Optika.id - Satriawan Salim selaku Koordiantor Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menjabarkan mengenai urgensi penyelesaian masalah kecurangan yang kerap terjadi dalam proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.
Baca Juga: Abdul Mu'ti: Guru Kerap Jadi Korban Kepentingan Politik
Banyaknya proses yang dikeluhkan oleh siswa dan walinya ini juga membuat Satriawan mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) untuk melakukan inovasi dan pembenahan menyeluruh terhadap kebijakan dan pelaksanaan sistem PPDB.
Evaluasi menyeluruh dan tinjauan ulang terhadap sistem PPDB sangat penting dilakukan oleh Kemendikbud Ristek. P2G memandang bahwa tujuan utama PPDB telah terdistorsi. Masalah-masalah yang sering terjadi setiap tahun, ujar Satriwan dalam keterangannya beberapa waktu yang lalu.
Berdasarkan hal tersebut, P2G melalui Satriawan Salim, merangkum sebanyak lima poin utama yang menjadi masalah selama pelaksanaan PPDB dalam tujuh tahun terakhir yang banyak menuai polemik itu:
Mengakali Sistem Zonasi dengan Migrasi KK
Baru-baru ini, Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto menerima sekitar 300 aduan dari masyarakat terkait dengan kecurangan dalam pelaksanaan PPDB di Kota Bogor. Menurut Satriawan, salah satu modus yang sering dilakukan oleh masyarakat yakni melakukan perpindahan tempat tinggal melalui kartu keluarga dengan menitipkan nama calon siswa baru ke warga di sekitar wilayah sekolah favorit.
Titip nama di Kartu Keluarga (KK) lah istilahnya, ucap Satriawan.
Kasus serupa tak terjadi di Bogor saja. Beberapa daerah lain di Indonesia, menurut catatan dari P2G juga menerapkan modus serupa dengan cara mengakali sistem zonasi dengan titip nama di KK. P2G pun menegaskan jika modus tersebut harusnya dapat terdeteksi serta diantisipasi oleh pihak berwenang sejak awal. P2G pun menegaskan bahwa seharusnya solusi verifikasi factual sudah seharusnya diterapkan.
Daya Tampung Sekolah Terbatas, Kuota Siswa Membludak
Permasalahan lainnya adalah daya tampung sekolah yang amat terbatas namun jumlah calon siswa terus bertambah tiap tahunnya. Dan hal tersebut sering terjadi di kota-kota besar. Sekolah tidak dapat menampung semua calon siswa baru lantaran jumlah sekolah negeri serta daya tampungnya tidak sebanding dengan jumlah calon siswa yang mendaftar.
Misalnya yang terjadi di DKI Jakarta. Saat itu, jumlah calon peserta didik baru (CPBD) jenjang SMP/MTs lebih banyak daripada daya tampung sebenarnya. Maka dari itu, P2G mengusulkan solusi untuk masalah ini yakni membangun unit sekolah baru, atau menambah ruang kelas dengan melibatkan sekolah swasta.
Sekolah Kekurangan Siswa
Baca Juga: Akar Masalah Struktural Hingga Kultural Perundungan Anak di Sekolah
Salah satu masalah lain yang wara-wiri selama PPDB yakni sekolah yang kekurangan siswa. Faktor utama permasalahan ini yakni sebagian sekolah negeri yang lokasinya saling berdekatan sehingga sekolah yang berada di pelosok mengalami kendala akses yang jauh dalam pendidikannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
P2G mencontohkan jika ada sekolah dasar negeri di Solo, Jawa Tengah yang hanya mempunyai satu siswa baru melalui jalur afirmasi pada tahun ajaran 2023/2024. Untuk mengatasi hal tersebut, P2G menyarankan agar Pemda melakukan penggabungan antar sekolah negeri serta bisa memperbaiki akses infrastruktur dan transportasi ke sekolah.
Praktik Jual Beli Kursi, Pungutan Liar (Pungli), dan Siswa Titipan
Masalah lain yang membayangi PPDB adalah praktik jual beli kursi, pungutan liar (pungli) dan siswa titipan yang dicatat oleh P2G. modus-modus itu antara lain dengan menitipkan siswa atas nama pejabat tertentu ke sekolah. Panitia PPDB sekolah seperti guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya kerap tidak mempunyai kekuatan untuk menolak kuasa dalam praktik ini.
Berdasarkan hal tersebut, P2G menegaskan agar institusi pendidikan harus melaksanakan PPDB secara adil, transparan, akuntabel dan bertanggung jawab. Di satu sisi, orang tua dan guru yang mengetahui adanya kecurangan diharapkan melaporkan kepada instansi terkait.
Siswa Kurang Mampu Tidak Diprioritaskan
Baca Juga: Pengumuman Hasil Seleksi dan Konfirmasi Penerimaan Mahasiswa Kampus Mengajar Angkatan 7 2023
PPDB juga harus dilaksanakan dengan jujur, dan sama rata. Salah satu kesalahan krusial dalam pelaksanaan PPDB saat ini adalah tidak diprioritaskannya siswa kurang mampu melalui jalur afirmasi dan siswa yang berada dalam satu zonasi untuk masuk ke sekolah negeri.
P2G menilai jika pelaksanaan PPDB harus memprioritaskan peserta didik, terutama siswa tidak mampu melalui jalur afirmasi, untuk masuk ke sekolah negeri.
Bagi P2G, sistem PPDB oleh pemerintah wajib memprioritaskan anak miskin dan satu zona untuk diterima di sekolah negeri, tutur Satriawan.
Sistem PPDB, sambung Satriawan, dibentuk dengan tujuan untuk memberikan keadilan serta pemerataan pendidikan yang semestinya sistem tersebut berpihak kepada anak yang tidak mampu maupun anak yang sekolah dekat dari rumahnya.
Diapun menegaskan bahwa sepanjang anak tidak mampu maupun anak yang tinggal dekat sekolah tidak dapat ditampung di sekolah negeri, maka sistem PPDB gagal dalam mencapai tujuan utamanya.
Pemerintah bisa dinilai gagal dalam membangun sistem pendidikan yang adil dan berkualitas. Kedepannya pemerataan sarana pendidikan akan berbanding lurus dengan perekrutan guru oleh pemda, masalah dalam PPDB dapat ditinjau dari kinerja danpolitical willpemerintah dalam membangun pendidikan yang berkeadilan ke depannya, pungkasnya
Editor : Pahlevi