Optika.id - Sejarah baru persurat kabaran di Surabaya diledakkan oleh seorang pengusaha Cina bernama The Kiang Sing, tanggal 28 April 1905. Dia bersama The Kian Lie, The Kian Hien dan tan Swan Ie, dengan dibantu orang Balanda bernama HWR Kommer sebagai pemimpin redaksi menerbitkan surat kabar dagangPewarta Soerabaia.
Baca Juga: Banjir Parah di Greges Timur, Warga Desak Penanganan Cepat
Surat kabarPewarta Soerabaia ini adalah surat kabar Melayu-Tionghoa yang didirikan pada tahun 1902.Surat kabar ini diterbitkan di Jalan Panggung Surabaya ini terus berkembang dengan beberapa kali penggantian manajemen. Perlu dicatat, koran ini mencetak banyak wartawan dan inilah koran yang waktu itu terbit lancar. Salah satu di antara wartawan senior yang kemudian tercatat sebagai perintis pers Indonesia di koran ini adalah RM Bintarti. Ia menjadi pemimpin redaksi menggantikan HWR Kommer yang meninggal dunia tahun 1925.
Menurut Abdurrahman Surjomihardjo dalam bukunya yang berjudul Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia, dikutip Optika.id, Senin (31/7/2023) surat kabar ini menjadi wahana bagi kaum nasionalis dalam menyebarkan ide-ide nasionalisme Tiongkok yang tercermin pada isi dari pemberitaannya, sehingga masyarakat Tionghoa peranakan khususnya di Surabaya menjadi semakin tersadarkan akan arti penting nasionalisme.
Artinya bahwa peranan pers Tionghoa dan Pewarta Soerabaia sebagai salah satu media yang cukup berpengaruh di Surabaya ialah pers yang dapat menyalurkan aspirasi dan tujuan tokoh-tokoh pergerakan Tionghoa peranakan di Surabaya.
Pers Tionghoa seperti Pewarta Soerabaia ini dipergunakan oleh tokoh pergerakan untuk menyebarkan ide-ide perjuangan pergerakannya. Hal itu digunakan dengan pertimbangan keamanan dan efektivitas pers Tionghoa peranakan.Pers Tionghoa peranakan dianggap relatif aman karena posisinya yang netral, sedangkan pers pribumi lebih mudah terdeteksi dan akhirnya dibredel dan pemimpin atau penyumbang pemikirannya ditangkap dan di asingkan oleh pemerintah Kolonial Belanda.
Peristiwa ini mendorong orang Tionghoa peranakan di Surabaya yang telah berakulturasi ke dalam masyarakat setempat dan mempunyai hubungan yang tipis dengan negeri Tiongkok untuk meninjau kembali identitasnya.
Baca Juga: Buya Hamka dan Kapal Van Der Wijck
Satu identifikasi baru dengan Tiongkok muncul dan nasionalisme mulai tumbuh sebagai suatu sentimen yang kuat dalam masyarakat Tionghoa peranakan di Hindia Belanda. Pembentukan organisasi kaum Tionghoa peranakan dengan surat kabar-surat kabar yang menjadi corong dari organisasi yang menerbitkan secara tidak langsung berpengaruh terhadap kesadaran kaum pribumi yang kemudian memunculkan gerakan nasionalisme.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lalu pada tahun 1913, terbit pula surat kabarOetoesan Hindiadan tahun 1914, surat kabarTjahaja Timoer. KoranOetoesan Hindiaadalah koran pergerakan pemuda di Surabaya yang dipimpin HOS Tjokroaminoto yang juga ketua perkumpulan Syarekat Islam (SI).
Ahmat Adam menyebut dalam bukunya Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesiaan bahwa dua wartawan ini yang dicatat sebagai wartawan kawakan waktu itu adalah: Sosrobroto dan Tirtodanoedjo. Oetoesan Hindia menjadi wadah HOS Tjokroaminoto melawan kolonial Belanda melalui media massa. HOS Tjokroaminoto, dalam aksinya di Surabaya sangat mahir dalam berorasi, berpropaganda dan membakar emosi massa.
Baca Juga: Maulid Nabi Ternyata Bukan Syiah yang Mengawalinya
Surat kabar Oetoesan Hindia mempunyai isi yang lebih berani dibandingkan dengan Pewarta Soerabaia dan menarik minat masyarakat bumiputra khusus nya di Surabaya. Oleh karena itu, surat kabar itu kerap terkena delik pers dan berurusan dengan pengadilan. Dalam rentang waktu tiga belas tahun, isi Oetoesan Hindia mencerminkan dunia pergerakan politik, ekonomi, dan perburuhan, terutama yang dipimpin oleh Central Sarekat Islam.
Berdasarkan data yang dihimpun, pada periode prakemerdekaan, yakni tahun 1836 hingga 1930an, di Jawa Timur sudah terbit 159 penerbitan pers. Ada yang berbentuk surat kabar dan ada pula berupa majalah. Dari jumlah itu, 90 persen terbit di Kota Surabaya. Sisanya terbit di Malang, Kediri, Probolinggo, Pasuruan, Jember dan Mojokerto.
Hal ini berarti secara tidak langsung perkembangan pers berpusat pada kota Surabaya. Dari beberapa surat kabar yang terbit tersebut dapat disimpulkan bahwa kesadaran nasional melalui pers di Surabaya baru berkembang setalah berdirinya surat kabar Pewarta Soerabaia.
Editor : Pahlevi