Menyibak Perbudakan Modern Gadis Cantik Eropa Timur

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Jumat, 30 Jun 2023 14:45 WIB

Menyibak Perbudakan Modern Gadis Cantik Eropa Timur

Optika.id - Perbudakan merupakan eksploitasi manusia yang berevolusi selama berabad-abad, mengalami perubahan mengikuti kebutuhan dan berdasarkan pola perkembangan zaman. Perbudakan di Eropa Timur telah berlangsung dari mulai era kemegahan Romawi, masa klasik abad pertengahan, periode kolonial sampai pasca perang dunia. Alih-alih musnah, pelarangan perbudakan justru memicu perubahan wajah artifisialnya menjadi lebih modern.

Baca Juga: Menelusuri Aktivitas Judi dari Masa ke Masa

Human trafiking adalah model perbudakan modern. Jaringan perdagangan manusia didukung oleh oknum-oknum lintas batas teritorial negara, yang mana korupsi, aksi kriminalitas, tindakan kekerasan dan transaksi ekonomi terintegrasi rapi. Akhir tahun 1980-an, Michael Gorbachev menerapkan kebijakan glasnost dan perestroika yang memicu perpecahan Uni Soviet. Bangsa-bangsa yang memisahkan diri dari Rusia menemui nasib malang yang membawanya pada jurang perekonomian global.

Anarki politik dan hukum yang senantiasa dirongrong korupsi meruntuhkan ekonomi negara-negara tersebut. Di tengah kekacauan, gadis-gadis muda yang mencari pekerjaan untuk menghidupi orang tua dan adik-adiknya justru menjadi sasaran empuk bagi oknum-oknum human trafiking. Ratusan perempuan tertipu, dijual sebagai komoditas dan dilacurkan di berbagai prostitusi.

Prostitusi memporak-porandakan hakikat perasaan tubuh perempuan. Cecilie Hoigard & Liv Finstad dalam Tubuhku bukan Milikku: Prostitusi, Uang, dan Prostitusi dikutip Optika.id, Jumat (30/6/2023) menjelaskan berbagai pengalaman seks bersama para pelanggan seperti panorama yang mengubah persepsi seksualitas menjadi sesuatu yang menjijikkan. Prostitusi menisbikan perasaan-perasaan perempuan dan menggantinya dengan kepura-puraan yang sesungguhnya mencerminkan kekerasan.

Di desa-desa Bosnia-Herzegovina, ratusan perempuan dikumpulkan lalu disekap di ruang bawah tanah, loteng dan gudang, menunggu giliran dilelang. Sebagian besar dari gadis-gadis muda dan polos dari kampung yang percaya bahwa mereka akan mendapat pekerjaan setelah menyebrangi perbatasan, terlambat sadar mengenai pekerjaaan macam apa yang menanti mereka setelah terjebak di Pasar Arizona atau di Serbia, kata Radovanovic, wakil ketua organisasi perempuan Bijeljina.

Radovanovic mengeluhkan banyak gadis yang dipamerkan untuk dijual seperti hewan ternak di Pasar Arizona. Dia menggambarkan banyak begundal yang mengadakan transaksi dengan para calon mucikari serta memperlakukan gadis itu selayaknya barang transaksi, bukan manusia.

Baca Juga: Mengenal Zionisme dan Hubungan Erat dengan Israel

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Mereka menyuruh gadis-gadis membuka semua pakaiannya dan berdiri telanjang di jalan, keluh Radovanovic.

Perempuan-perempuan bernasib malang itu diperkosa dan dijinakkan melalui tindakan kekerasan seksual, fisik maupun psikis. Dibalik senyuman dan pose sexy para perempuan korban human trafiking, terdapat dokrin prostitusi yang melibatkan penyiksaaan intensif. Perempuan-perempuan itu dipaksa melakukan apapun yang dikehendaki oleh siapapun asalkan mau membayarnya.

Victor Malarek dalam bukunya berjudul Natasha: Menyibak Perdagangan Seks Dunia menjelaskan jika gadis-gadis dari berbagai negara itu dilucuti identitas kulturnya dengan sebutan peyoratif, Natasha. Disekap, menunggu giliran dijinakkan dengan diperkosa dan dipukuli lalu dibiarkan berbaring telanjang di berbagai apartemen di Belgrade, Serbia. Sebelum dijual dengan harga 500 sampai 10.000 dollar, Natasha yang dikunci di kamar apartemen, diberi makan sekali sehari, disiksa dengan sunut rokok dan dipaksa berhubungan seks dengan lusinan pria dalam sehari.

Baca Juga: Seberapa Serius Pemerintah Tangani Korban HAM 1965?

Di Bosnia menjamur pelacuran wanita Slavia atas permintaan pasukan PBB. Ironisnya, para wakil peradaban justru menyuburkan industri barbar. Bahkan pemerintahan Bosnia dan Kasovo yang mengadakan upaya pembersihan dihalangi oleh pejabat PBB, tulis Victor Malarek dalam bukunya Natasha: Menyibak Perdagangan Seks Dunia, dikutip Optika.id, Jumat (30/6/2023)

Setengah juta wanita Slavia bekerja sebagai pelacur di Jerman. Sementara di Italia, gadis-gadis Rumania dan Moldova mencari pelanggan dengan berbaris di tepi jalan. Natasha dikirim ke Siprus, Mesir, Uni Emirat Arab, Yunani, Turki, Korea Selatan bahkan Toronto, Chicago dan Los Angeles. Akan tetapi, konsumen Natasha paling rakus justru pria-pria Israel yang berani menyewa mahal ketimbang masturbasi dan pasukan PBB di Bosnia.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU