Ini 3 Poin Pelanggaran yang Diduga Dilakukan Jokowi Untuk Gagalkan Pencapresan Anies

author Seno

- Pewarta

Kamis, 08 Jun 2023 15:40 WIB

Ini 3 Poin Pelanggaran yang Diduga Dilakukan Jokowi Untuk Gagalkan Pencapresan Anies

Optika.id - Melalui surat terbuka yang di-posting di Twitternya, Guru besar hukum tata negara, Prof Dr Denny Indrayana menyampaikan tiga poin pelanggaran yang diduga dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca Juga: Hasto Soal Pilkada Jakarta, Masukan Rakyat Masih Didengarkan!

Pelanggaran itu, termasuk upaya penjegalan terhadap Anies sehingga dirinya meminta DPR melakukan pemakzulan kepada Presiden Jokowi.

"Satu, Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menghalangi Anies Baswedan menjadi calon presiden," tulis Denny lewat surat terbukanya, dikutip Optika.id dari unggahan Twitter-nya, Kamis (8/6/2023).

Menurut Denny, dirinya sudah lama mendapatkan informasi bahwa memang ada gerakan sistematis menghalang-halangi Anies Baswedan.

"Saya bertanya kepada Rachland Nashidik kenapa Presiden Keenam SBY di pertengahan September 2022 menyatakan akan turun gunung mengawal Pemilu 2024. Menurut Rachland, hal itu karena seorang Tokoh Bangsa yang pernah menjadi Wakil Presiden menyampaikan informasi yang meresahkan kepada Pak SBY," jelasnya.

"Sebelumnya, sang tokoh bertemu dengan Presiden Jokowi dan dijelaskan bahwa pada Pilpres 2024 hanya akan ada dua capres, tidak ada Anies Baswedan yang akan dijerat kasus di KPK," lanjutnya.

Dengan demikian, kata Denny, Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah ada tangan dan pengaruh kekuasaan Presiden Jokowi yang menggunakan KPK, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian, untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dalam Pilpres 2024.

Poin kedua, Denny menduga Jokowi membiarkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengganggu kedaulatan Partai Demokrat.

Lebih jauh Denny melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Moeldoko kemudian menyebabkan Anies Baswedan tidak dapat maju sebagai calon presiden dalam Pilpres 2024.

Sedangkan yang Ketiga, lanjut Denny, Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres menuju Pilpres 2024.

"Berbekal penguasaannya terhadap Pimpinan KPK, yang baru saja diperpanjang masa jabatannya oleh putusan MK, Presiden mengarahkan kasus mana yang dijalankan, dan kasus mana yang dihentikan, termasuk oleh kejaksaan dan kepolisian," katanya.

Menurut Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) tersebut, bukan hanya melalui kasus hukum, bahkan kedaulatan partai politik juga diganggu jika ada tindakan politik yang tidak sesuai dengan rencana strategi pemenangan Pilpres 2024.

Kecam Pernyataan Jokowi

Kader Partai Ummat, Helmi Felis juga buka suara terkait dengan penegasan kembali niatan cawe-cawe yang akan dilakukan oleh Presiden Jokowi.

Dirinya menyoroti pengakuan kepala negara tersebut yang mengatakan ia tak bisa berdiam diri dalam menghadapi pesta demokrasi, pasalnya terdapat riak-riak berbahaya di Indonesia.

Loyalis dari Anies Baswedan ini geram dengan hal tersebut, menurutnya pernyataan tersebut terkesan multi-tafsir. Hal ini bisa-bisa menciptakan perpecahan dalam masyarakat jelang tahun politik.

"Jangan asal ngomong kamu, jangan kamu bikin narasi memecah belah anak bangsa begini," cuitnya dalam akun twitter pribadinya @HelmiFelis_, dikutip Optika.id, Kamis (8/6/2023).

Tak hanya itu, dirinya curiga bahwa narasi tersebut sengaja diucapkan karena sebenarnya tak ada wujud berbahaya yang dimaksud oleh Presiden Jokowi.

Politikus ini mengancam Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dirinya mengingatkan jangan sampai rakyat turun tangan untuk menurunkan sosok dari kepala negara tersebut.

"Kamu jangan ciptakan musuh yang sebenarnya tidak ada. DPR masih perlu ditunggu geraknya atau Rakyat perlu paksa DPR/MPR makzulkan Jokowi," ungkapnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan kembali bahwa dirinya akan melakukan cawe-cawe dalam menghadapi pesta demokrasi. Hal ini menjadi kontroversi bahkan melahirkan tuntutan pemakzulan dari kepala negara tersebut.

Baca Juga: Pilgub DKI Jakarta 2024: Muncul Nama Anies Baswedan, Ridwan Kamil Sampai Risma

Banyak yang tidak terima dengan hal tersebut, salah satunya datang dari PDI Perjuangan. Pihaknya menegaskan bahwa pemakzulan tak bisa dilakukan seenak jidat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Partai yang dijuluki partai wong cilik tersebut mengatakan bahwa presiden dan wakil presiden telah dipilih oleh masyarakat. Hal tersebut sudah menjadi legitimasi mereka untuk memimpin negara dari Indonesia.

"Dalam sistem politik ketika presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, legitimasi dan legalitas pemimpin nasional itu sangat kuat. Tidak bisa diberhentikan di tengah jalan. Itu harus melalui mekanisme yang tidak mudah," tuturnya, Rabu, (7/6/2023).

Respons PDIP

Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto merespons soal pernyataan Juru bicara bakal calon presiden (bacapres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan, Sudirman Said yang menyebut ada pihak yang mau menjegal Anies maju sebagai di Pilpres 2024 mendatang.

Menurut Sudirman, mulai dari pejabat negara hingga pimpinan partai politik berusaha merayu PKS untuk keluar dari Koalisi Perubahan.

Menanggapi itu, Hasto mengatakan, bahwa ketika pengalaman Joko Widodo atau Jokowi maju dari Gubernur menjadi Presiden juga mendapat berbagai penjegalan.

"Ketika kami lihat pengalaman dari bapak Presiden Jokowi ketika dari Gubernur melangkah menjadi calon presiden dan kemudian terpilih sebagai presiden, begitu banyak penjegalan," kata Hasto dalam konferensi persnya di Sekolah Partai DPP PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (8/6/2023).

Namun, menurutnya, Jokowi, hingga PDIP selalu percaya jika berlandaskan kinerja dalam berpolitik maka dapat menyerap dukungan masyarakat dengan sendirinya.

"Tetapi sikap dari pak Jokowi, kemudian pak Ganjar, PDI Perjuangan, selalu percaya kepada jalan keyakinan bahwa ketika politik berbasis kinerja, ketika berpolitik itu mampu menyerap aspirasi rakyat yang dituangkan dalam aspirasi kemajuan, maka itu akan mendorong rakyat untuk bergerak bersama. Terjadi bounding kalau kata ibu Megawati Soekarnoputri," tuturnya.

Sementara itu, Hasto menegaskan, jika PDIP tidak pernah melakukab penjegalan atau menghambat. Pasalnya belajar dari sejarah, kata dia, Megawati selaku ketua umum partainya juga sudah kenyang pengalaman atas penjegelan.

Baca Juga: Ini Prediksi Pakar Soal Putusan MK pada Sengketa Hasil Pilpres 2024

Namun itu semua dapat terlewati ketika Megawati disebutnya bisa bergerak dengan mengakar kepada rakyat.

"PDIP tidak pernah menghambat karena kami belajar dari sejarah. Kurang apa ibu Megawati dihambat kepemimpinannya melalui Kongres luar biasa, melalui serangan kantor PDI perjuangan di Diponegoro," ujarnya.

"Dan ketika pemimpin bergerak dengan keyakinan mengakar ke rakyat, seluruh hambatan tidak mampu menggulung keyakinan dari pemimpin. Itu pelajaran terbaik. Itu dilakukan Bung Karno, bu Mega, presiden Jokowi dan pak Ganjar," sambungnya.

Dugaan Penjegalan

Sudirman Said sebelumnya mengungkap adanya upaya penjegalan untuk Anies maju di Pilpres 2024 mendatang. Menurutnya, mulai dari pejabat negara hingga pimpinan partai politik berusaha merayu PKS untuk keluar dari Koalisi Perubahan.

Said tidak menyebut siapa saja sosok yang dimaksud.

"Sedikit clue saja, kalau sampai hari ini, bergantian para pejabat negara ada yang pemimpin partai ada yang bukan mendatangi PKS dengan misi ada yang implisit dan ada yang eksplisit," kata Said di Jalan Brawijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (7/6/2023).

"Misinya itu supaya PKS keluar dari koalisi dan majunya pak Anies digagalkan," tambahnya.

Mereka yang mendatangi PKS menawarkan berbagai tawaran supaya mau mengikuti kemauannya. Namun lagi-lagi Said tidak membeberkan penawaran apa saja yang diberikan kepada PKS agar tak mendukung Anies.

Said memahami kalau situasi itu menjadi bagian dari tekanan maupun godaan yang tengah dirasakan oleh Koalisi Perubahan. Alih-alih melemah, ia meyakini Koalisi Perubahan yang terdiri dari Partai NasDem, Demokrat hingga PKS akan semakin kokoh ke depannya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU