Optika.id - Pakaian merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia untuk melindungi tubuh dari serangan serangga maupun cuaca. Seiring berjalannya waktu, pakaian juga berfungsi untuk memenuhi muatan nilai etika dan estetika. Selain itu, dalam perkembangannya pakaian berguna sebagai bagian dari atribut status, representasi identitas, tanda kedudukan ataupun simbol kelas sosial.
Baca Juga: Mahfud MD: KKN Zaman Reformasi Lebih Parah dari Zaman Soeharto
Akibatnya, permintaan tekstil melonjak, terlebih lagi industri fashion dan desainer berlomba-lomba menciptakan pakaian sesuai tuntutan zaman. Setiap tahun, dunia fashion selalu mempunyai gaya khas dengan penentuan kiblat yang berbeda-beda.
Tren fashion pun berkembang dari waktu ke waktu, namun tidak menutup kemungkinan akan mengulang tren jaman dulu seperti yang marak terjadi saat ini. Tren fashion saat ini cenderung berkiblat pada tren fashion era 1970-an.
Pengamat penata gaya Adi Suranata dalam keterangannya menyebut bahwa era tren fashion di Indonesia berubah dan mudah terpengaruh gaya lain.
Kini trend fashion berkiblat pada trend fashion era 1970-an, sebelum dunia fashion beralih menyoroti busana muslim pada sekitar tahun 1980-an. Terjadi perubahan radikal trend fashion dari terlalu terpengaruh Barat menuju ke pengembangan mode pakaian Islami," kata Adi beberapa waktu yang lalu.
Andrew F. Smith dalam Fast Food and Junk Food: An Encyclopedia of What We Love to Eat menulis, sebagaimana trend makanan cepat saji, trend mode pakaian gaya Amerika terbawa arus globalisasi pasca-Perang Dunia II. Amerika Serikat menancapkap pengaruhnya ke negara berbahasa Inggris dan negara-negara dimana tentaranya ditempatkan lalu beranjak ke negara dunia ketiga seperti Indonesia. Trend fashion di Indonesia berkiblat ke Amerika sampai tahun 1970-an yang merupakan periode menarik ketika keberagaman mencerminkan pakaian menjadi minat baru untuk mengekspresikan diri.
Akibatnya, tiada perpaduan trend antara hippie/Bohemian, retro, ataupun trend lainnya. Trend fashion dipromosikan melalui media seperti film, lagu dan sebagainya. Sekitar tahun 1966-1976, trend mode pakaian mini dan backless menjamah kalangan remaja putri. Ade Yuliyasmin dalam penelitiannya berjudul Trend Fashion: Mode Pakaian Mini & Backless sebagai Identitas Remaja Putri di Surabaya tahun 1966-1976 menggambarkan detail menarik yang didukung oleh sumber primer dari majalah seperti Liberty, Varia dan Star Weekly.
Baca Juga: Penduduk Indonesia Mayoritas Islam, Kenapa Parpol Islam Justru Terpuruk?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Trend fashion retro dengan rok populer berwarna kontras cerah berhias aksesoris berupa sabuk. Cardigan dan rok lipit selutut dengan sepatu platfrom juga menjadi trend fashion. Selain itu, gaya dandanan punk berambut spike dan berjaket kulit bersaing eksistensi dengan trend fashion lainnya sehingga wajar bila menemui sumber sejarah yang saling mengklaim suatu trend fashion yang sedang hits di media sosial dan memakai caption trend fashion hits tahun 1970-an.
Larangan Berjilbab
Lain halnya dengan perkembangan mode fashion, penggunaan jilbab harus menuai jalan terjalnya. Pada tanggal 17 Maret 1982, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan (SK) 052/C/Kep/D/82 yang mengatur segala bentuk penggunaan seragam sekolah-sekolah negeri. Secara otomatis, SK 052 melarang penggunaan jilbab bagi siswi sekolah negeri. Akibatnya, sekitar tahun 1984-1985 banyak siswi berjilbab yang berpindah ke sekolah swasta.
Baca Juga: Pernyataan Megawati Sebut Pemerintah Seperti Orde Baru, Benarkah Propaganda Politik?
Oksiral Eka Putra dalam jurnalnya yang berjudul Hubungan Islam dan Politik Orde Baru menyebut jika selama tahun 1986-1987, konflik pelarangan jilbab hanya berlangsung di luar Jawa. Namun, menginjak tahun 1988 sampai 1991, kasus pelarangan hijab kembali marak sehingga akhirnya diterbitkannya SK No.100/C/Kep/D/1991 yang memperbolehkan siswi negeri mengenakan jilbab.
Semenjak itu, jilbab semakin populer bahkan menjelma menjadi trend fashion. Jilbab menjamur di sekolah-sekolah, kampus-kampus bahkan wanita berjilbab menjadi cukup mudah dijumpai. Gaya hidup berjilbab memikat para desiner di seluruh penjuru negeri yang memandang trend fashion baru ini sebagai komoditas menguntungkan. Karenanya, terjadi pergeseran makna terhadap jilbab yang hanya untuk memenuhi kebutuhan trend fashion saja.
Jilbab pun dipolitisir menjadi konspirasi prejudis simbol-simbol agama yang berujung pemenuhan hasrat pencitraan ataupun menarik perhatian saja. Jilbab tidak lagi merepresentasikan kenyakinan hati, akhlak-perilaku dan karakter muslimah.
Editor : Pahlevi