuk melakukan antisipasi terhadap akun-akun palsu tersebut.
Baca Juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!
Pihaknya berkaca pada Pemilu 2019 yang ramai akun-akun anonim bak cendawan yang sering melakukan berbagai ujaran kebencian, hoaks, dan pendengung politik terkait dengan politik identitas yang menyinggung suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Oleh sebab itu, kali ini dia memastikan agar para pemilik akun polisi itu tetap dapat ditangkap lantaran pihaknya mempunyai tim patrol siber yang mengawasi seluruh akun medsos.
"Ini barangkali (ada oknum), pakai akun palsu, kalau di jalan ada patroli siber (Polri). Jangan mencoba mau fitnah pakai akun palsu, tertangkap, jadi jangan merasa pakai akun palsu," ujar Ramadhan dalam acaraGerakan Cerdas Memilihdi Auditorium Abdul Rahman Saleh LPP RRI Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Oleh sebab itu, untuk mencegah hal-hal yang mengancam stabilitas Pemilu 2024 nanti, Ramadhan mengingatkan agar masyarakat bisa menggunakan medsos secara bijaksana selama Pemilu 2024 berlangsung. Dirinya mewanti-wanti agar masyarakat tidak mudah termakan informasi hoaks atau bohong yang disebarkan oleh akun-akun palsu tersebut.
"Agar tak terjerat hukum, sarana media pilihlah dengan cerdas tanpa menjelek-jelekan. Jangan memfitnah, jangan mengadu domba," katanya.
Di sisi lain, pihaknya khawatir apabila politik identitas bangkit lagi di Pemilu 2024 nantinya. Pasalnya, menurutnya proses penyelesaian hal itu cukup panjang terlebih bersinggungan dengan hukum pidana.
"Misal (masalah) pribadi, bisa dilakukan restorative justice, bisa diselesaikan tanpa proses hukum. Kalau mengandung kebencian terhadap salah satu suku, SARA, itu tidak bisa ditoleransi lagi," jelas Ramadhan.
Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sebagai informasi, sebelumnya Adinda Tenriangke Muchtar selaku Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII) menilai jika perlu mengatur kampanye di media sosial (medsos) agar bisa menangkal penyebaran berita bohong khususnya menjelang Pemilu 2024.
"Penelitian kami menemukan masih adanya kelemahan aturan kampanye di media sosial saat ini. Aturan yang ada masih belum spesifik dan rinci tentang kampanye di media sosial," kata Adinda dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (25/5/2023) silam.
Dirinya menjelaskan jika pengaturan kampanye di media sosial adalah sebagai antisipasi dari kasus Pemilu 2019 yang menunjukkan bahwa angka penyebaran hoaksi di media sosial terlampau tinggi dengan framing politik identitas yang cukup kental.
Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
"Bahkan saat ini konten hoaks media sosial pada Pemilu 2019 diputar kembali jelang Pemilu 2024," tuturnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan masih adanya perbedaan persepsi antara penyelenggara pemilu, yakni KPU dan Bawaslu dalam melihat definisi kampanye apabila dilihat dari aspek regulasi. Menurut Adinda, definisi media sosial hingga perbedaan dalam mengatur akun kampanye di media sosial juga harus dipertegas.
Terakhir, dia menjelaskan bahwa dalam penelitian TII menunjukkan bahwa masih ada persoalan sumber daya manusia dalam pengaturan dan pengawasan akun media sosial peserta pemilu.
Editor : Pahlevi