Ketika Orde Baru Mengatur Tanah Warga

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Senin, 31 Jul 2023 16:13 WIB

Ketika Orde Baru Mengatur Tanah Warga

Optika.id - Selain dikenal sebagai era pembangunan, era Orde Baru besutan dari Soeharto juga terkenal dengan pengelolaan pertanahan. Baik berupa pertanian dan perkebunan itu sendiri.

Baca Juga: Mahfud MD: KKN Zaman Reformasi Lebih Parah dari Zaman Soeharto

Secara umum, Orde Baru yang berkuasa antara tahun 1967 1998 menetapkan beberapa strategi di bdaing pertanian yang bertujuan untuk memantapkan ketahanan pangan nasional, meningkatkan pendapatan petani, dan memacu pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan stabilitas ekonomi nasional.

Arah kebijakan pertanian diprioritaskan untuk memacu pengembangan agribisnis padi nasional serta melaksanakannya secara konsisten dan berkelanjutan. Pelaksanaan strategi pengembangan agribisnis padi nasional dilakukan secara menyeluruh dan integratif yang melibatkan analisa di sektor ekonomi sosial dan politik sehingga mampu mencapai ketahanan pangan.

Menurut Siswomartono Heryadi dalam bukunya Kebijakan Alokasi Penggunaan Sumber Daya Lahan Secara Berkeadilan Dalam Reformasi Pembangunan Pertanian, dikutip Optika.id, Minggu (30/7/2023), berikut program yang dijalankan pemerintah di era orde baru untuk mewujudkan ketahanan pangan antara lain:

Revolusi Hijau

Istilah Revolusi Hijau sendiri untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh William S. Gaud pada tahun 1968, salah seorang staf U.S. Agency for International Development (USAID), guna merayakan keberhasilan rekayasa varietas gandum dan beras yang disinyalir bakal menggelorakan revolusi pemenuhan kebutuhan pangan seluruh umat manusia di dunia.

Di Indonesia, konsep Revolusi Hijau yang utamanya dicirikan dengan modernisasi pertanian atau penggunaan teknologi modern dalam kegiatan bercocok tanam semisal pupuk kimia dan pestisida, faktualtelah berupaya diterapkan pemerintahan Soekarno melalui Rencana Kasimo.

Akan tetapi saat itu anggaran negara terbatas yang menyebabkan rencana tersebut gagal di tengah jalan. Pada perkembangannya, konsep Revolusi Hijau barulah dapat diimplementasikan secara optimal di era pemerintahan Soeharto (Orde Baru), yakni termanifestasikan melalui kian mantapnya program Bimas1 berikut semboyannya yang terkenal yaitu Panca Usaha Tani

Panca Usaha Tani mampu harus diakui memang sudah meningkatkan hampir seluruh produktivitas subsektor dalam sektor pertanian. Tercatat, komoditas kapas mengalami laju peningkatan produksi hingga 126% pada tahun 1974, komoditas beras sebesar 6%, sedangkan palawija dan tanaman holtikultura masing-masing mengalami laju peningkatan sebesar 15%. Bersamaan dengannya, penggunaan pupuk kimia, pestisida, berikut alat-alat pengolahan padi pun mengalami laju peningkatan signifikan.

Swasembada Pangan

Puncak dari berbagai capaian sukses pertanian Indonesia di atas adalah terwujudnya swasembada beras pada tahun 1984-1986. Tercatat, antara tahun 1980-1986 laju peningkatan produksi beras Indonesia rata-rata mencapai 7,1% per tahun.

Pemerintah orde baru berusaha keras mewujudkan pembangunan pertanian harus dirubah dari pendekatan sentralisasi ke desentralisasi, pendekatan komoditas ke sumber daya, dari pendekatan pendapatan petani ke peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan, dari skala usaha pertanian subsistem ke komersial, dari padat karya ke mesin, dari komoditi primer ke komoditi yang mempunyai nilai tambah tinggi, dari pendekatan tarik tambang ke dorong gelombang dan dari dominasi pemerintah ke partisipasi swasta yang lebih besar.

Hal itu terbukti, dengan adanya kemajuan di bidang pertanian, sistem pengelolaan serta kebijakan yang mendukung akhirnya membuat Indonesia mampu melakukan swasembada beras pada tahun 1979 dan 1985.

Jumlah impor beras pada periode ini juga relatif kecil karena diuntungkan oleh Revolusi Hijau yang menjamin swasembada pangan setidaknya sepanjang tahun 1985-1995. Data produksi 1985-1995 menunjukkan jumlah produksi dengan produktivitas terbaik sepanjang sejarah pertanian Indonesia.

Baca Juga: Penduduk Indonesia Mayoritas Islam, Kenapa Parpol Islam Justru Terpuruk?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pada awal berdirinya Orde Baru, kondisi pangan di Indonesia masih mengalami keterpurukan sebagai akibat dari gagal panen yang dialami petani akibat kemarau berkepanjangan, inflasi yang membubung tinggi dan kelangkaan bahan pangan. Sebagai upaya jangka panjang, pemerintah mencanangkan program revolusi hijau yang merupakan desakan dari negara-negara maju

Pemulihan ekonomi pada awal Orde Baru tersebut dilakukan atas prakarsa IMF dengan tujuan utama industrialisasi. Sesuai rencana (Repelita) pada dua periode pertama yaitu 1969- 1979 pembangunan industrialisasi difokuskan pada industri ringan terutama tekstil.

Fokus pembangunan ini disertai dengan program awal intensifikasi pertanian tetapi peningkatan produksi pada awal tahun 70-an belum mencukupi kebutuhan dan pemerintah melakukan impor pangan dan tetap melakukan pengendalian harga pangan dan pengaturan impor pangan oleh Bulog.

Dengan adanya program tersebut, pada fase pertama yang menghasilkan sektor pertanian tumbuh sekitar 3,19%. Produksi beras sendiri pada tahun 1970-an mencapai 2 juta ton lebih, dan produktivitas pertanian telah mencapai 2,5 ton per hektar. Dan pada fase tertinggi peningkatan produksi pangan, perkebunan, perikanan, dan peternakan semuanya tumbuh tinggi dan bahkan mencatat angka pertumbuhan produksi 6,8%.

Selanjutnya dengan tercapainya prestasi swasembada beras dan penghargaan FAO untuk Presiden Soeharto pada tahun 1984 telah memenangkan hati rakyat dan para petani. Akan tetapi hasil swasembada tersebut yang awalnya mulai dinikmati pada akhir tahun 70-an ternyata hanya bertahan sekitar satu dekade dan selanjutnya produksi padi menurun drastis.

Intensifikasi, Ekstentifikasi, dan Diversifikasi Pertanian

Dalam pembangunan pertanian dan mewujudkan swasembada, pemerintah membuat 3 kebijakan yaitu intensifikasi, ekstentifikasi, dan diversifikasi. Intensifikasi adalah penggunaan teknologi biologi dan kimia (pupuk, benih unggul, pestisida, dan herbisida).

Baca Juga: Pernyataan Megawati Sebut Pemerintah Seperti Orde Baru, Benarkah Propaganda Politik?

Ekstensifikasi adalah perluasan area yang mengkonversi hutan tidak produktif menjadi areal persawahan dan pertanian lain. Sedangkan diversifikasi adalah penganekaragaman usaha pertanian untuk menambah pendapatan rumah tangga petani, usaha tani terpadu peternakan dan perikanan.

Kebijaksanaan ekstensifikasi pertanian dan perkebunan cukup berpengaruh dalam output hasil pangan di Indonesia. Pemerintah orde baru merancang kebijakan agar tanah pertanian dan perkebunan diperluas. Pencetakan sawah yang diperluas dengan pemanfaatan hutan rawa dan gambut.

Sementara sawah kelas satu yang sudah dikorbankan dibuat perindustrian pada kawasan-kawasan industri pinggiran kota. Secara teoritis bahwa Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) atau Perusahaan Negara Perkebunan (PNP) dan perusahaan-perusahaan perkebunan milik negara di era orde baru yang menjadi model pengelolaan pembangunan. Sebab perkebunan kecil di sekitarnya, milik rakyat, menjadi sasaran pengembangan juga bagi pemerintah.

Diversifikasi pada umumnya dihubungkan dengan suatu peralihan atau perpindahan dari komoditas ekspor untuk ke arah pengusahaan komoditas baru yang dipandang sebagai jalan keluar dalam menghadapi permintaan pasar.

Diversifikasi pertanian adalah suatu pemilihan dan adopsi dari beberapa tambahan tipe komoditas yang berorientasi pasar, untuk dhasilkan melalui budidaya pertanian secara modern, baik pada tingkat nasional maupun regional.

Jadi diversifikasi pertanian adalah suatu usaha yang kompleks dan luas untuk meningkatkan perekonomian pertanian melalui upaya penganekaragaman komoditas pada subsistem produksi, konsumsi dan distribusi baik pada tingkat usahatani regional maupun nasional menuju tercapainya tranformasi struktural sektor pertanian ke arah pertanian tangguh.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU