Mengenal Homo Bataviensis yang Dahulu Menghuni Jakarta

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 27 Jun 2023 12:51 WIB

Mengenal Homo Bataviensis yang Dahulu Menghuni Jakarta

Optika.id - Merujuk pada teori Chales Darwin mengenai seleksi alam dan evolusi makhluk hidup, perubahan secara lambat namun pasti berkat proses adaptasi dapat pula dijumpai pada manusia yang tergolong makhluk hidup.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Tembus Ratusan, Dinkes DKI: Masih Terkendali

Mengacu pada manusia purba tentu sudah basi, proses seleksi alam dan evolusi manusia dengan gaya survival dalam teori Darwin dapat ditinjau dari kehidupan masyarakat Batavia pada abad ke-16 & 17. Dibalik berdirinya kota Batavia yang megah dengan pujian serta jengah dengan makin terdapat kisah menarik tentang Homo Bataviensis.

Homo Bataviensis adalah spesies istimewa karena lolos seleksi alam yang ketat dengan berbagai halangan rintangan mengerikan.

Perkembangan dari Batavus menjadi Bataviensis adalah perkembangan yang sulit dan pedih. Banyak orang Belanda yang tiba di Batavia tidak punya kesempatan untuk menjadi anggota kelompok insan manusia yang menarik itu. Mereka mati dalam beberapa bulan setelah tiba. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kesempatan selamat seorang tentara dalam perang modern beberapa kali lebih besar daripada seorang Belanda yang bermaksud tinggal di Batavia pada zaman indah dulu, tulis Bernard M. Vlekke dalam Nusantara: Sejarah Indonesia, dikutip Optika.id, Selasa (27/6/2023).

Harapan menjadi raja, bagi orang-orang Belanda miskin mendorong aksi nekat membangun kota Batavia dan bertahan hidup disana. Lingkungan Timur yang terkenal buruk, iklim panas tropis, tanah rawa-rawa berlumpur dengan hutan rimba penuh satwa liar mengililingnya tidak menghalangi hasrat Homo Bataviensis mendirikan pemukiman permanen.

Diceritakan J.P Coen telah kehilangan anak, ibu mertua dan kakak ipar laki-lakinya dalam proses seleksi alam ini.

Dr. De Haan mengelompokkan orang-orang Belanda penghuni Batavia sebagai jenis baru kelompok manusia yang menambah keanekaragaman suku bangsa di kepulauan Nusantara. Dr. De Haan, dalam bukunya Oud Batavia menyebutnya dengan Homo Bataviensis yang merupakan evolusi dari Homo Batavus (orang Belanda - Bavaria) akibat dari pengaruh iklim tropis dan lingkungan Timur.

Homo Batavus yang identik dengan pekerja keras, gampang marah dan kepala batu berevolusi menjadi Homo Bataviensis yang makin gampang tersulut emosi, agak pemalas namun lebih cerdik.

Baca Juga: RUU DKJ Atur Gubernur Jakarta Langsung Dipilih Presiden, Inisiatif Siapa?

Kemampuan bertahan hidup di alam ekstrem yang sepenuhnya berbeda dengan lingkungan Eropa membenarkan kecerdikan Homo Bataviensis. Dari masalah biologis sampai kebutuhan dasar dipenuhi dengan cara kreatif yang mana beberapa diantara gaya hidup Homo Bataviensis tampak norak karena meniru budaya kaum elit aristokrat Eropa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mengenai urusan seks dan pernikahan, Homo Bataviensis mendatangkan gadis dan wanita muda kulit putih dari panti asuhan berkualitas yang berujung mengecewakan.Setibanya di Batavia, gadis dan wanita muda berkulit putih itu justru berperilaku buruk, tak bermoral dan memenuhi gambaran manusia tidak bertuhan. Pikiran rasis Homo Bataviensis terbentur masalah lonjakan penduduk pria dan proyek gagal pengantin perempuan kulit putih yang menghasilkan solusi sempurna yaitu pergundikan.

Dalam buku Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda, Reggie Bay menyebut perempuan pribumi yang jauh lebih nriman, dapat membereskan semua pekerjaan rumah tangga serta mau dipoligami semakin merajalela semenjak pemberlakuan peraturan penghapusan perbudakan pada 1818.

Impian Homo Bataviensis jadi aristrokrat Eropa berupaya diwujudkan dengan meniru aspek-aspek budaya dan gaya hidup bangsawan Eropa seperti jamuan makan, pesta perayaan, pemukiman dan kebiasaan berburu.

Baca Juga: Menelusuri Aktivitas Judi dari Masa ke Masa

Di pesta perayaan pria-pria Homo Bataviensis berdansa dengan pakaian Eropa yang berat dan tidak cocok dengan iklim tropis sedangkan nyonya-nyonya pribumi memakai korset ketat yang tidak serasi dengan warna kulit serta gaya rambutnya.

Karena mencontoh gaya hidup bangsawan Eropa, Homo Bataviensis menjadi pemakan biskuit, roti dan mentega serta meminum susu. Jean Baptiste Tavernier mencatat kisah yang menggambarkan tabiat Homo Bataviensis.

Bahkan, Bernard Dorleans mencatat perilaku ini dalam bukunya, Orang Indonesia & Orang Prancis: Dari Abad XVI sampai dengan Abad ke XX. Dia menulis ada seorang serdadu Jerman malang yang sekarat dan ingin sekali makan sepotong biscuit putih dengan sedikit mentega. Mendengar hal tersebut, kapten menjawab bahwa biscuit dan mentega tidak diberikan kepada serdadu rendahan kendati serdadu tersebut sudah memohon-mohon untuk terakhir kalinya.

Lalu terdengar komentar yang dilontarkan oleh para kelasi, kapten bertindak benar dengan menghemat biskuitnya, karena jika tidak, ia akan kehabisan biskuit selama perjalanan. Ia dan istrinya harus makan sekitar satu lusin roti tiap pagi dengan mentega terbaik, minum keras dan anggur Spanyol, belum lagi pencuci perutlelaki malang itu hanya sempat memakan dua atau tiga gigitan saat menghembuskan nafas terakhirnya tulis Bernand Dorleans.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU