Optika.id - Democracy is in the blood of the Muslims, who look upon complete equality of mankind, and believe in fraternity, equality, and liberty - Muhammad Ali Jinnah
Baca Juga: 5 Daerah Jatim Ini Hanya Miliki Paslon Tunggal
Gandhi dipenjara akibat ulahnya dalam revolusi Agustus. Sipir penjara meracuni Gandhi dengan asap tanpa mengkhawatirkan prospek kematiannya. Ia pun dibebaskan untuk alasan kesehatan. Absennya Gandhi menyuguhkan kesempatan emas bagi Jinnah untuk berkiprah lebih jauh.
Stanley Wolpert dalam Jinnah of Pakistan dikutip Optika.id, Kamis (27/7/2023) menyebut Moh.Ali Jinnah adalah tokoh politik paling berjasa bagi kalangan Muslim India sehingga diberi gelar bapak bangsa Pakistan. Ia berasal dari keluarga Ismaili Khoja, tapi kemudian memilih menganut kepercayaan Syiah dua belas imam. Ayah Jinnah berprofesi sebagai pedagang sedangkan ibu Jinnah meninggal dunia sebelum keluarga tersebut berpindah ke Karachi.
Karena pembukaan Terusan Suez, ekonomi keluarganya meningkat drastis. Alhasil, Jinnah dapat menempuh pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Atmosfir pemikiran liberalisme mempengaruhi Jinnah saat belajar hukum di Inggris.
Desember 1912, Liga Muslim mengadakan pertemuan. Jinnah mengikutinya lalu memutuskan bergabung pada tahun berikutnya. April 1913, Kongres mengirim Jinnah dan Gokhale ke London sebagai delegasi. Namun, pecahnya Perang Dunia I mengakibatkan pejabat Inggris menghiraukan permintaan politisi India. Jinnah bertemu Mohandas M. Gandhi lalu menghadiri sebuah resepsinya sekembalinya ke India.
Faksi moderat Jinnah dalam Kongres mengalami kesulitan parah mengingat kematian anggota penting seperti Mehta, Gokhale dan Naoroji. Di sisi lain, Jinnah menjabat sebagai presiden Liga Muslim dan mendatangani pakta Pakta Lucknow antara Kongres dan Liga Muslim untuk menerapkan kuota yang merepresentasi Muslim dan Hindu dalam berbagai provinsi.
Pemilihan umum yang digelar tahun 1935 menggambarkan perbedaan kekuatan yang lebar antara Kongres dan Liga Muslim. Partai Kongres meraih kemenangan hampir seluruh provinsi. Liga Muslim harus menerima pukulan telak karena memperoleh sedikit suara di semua tempat pemungutan suara.
Akan tetapi, Jinnah masih bersikukuh bahwa Liga Muslim merupakan pihak ketiga terpenting di India setelah British Raj dan Kongres. Oktober 1930, Kongres mengutuk sikap Viceroy, menyerukan protes dan menyuruh wakil Kongres di berbagai provinsi untuk mengundurkan diri. Nehru selaku presiden Kongresmendesak Jinnah untuk mengajak Liga Muslim mengadakan protes juga. Tawaran Nehru ditolak mentah-mentah oleh Jinnah dan Liga Muslim.
Baca Juga: Tiktoker Ini Ungkap Jika PDIP Usung Anies, Seluruh Daerah Terkena Dampak Positif!
Jinnah mengusung gagasan Pakistan dalam Konferensi di London bersama rekan politiknya Rahmat Ali yang merupakan mahasiswa di Universitas Cambridge. Ia adalah seorang Punjabi yang berpenghasilan sebagai penasihat hukum pemilik tanah Baluchi. Ia mendirikan Gerakan Nasional Pakistan dan mengusulkan skema menarik terkait negara Pakistan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rahmat Ali terinspirasi ide pembentukan sebuah negara Muslim di India barat laut dari Mohammad Iqbal yang berpidato pada sesi Liga Muslim di Irak tahun 1930. Namun, konsep usulan Mohammad Iqbal terlalu kabur sehingga Rahmat Ali menguraikan kembali untuk memperjelas bagaimana bentuk sebuah negara Muslim otonom di barat laut India.
Rahmat Ali mengemukakan istilah Pakistan dari akronim yang terdiri dari huruf pertama Panjab, Provinsi Afghanistan, Kashmir, Sindh dan suku kata terakhir Baluchistan. Rahmat Ali menerbitkan pamflet demi memastikan gagasannya dapat dibaca dan dipahami oleh pejabat Inggris maupun rekan-rekan sebangsanya. Tetapi, Jinnah menolak gagasan Rahmat Ali karena skemanya menyerupai nasihat keputusasaan daripada harapan cerah masa depan.
Herman Kulke dan Dietmar Rothermund dalam bukunya Sejarah India menegaskan bahwa Rahmat Ali juga mengabaikan minoritas Muslim yang berada provinsi Bengal. Ia menyebut provinsi Bengal dengan istilah Bangistan dan menyarankan dibentuknya negara lain untuk wilayah tersebut yang terpisah jauh dari Pakistan.
Baca Juga: Oposisi Memang Berat Mas AHY, Demokrat Takkan Kuat, Biar Rakyat Saja
Oktober 1934, Jinnah terpilih lagi dalam Dewan Perwakilan Rakyat Pusat saat ia masih berada di London. Jinnah mendirikan Dewan Parlemen Liga Muslim di semua provinsi dan secara praktis meniru program pemilihan Kongres dan berharap merekomendasikan dirinya dipertimbangkan sebagai mitra koalisi yang dibutuhkan Kongres agar bisa membentuk kementrian di berbagai provinsi. Ia juga berusaha keras mendongkrak suara Liga Muslim.
Perbedaan jumlah rakyat Hindu dan Muslim di India sangat mempengaruhi hasil pemilihan umum tapi sejumlah besar Muslim cenderung memilih Kongres. Oleh karena itu, Jinnah selalu menghitung hasil pemungutan suara umat Islam yang memilih Kongres lalu mencari alasannya. Liga Muslim berulangkali mengalami kekalahan bahkan di provinsi dengan mayoritas warga Muslim. Rencana koalisi Liga Muslim dengan Kongres terancam putus karena mayoritas provinsi Kongres tidak membutuhkan Liga Muslim.
Di tengah sikap ambivalen Kongres, Oktober 1937, Liga Muslim berupaya merealisasikan gagasan negara Pakistan dengan menciptakan simbolisme sebagai identitas melalui pemakaian sherwani (mantel panjang) dilengkapi topi bulu khas yang disebut topi Jinnah. Pada tahun 1938, Jinnah memproklamirkan diri sebagai juru bicara mayoritas Muslim India dan mengadopsi gelar Qaid-i-Azam (pemimpin besar) yang berhasil menarik simpati luar biasa.
Maret 1940, Jinnah mengeluarkan resolusi Pakistan dan menyatakan bahwa Muslim berhak memiliki tanah air, wilayah dan negara sendiri. Jinnah memperjuangkan negara yang kelak bernama Pakistan yang berarti Tanah Suci.
Editor : Pahlevi