Kendalikan DBD Tak Hanya dengan Fogging, Apa Solusi Efektifnya?

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Rabu, 14 Jun 2023 13:19 WIB

Kendalikan DBD Tak Hanya dengan Fogging, Apa Solusi Efektifnya?

Optika.id - Belakangan ini, musim panas dengan suhu yang lebih hangat disertai dengan kelembaban tinggi menjadi kondisi yang sangat ideal bagi nyamuk aedes aegypti untuk berkembang biak.

Baca Juga: Siti Fadilah Sebut Indonesia jadi Kelinci Percobaan, Dinkes DKI: Efek Nyamuk Wolbachia Bisa Diabaikan

Nyamuk aedes aegypti merupakan nyamuk yang menyebabkan virus dengue atau DBD. Ketika nyamuk itu menggigit, maka virus yang dibawa nyamuk secara tidak langsung bisa mentransmisikan virus kepada manusia sehingga menyebabkan kasus demam berdarah.

Biasanya, pemerintah dan dinas kesehatan daerah mengendalikan DBD dengan cara fogging. Fogging merupakan salah satu metode untuk mencegah persebaran demam berdarah dengan cara pengasapan atau penyemprotan cairan insektisida dengan menggunakan mesin penyemprot tertentu yang menciptakan kabut halus. Kabut itu mengandung cairan zat aktif yang membunuh nyamuk dewasa dan serangga lainnya.

Berdasarkan dari laman Sehat Negeriku, yang dikutip Optika.id, Selasa (13/6/2023), sebenarnya sarang nyamuk bisa diberantas dengan cara 3M plus yakni menguras dan menyikat bak mandi atau penampungan air, menutup penampungan air serta memanfaatkan dan mendaur ulang barang bekas sedangkan plus yang dimaksud yakni bagaimana mencegah gigitan dan perkembangan nyamuk dengue seperti menanam tumbuhan pengusir nyamuk misalnya Geranium, Lavender, atau Sereh.

Cairan Insektisida Rugikan Manusia dan Lingkungan

Sebenarnya metode fogging tidak disarankan untuk memberantas sarang nyamuk lantaran efeknya bisa merugikan kesehatan manusia, mencemari lingkungan, membuat nyamuk jadi kebal dan mengancam pernapasan manusia.

Efek merugikan tersebut lantaran fogging menggunakan cairan insektisida yang mengandung bahan kimia yang dirancang untuk mengendalikan dan membunuh serangga termasuk nyamuk dan kecoa. Biasanya insektisida digunakan dalam upaya pengendalian hama serta vector penyakit seperti nyamuk yang bisa menyebabkan demam berdarah.

Oleh sebab itu, penggunaan insektisida harus dilakukan dengan hati-hati sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh otoritas kesehatan terkait. Bahan kimia dalam insektisida dapat memiliki efek toksik yang beracun pada manusia apabila terpapar dalam jumlah yang cukup besar atau dalam jangka waktu yang lama. Maka dari itu, pedoman itu harus diatur agar meminimalkan risiko terhadap manusia dan lingkungannya.

Dampak insektisida lainnya bisa mengganggu pernapasan, merusak organ internal dan sistem saraf, menyebabkan iritasi kulit dan mata bahkan menimbulkan efek karsinogenik jangka panjang. selain itu, dampak lain yang ditimbulkan oleh insektisida terhadap lingkungan yang dapat mencemari air, tanah, udara dan ekosistem secara keseluruhan.

Bahkan, apabila insektisida digunakan secara berlebihan dalam dosis yang tidak tepat, maka sumber air juga akan terancam. Misalnya organisme air dan ekosistem air yang lain bisa terganggu keseimbangannya di sungai atau danau. Kemudian, insektisida yang tidak tepat bisa merusak kesuburan tanah, menganggu proses rantai makanan bahkan bisa mengurangi keanekaragaman hayati yang alami.

Baca Juga: Hoaks Kesehatan Wolbachia Perlu Diatasi Serius Oleh Pemerintah

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Yang lebih bahaya, penggunaan insektisida secara berlebihan dalam jangka waktu singkat dan lama bisa membuat nyamuk resisten atau kebal terhadap bahan kimia yang digunakan. Artinya, insektisida yang seharusnya bisa membunuh nyamuk akhirnya tidak bisa secara efektif lagi dalam mengendalikan populasi nyamuk. Akibatnya, nyamuk akan berkembang biak dengan cepat, kebal, dan sulit dikendalikan.

Sudah Tersedia Dua Vaksin Dengue

Sebenarnya, selain melakukan fogging, solusi lain untuk mengendalikan populasi nyamum dan mencegah DBD ykani dengan vaksin dengue. Vaksin dengue disebut-sebut menjadi salah satu intervensi yang cukup efektid dalam menangangi DBD di Indonesia.

Berdasarkan rekomendasi dari Kementerian Kesehatan, ada dua jenis vaksin yang mengantongi izin edar dari BPOM yang beredar secara resmi di pasaran sehingga bisa digunakan oleh masyarakat agar terhindar dari DBD. Kedua vaksin itu antara lain Vaksin Qdenga dan Dengvaxia.

Vaksin Qdenga merupakan vaksin yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi dengan jenama Takeda. Vaksin ini menggunakan metode penggunaan bagian dari virus yang dilemahkan agar merangsang respons imun tubuh ketika dimasukkan ke tubuh manusia. Lazimnya metode vaksin ini seperti vaksin lainnya.

Baca Juga: Jangan Asal Fogging Walau Banyak Nyamuk, Kenapa?

Vaksin satu ini telah mendapatkan persetujuan penggunaan darurat oleh beberapa badan pengawas di beberapa negara setelah menjalani uji klinisnya. Seperti Indonesia dan Filipina. Masyarakat yang hendak menggunakan vaksin ini setidaknya harus berusia 9 hingga 45 tahun dan tinggal di daerah endemic dengue. Pemberian vaksin ini diberikan dalam dua dosis dengan selang waktu tertentu yang telah ditetapkan.

Sementara itu, vaksin Dengvaxia merupakan vaksin dengue yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi Sanofi Pasteur. Seperti vaksin Qdenga, vaksin Dengvaxia mengandung substansi virus dengue yang telah dilemahkan agar bisa merangsang sistem kekebalan tubuh sehingga bisa menghasilkan respons imun terhadap virus dengue.

Seperti vaksin Qdenga, Dengvaxia disetujui digunakan pada orang berusia 9 45 tahun yang tinggal di daerah endemic dengue. Berbeda dengan Qdenga yang diberikan hanya 2 dosis dengan selang waktu tertentu, Dengvaxia harus diberikan sebanyak 3 dosis dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan yang ditetapkan.

Vaksin ini telah disetujui untuk penggunaan di beberapa negara di dunia tetapi penggunaannya mungkin tergantung pada faktor-faktor seperti usia, riwayat infeksi dengue sebelumnya, dan prevalensi dengue di wilayah tersebut.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU